A
|
pa
yang tersirat dalam benak kita ketika kita mendengar kata “REMAJA”? tentu kita akan berfikir bahwa mereka adalah
sekelompok orang yang berusia 13-17 tahun yang sedang tumbuh berkembang,
beranjak dewasa dari tingkat proses kematangan jiwa sampai kematangan diri.
Remaja bisa dikatakan sebagai pribadi yang masih mengalami suatu keadaan yang
dinamakan labil yang berarti dirinya
masih belum mampu mengkondisikan atau mengontrol emosi untuk sesuatu hal yang
ada di lingkungannya dan cenderung sering ikut terbawa kedalam hal hal yang
berbau negative yang bisa menjerumuskan hidupnya kedalam bahaya surganya dunia.
Banyaknya remaja saat ini tidak menyadari akan bahaya yang mengancam
kelangsungan masa depannya itu sejak dini, tetapi mereka menyadari hal itu
sebagai sesuatu hal yang lumrah, sebagai suatu gaya hidup, dan kerap terjadi
pada remaja seusia mereka.
Banyak remaja saat ini lebih
cenderung memikirkan segala sesuatunya yang bersifat matrealistis. Apapun hal
yang ada di hidupnya pasti dikaitkan pada kemampuan material yang dia miliki.
Kasus ini terjadi pada beberapa remaja yang memiliki kemampuan material yang
tidak terlalu tinggi, tetapi dia hidup dan bergaul di lingkungan yang berkasta
yang segala sesuatunya diukur dari kemampuan material dan derajat hidup pun
diukur dari tingginya strata sosial yang dimiliki oleh ayah ibunya. Hal yang
terjadi demikian mengakibatkan seorang remaja yang berstrata sosial rendah yang sedang tumbuh berkembangan dan mengalami
kelabilan emosi menjadi gelap mata dan ia memiliki keinginan besar untuk
menjadi seseorang yang berkecukupan dengan cara yang salah. Dikalangan remaja
yang memiliki kelas sosial tinggi umumnya sering memerkan kekayaan orang tuanya
dengan cara seperti membawa kendaraan mewah ke sekolah, menggunakan
barang-barang bermerek (tas, pakaian, sepatu, dll), membawa gedget gedget
terbaru yang sedang tenar atau hits di jaman ini.
Hal yang dilakukan para remaja
kalangan atas itu umumnya menyebabkan beberapa remaja yang katakanlah berstrata
sosial rendah yang kurang mendapat didikan moral, pemahaman pendidikan agama
dari keluarganya, dan kelabilan emosi yang umumnya dimiliki seorang remaja
mengakibatkan ia cenderung bersifat iri hati dan memiliki keinginan untuk hidup
seperti remaja yang berkalangan atas itu, namun mereka kerap kali melakukan hal
yang mengarah kepada sesuatu yang negative karena mereka tidak berpikir panjang
atas apa yang akan terjadi kedepannya dengan apa yang dia akan lakukan saat
ini. Ini bisa terjadi karena kurangnya pengarahan dari orang tua bahwa dirinya terlahir
dan hidup di dalam sebuah keluarga yang sederhana dan tidak memiliki kelebihan
materi yang bisa di perlihatkan kepada orang lain seperti halnya remaja yang
ada di kalangan atas itu. Tidaklah ia harus menyombongkan kekayaan orang tuanya
karena kekayaan itu sifatnya sementara dan bukan miliknya pribadi, toh walaupun
memang kekayaan itu diwariskan hanya pada dirinya, tetapi jika dia tidak
berusaha untuk mendapatkan pekerjaan layak dan mendapatkan penghasilan tetap,
harta kekayaan yang diwariskan itu akan habis begitu saja tanpa adanya sisa
untuk masa depannya kelak.
Remaja yang pada dasarnya mengalami
kelabilan dalam proses kehidupannya dan ditambah dengan adanya pengaruh oleh
lingkunga pergaulannya terutama di sekolah yang sifatny tidak mendidik atau
cenderung matrealistis akan membuat jiwanya terguncang dengan keadaan material
yang kurang tetapi ia ingin hidup seperti teman-temannya yang bekecukupan lebih
dalam segala hal. Jalan pintas yang kerap dilakukan remaja saat ini untuk
menunjang eksistensinya di kalangan teman temannya yang memiliki kelebihan
materi itu dengan cara meminjam uang sana sini yang akhirnya membuatnya
terlilit hutang dimana mana, memeras orang tuanya sendiri agar mampu
memberikannya uang sejumlah yang dia minta setiap harinya untuk menunjang
penampilannya di sekolah di depan teman-temannya, dan ada cara yang lebih tidak
terpuji lagi yaitu, menjual harga diri atau kesucian mahkota dirinya pada
segelintir pria hidung belang yang haus akan belaian seorang remaja belia dan
mampu memberikan kepuasan material kepada sang remaja yang menjual kehormatan
pada dirinya.
Hal itu kerap terjadi di kalangan
remaja saat ini karena tuntutan kehidupan di dalam lingkungan pergaulannya yang
menuntut dirinya harus bisa tampil modis, terkini, dan menggunakan
barang-barang bermerek yang harganya tidak mungkin terjangkau oleh anak anak
seusia itu yang hanya diberi uang saku beberapa puluh ribu rupiah (anak
berkecukupan sederhana). Hal itulah yang membuat sebagian remaja gelap mata dan
lebih memilih untuk menggadaikan atau menjual harga diri dan kehormatannya
kepada pria hidung belang diluaran sana. Bahkan ada beberapa kasus di luaran
sana yaitu karena si remaja sudah terlalu nyaman di dalam pelukan harta pria
hidung belang yang tidak jarang sudah beristri menjadikan remaja itu sebagai
istri simpanannya atau selir di kehidupannya. Tetapi ada beberapa remaja juga
yang berganti-ganti pria hidung belang karna pada satu pria hidung belang ia
belum merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang hedonis. Ada pula
kasus ia berganti ganti pria hidung belang karna pada pria hidung belang yang
satu sudah tidak dapat diandalkan lagi kecukupan materinya untuk menunjang gaya
hidupnya yang serba mewah.
Dinamika kehidupan remaja saat ini
yang menuntut keharusan setiap pribadinya untuk tampil modis, terkini, dan
menggunakan segala sesuatunya yang bermerek tidak lepas dari adanya globalisasi
yang menerpa pergaulan remaja di Indonesia yang berkiblat pada pergaulan yang
kebarat-baratan. Sifat hidup yang hedonis membuat mereka memutar otak untuk
bagaimana caranya memenuhi tuntutan hidup seperti itu terutama remaja-remaja di
kota besar sampai-sampai mereka rela mengorbankan harta terpenting dalam
hidupnya untuk masa depannya kelak pada seorang pria hidung belang yang tidak
bertanggung jawab. Tetapi semua hal ini tidak semata mata kesalahan pada pria
hidung belang itu, karena mereka ini tidak mungkin melayani atau memberikan
kemewahan yang serta merta kepada remaja itu kalau para remaja itu sendiri
tidak menawarkan diri dan mencari penghasilan sampingan dari cara yang sangat
tidak terpuji bagi remaja seusia itu.
Pada hakikatnya yang kita ketahui,
seorang remaja yang sedang tumbuh berkembang emosi jiwanya haruslah fokus dalam
jenjang pendidikannya untuk bisa mencapai kelulusan di tingkat sekolah yang
sedang ia emban, bukan malah menjadikan sekolah sebagai ajang dan sarana untuk
memamerkan kekayaan yang dimiliki oleh orang tua kepada teman-teman sebayanya
dan membuat timbulnya rasa iri diantara teman-teman sebayanya itu yang membuat
mereka yang salah kaprah memilih jalan pintas yang menyesatkan masa depan mereka
hanya untuk menikmati kenikmatan dunia yang sesaat dan fana ini.
Dalam hal ini peran orang tua
sangatlah dibutuhkan sebagai pihak primer yang terlibat di dalam faktor
internal tumbuh kembangnya seorang anak, terutama seorang remaja yang pada saat
seusia ini butuh bimbingan dan arahan di dalam segala hal di hidupnya agar ia
tidak terjerat lembah menyesatkan yang hanya membuatnya berfikir matrealistis
bukan pada saatnya. Orang tua perlu memberikan pemahaman secara edukatif,
keagamaan, seputar gaya hidup pergaulan saat ini dan memberikan pemahaman
tentang kondisi ekonomi keluarga saat ini agar anak mampu memahami dan meresapi
apa yang dia miliki saat ini sifatnya milik orang tua dan hanya sementara,
karena pada saat nanti usianya mencapai usia kerja, ia akan paham bagaimana
sulitnya orang tua mencari nafkah untuk membiayai hidupnya dengan semua anggota
keluarga yang dia miliki dan akan dia sadari bahwa tidak mudah mengumpulakan
satu rupiah per harinya untuk mencukupi kebutuhan pokok hidupnya dan seluruh anggota
keluarganya. Jadi baikanya ia bisa melihat ke arah itu bahwa tugasnya sebagai
seorang remaja hanyalah menuntut ilmu setinggi tingginya, fokus dalam belajar
mengejar cita cita bukan malah fokus untuk mencari uang tambahan untuk memenuhi
tuntutan hidup yang hedonis di kalangan teman-temannya.
Pentingnya pendidikan dan pemahaman
keagamaan dalam pendidikan pertumbuhan hidupnya untuk membuatnya mengeti bahwa
apa yang dilakukannya itu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang
dia inginkan adalah salah dan dosa. Jika ia dikenalkan dengan Tuhannya dan
mengerti bahwa setiap kealahan yang ia lakukan dengan sengaja yang sifatnya
merugikan dan tidak bermanfaat bagi orang lain itu adalah dosa yang tidak
terasa yang ia buat sendiri untuk membahagiakan hidupnya di dunia. Sedangkan,
kehidupan ini tidak hanya di dunia, tetapi kelak manusia akan hidup kekal di
akhirat yang mana segala amal perbuatannya di dunia akan ditimbang dan dibalas
pada hari akhir nanti.
Jadi
disarankan kepada para orang tua untuk bisa lebih menanamkan hal hal positif
yang sifatnya mampu diterima remaja-remaja saat ini dan mengarahkan mereka
untuk bergaul dengan teman teman yang sekiranya baik untuk pergaulan dirinya di
rumah maupun di sekolah. Orang tua berhak mengenal setiap teman bermain anaknya
tanpa harus over protective (proteksi berlebihan) pada anak dalam memilih
teman. Biarlah ia memilih teman sepergaulannya sesuai dengan kepuasan anak itu,
tetapi dibarengi dengan pengarahan dan pemahaman tentang pergaulan yang
mengarah ke arah positive atau negative.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.
Bakhtiar Amsal, M.A., Filsafat Ilmu, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2010
Drs.
Susanto.A, M.Pd., Filsafat Ilmu, Jakarta:
PT Bumi Aksara, 2011
Dr.
Ismail Fu’ad Farid & Dr. Mutawali Abdul Hamid, Cara Mudah Belajar Filsafat, Jogjakarta: IRCiSoD, 2012
Muhammad Muslih,
Filsafat Ilmu, Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan
kerangka Teori Ilmu Pengetahuan , Yogyakarta : Belukar, 2004 .
Drs. H. Ahmad
Syadali dan Drs. Muzakir, Filsafat Umum, Bandung: CV. Pustaka
Setia, 1997.
Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta :
PT Bumi Aksara, 2005
aAchmadi Asmoro,
Filsafat Umum, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar