Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, kelompok sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat
atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat (anonim,2002:1164),sementara
dalam Mu’tadin (2002:1) menjelaskan bahwa kelompok sebaya adalah
kelompok orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial yang
sama,seperti teman sekolah atau teman sekerja. Hartup dalam Santrock
(1983:223) mengatakan bahwa kelompok sebaya adalah anak-anak atau
remaja dengan tingkat usia dan kedewasaan yang sama. Akan tetapi kelompok
sebaya lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku atau psikologi.
Pada
masa ini pengaruh teman sebaya sangat berperan. Remaja mendefinisikan dirinya
tidak hanya dengan menggunakan standar yang ada pada dirinya tapi juga
melibatkan pihak di luar dirinya, teman sebaya. Mengapa bukan orang
dewasa?menurut Horrocks dan Benimoff (67) menjelaskan mengenai pengaruh teman
sebaya pada masa remaja ini ; kelompok sebaya merupakan dunia nyata tempat para
remaja menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya inilah ia
merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya untuk dinilai oleh orang lain yang
sejajar dengan dirinya dan yang tidak memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa
yang justru ingin dihindari. Di luar dirinya, remaja sangat memperhatikan
nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sebayanya ; misalnya dalam hal
berpakaian, berperilaku, bergaul dan berpikir. Dunia teman sebaya menjadi ajang
pembanding dan bereksplorasi untuk mendapatkan informasi mengenai pembentukan
identitas dirinya.
Teman sebaya mampu memberikan nilai positif pada remaja tersebut dengan
memberikan informasi-informasi mengenai pembandingan identitas dirinya. Remaja
yang pandai menempatkan dirinya pada lingkungan teman sebaya yang baik dapat
mengembangkan identitas dirinya kearah yang positif.
Dalam konteks pendidikan, teman sebaya ditemui di sekolah. Age grading
akan terjadi meskipun sekolah tidak membagi kelas berdasarkan umur dan anak
dibiarkan menentukan sendiri komposisi masyarakat mereka (Santrock, 2010).
Teman sebaya tidak hanya ditemui dalam pergaulan di lingkungan rumah namun juga
dapat ditemui di sekolah serta di sekolah lah anak-anak (remaja) banyak pula
menghabiskan waktunya. Dalam pergaulan teman sebaya di sekolah khususnya di
kelas, remaja usia sekitar SMP dan SMA biasanya terjadi ‘seleksi’ teman-teman
baik yang di senangi dan tidak di senangi. Hal tersebut di dukung dengan
kepribadian remaja tersebut, namun apakah yang terjadi dengan kepribadian
remaja tersebut bila ia di klasifikasikan ke dalam teman yang di senangi dan
tidak di senangi?tentu akan memberi dampak yang berbeda. Remaja yang banyak di
senangi oleh teman-temannya akan lebih bisa mengembangkan sikap kecerdasan
sosialnya dan berperilaku empati. Sementara remaja yang di kucilkan, dia akan
menampilkan perilaku agresi dan implusif. Ini berarti dampak dari seleksi
tersebut dapat mempengaruhi perkembangan identitas remaja. Selain itu, biasanya
akan terbentuk kelompok-kelompok kecil khusus atau ‘klik’. Identitas kelompok
dengan klik ini bisa mengaburkan identitas personal individu (Santrock, 2010).
Aturan-aturan yang berlaku dalam kelompok sebayanya, tak jarang membuat remaja
mengikuti keinginan kelompok meskipun ia tidak suka. Misalnya, dalam hal
negatif adalah mabuk-mabukan, geng motor dan narkoba. Sementara untuk hal
positifnya, belajar bertanggung jawab dan berempati.
Sekolah bisa menjadi fasilitator dalam membantu perkembangan dan pembentukan
identitas remaja tersebut melalui teman-teman sebaya nya. Sekolah dapat menjadi
pengontrol pergaulan remaja di sekolah, misal mengambil ranah SMP yang
merupakan masa-masa yang rawan bagi seorang remaja. Namun, ini bukan berarti
sekolah menjadi berhak untuk mengatur seorang remaja perlu bergaul dengan
remaja tertentu. Sekolah dapat mengembangkan sikap bersahabat dalam pengadaan
kegiatan yang mendidik ; belajar kelompok dan penyuluhan mengenai pergaulan
remaja. Pada masa ini, seorang remaja bisa menjadi memposisikan dirinya menjadi
lawan dari aturan-aturan orang dewasa bila ia merasa terlalu di atur..
Pengaruh teman sebaya dalam pengembangan dan pembentukan identitas dirinya
tidak bisa dianggap tidak penting karena dengan teman sebayalah biasanya remaja
banyak menghabiskan waktunya untuk saling bertukar informasi tentang dunia
luarnya. Hal ini, akan berpengaruh pada pemikiran remaja dalam mengembangkan
siapa dirinya, apa yang harus saya lakukan untuk menjadi seseorang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar