Berbicara tentang konsep gender dalam
Islam sejumlah ayat dalam Al-Quran Q.S Al- Hujarat [49]:13, An-Nisa [4]:21,
Al-A’raf [7]:187, Al-Zumar [39]:6, Fatir [35]:11, Al- Mukmin [40]:67 menegaskan
bahwa dari :
- Segi hakekat penciptaan, antara manusia satu dan manusia lainnya tidak ada perbedaan termasuk di dalamnya antara perempuan dan laki-laki. Karena itu, tidak perlu ada semacam superioritas suatu golongan, suku, bangsa, ras atau entitas gender terhadap lainnya. Kesamaan asal mula biologis ini mengindikasikan adanya persamaan antara sesama manusia, termasuk persamaan antara perempuan dan laki-laki.
- Dari perspektif amal perbuatan keduanya dijanjikan akan mendapat pahala apabila mengerjakan yang ma’ruf dan diancam dengan siksaan jika berbuat yang mungkar (An-Nisa’ [4]:24 dll. Sebagai manusia, perempuan memiliki hak dan kewajiban ibadah sama dengan laki-laki. Perempuan juga diakui memiliki hak dan kewajiban untuk meningkatkan kualitas dirinya melalui peningkatan ilmu dan takwa.
Senada dengan Al Quran, sejumlah hadist
nabipun menyatakan bahwa sesungguhnya bahwa perempuan mitra sejajar laki-laki,
pada hakikatnya manusia itu adalah sama dan sederajat mereka bersaudara dan
satu keluarga.
Pada tatanan praktis islam memberikan
aturan yang lebih rinci berkaitan dengan peran dan fungsi masing-masing dalam
menjalani hidup ini, dimana ada kalanya sama dan ada kalanya peran dan fungsi
tersebut berbeda antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi perbedaan ataupun
persamaan. Ini tidak bisa dinilai dengan adanya ketidakadilan atau
ketidaksetaraan gender. Dalam islam, semata-mata merupakan pembagian tugas yang
sama-sama penting dalam upaya mewujudkan tujuan tertinggi dalam kehidupan di
masyarakat tentunya dengan adanya keridlaan Allah semata Allah SWT semata.
Kata Gender berasal dari bahasa Inggris
yang berarti jenis kelamin (John M. echols dan Hassan Sadhily, 1983: 256).
Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki
dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women Studies
Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya
membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat.
Pandangan para ahli psikologi mengenai
gender adalah menyangkut karakteristik kepribadian yang dimiliki oleh individu,
yaitu maskulin, feminine, androgini dan tak terbedakan. Masing-masing
karakteristik kepribadian gender tersebut memiliki karakteristik tersendiri,
yang mempengaruhi perilaku seseorang.
The Oxford Encyclopedia Of The Modern
World (Esposito, 1995 gender adalah pengelompokkan individu dalam tata bahasa
yang digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya kepemilikan terhadap satu ciri
jenis kelamin tertentu.Gender menurut Illich (1998) merupakan satu diantara
tiga jenis kata sandang dalam tata bahasa, yang kurang lebih berkaitan dengan
pembedaan jenis kelamin, yang membeda-bedakan kata benda menurut sifat
penyesuaian dan diperlukan ketika kata benda itu dipakai dalam sebuah kalimat.
Kata-kata benda dalam bahasa Inggris biasanya digolong-golongkan menurut gender
maskulin, feminin dan netral.Secara terminologis, gender digunakan untuk
menandai segala sesuatu yang ada di dalam masyarakat “vernacular”[bahasa,
tingkah laku, pikiran, makanan, ruang, waktu, harta milik, tabu, alat-alat
produksi dan sebagainya]. Secara konseptual gender berguna untuk mengadakan
kajian terhadap pola hubungan sosial laki-laki dan perempuan dalam berbagai
masyarakat yang berbeda (Fakih, 1997). Istilah gender berbeda dengan istilah
sex atau jenis kelamin menunjuk pada perbedaan laki-laki dan perempuan secara
biologis (kodrat), gender lebih mendekati arti jenis kelamin dari sudut pandang
sosial (interpensi sosial kultural), seperangkat peran seperti apa yang
seharusnya dan apa yang seharusnya dilakukan laki-laki dan perempuan (Mansur
Fakih, 1996).Lips (1988), Abbott (1992), Mosse (1996), membedakan kata sex
sebagai(ciri- ciri biologis, fisik tertentu jenis kelamin biologis) Sex
merupakan pembagian 2 jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis
(kodrat), individu dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan.
dan gender lebih mendekati arti jenis kelamin dari sudut pandang sosial. Gender
merupakan jenis interpretasi sosio-kultural, seperangkat peran yang dikontruksi
oleh masyarakat bagaimana menjadi laki-laki (kuat, tegas, perkasa, kasar, dst)
atau perempuan (taat, penurut, lemah, keibuan, penuh kasih sayang). Perangkat
perilaku khusus ini mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian,
seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya.
Konsep Psikologi mengenai Gender
Gender [para psikolog] di definisikan
sebagai suatu gambaran sifat, sikap dan perilaku laki-laki dan perempuan
(Sahrah, 1996). Suatu kepribadian dan perilaku yang dibedakan atas tipe
maskulin dan feminin (Whitley dan Bernard dalam Kuwato, 1992), seperangkat
peran gender tentang seperti apa seharusnya dan bagaimana seharusnya dilakukan,
dirasakan dan dipikirkan oleh individu sebagai maskulin dan feminin (Santrock,
1998., Berry, dkk., 1999). Menurut Sandra Bem (1981a), tokoh sentral psikologi
gender, gender merupakan karakteristik kepribadian, seseorang yang dipengaruhi
oleh peran gender yang dimilikinya. Bem (1981a) mengelompokkannya menjadi 4
klasifikasi yaitu maskulin, feminin, androgini dan tak terbedakan.
Masing-masing klasifikasi tersebut memiliki karakteristik tersendiri, yang
mempengaruhi perilaku seorang individu, individu dengan peran gender feminin
misalnya berbeda perilaku prososialnya dengan realitas kehidupan sosial bila
dibandingkan dengan peran gender maskulin, hal ini disebabkan karena individu
dengan peran gender feminin memiliki karakteristik seperti: hangat dalan
hubungan interpersonal, suka berafiliasi, kompromistik, sensitif terhadap
keberadaan orang (Pendhazur dan Teenbaum, 1979), suka merasa kasihan, senang
pada kehidupan kelompok (Sahrah, 1996), sebaliknya maskulin, yaitu kurang
hangat dan kurang dapat mengekspresikan kehangatan, kurang responsif terhadap
hal-hal yang berhubungan dengan emosi (Bakan dalam Sahrah, 1996). Individu yang
memiliki peran gender androgini memiliki tingkat kemandirian lebih tinggi
dibandingkan dengan peran gender lainnya (Nuryoto, 1992).
Setiap kebudayaan menurut Santrock (1998), dan Berry (1999) mendefinisikan peran gender dari berbagai tugas, aktivitas, sifat kepribadian yang dianggapnya pantas bagi seorang individu (laki-laki dan perempuan). Sebelum pertengahan tahun 70-an gender diartikan sebagai suatu gambaran dari tingkah laku dan sikap-sikap yang secara umum telah disetujui seseorang sebagai suatu yang maskulin atau feminine saja. Laki-laki diharapkan selalu mempunyai sifat maskulin sedang perempuan mempunyai sifat feminin. Sedangkan Bem Sex Role Inventory (BSRI) mengenalkan peran gender androgini.
Setiap kebudayaan menurut Santrock (1998), dan Berry (1999) mendefinisikan peran gender dari berbagai tugas, aktivitas, sifat kepribadian yang dianggapnya pantas bagi seorang individu (laki-laki dan perempuan). Sebelum pertengahan tahun 70-an gender diartikan sebagai suatu gambaran dari tingkah laku dan sikap-sikap yang secara umum telah disetujui seseorang sebagai suatu yang maskulin atau feminine saja. Laki-laki diharapkan selalu mempunyai sifat maskulin sedang perempuan mempunyai sifat feminin. Sedangkan Bem Sex Role Inventory (BSRI) mengenalkan peran gender androgini.
Teori Pembentukan Peran Gender
·
Teori Biologis.
Perbedaan peran
gender ada hubungannya dengan aspek biologis, bahkan tidak lepas dari pengaruh
perbedaan biologis (sex) laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis laki-laki
dan perempuan adalah alami (nature), begitu pula sifat peran gender (maskulin
dan feminin) yang dibentuknya. Perbedaan biologis menyebabkan terjadinya
perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, sifat stereotype
peran gender antaara lakki-laki dan perempuan sulit untuk dirubah. Perbedaan
fisik antara laki-lakidan perempuan memberikan implikasi yang signifikan pada
kehidupan publik perempuan, sehingga perempuan lebih sedikit perannya dibanding
laki-laki (Megawangi, 2001)
·
Teori Kultural.
embentukan
peran gender bukan disebabkan oleh adanya perbedaan biologis antara laki-laki
dan perempuan, melainkan karena adanya sosialisasi atau kulturalisasi. Teori
ini tidak mengakui adanya sifat alami peran gender (nature), tetapi yang ada
adalah sifat peran gender yang dikonstruksi oleh sosial budaya melalui proses
sosialisasi. Teori ini membedakan antara jenis kelamin (sex) konsep nature, dan
gender konsep nurture. Sesuatu yang nature tidak dapat berubah, sedangkan peran
gender dapat diubah baik melalui budaya maupun dengan teknologi. Pandangan
teori ini dianut oleh sebagian besar feminis yang menginginkan transformasi
sosial, sehingga perbedaan atau dikotomi peran gender laki-laki dan perempuan
dapat ditiadakan (Megawangi, 2001)
·
Teori Freudian.
Menurut teori
ini, anak belajar tentang peran gender dari lingkungan sekitarnya, karena anak
mengidentifikasikan perlakuan orang tuanya. Anak laki-laki mengidentifikasi
perlakuan ayahnya sehingga bagaimana perilaku seorang laki-laki. Demikian
halnya anak perempuan yang belajar dari ibunya. Proses pengidentifikasian ini
ditemukan anak dari perbedaan genital jenis kelamin.
·
Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial meletakkan sumber
sex typing pada latihan membedakan jenis kelamin dalam komunitas masyarakat,
keutamaan dari teori ini adalah mengimplikasikan perkembangan psikologi
laki-laki dan perempuan mempunyai prinsip umum sama dengan proses belajar pada
umumnya. Jadi, jenis kelamin (seks) tidak dipertimbangkan istimewa; tidak ada
mekanisme atau proses psikologis khusus yang harus dipostulasikan dalam
menjelaskan bagaimana anak-anak menjadi sex typed. Karena telah termasuk
penjelasan bagaimana anak-anak belajar perilaku sosial yang lain. Teori ini
memperlakukan anak sebagai agen aktif yang berusaha mengorganisasikan &
memahami dunia sosialnya.
·
Teori Perkembangan Kognitif.
Individu sebagai organisme aktif,
dinamis serta memiliki kemauan berpikir. Individu mampu dan berhak membuat
pertimbangan dan keputusan sesuai dengan kemauan dan kemampuannya sendiri. Sex
typing mengikuti prinsip natural dan tidak dapat dihindari dari perkembangan
kognisi. Individu bekerja aktif memahami dunia sosial mereka, dan akan
melakukan kategorisasi terhadap dirinya sendiri (self-categorization) sebagai
laki-laki dan prempuan. Dasar kategorisasi diri ini yang menentukan penilaian
dasar. Seorang laki-laki misalnya akan stabil mengidentifikasikan dirinya
sendiri sebagai laki-laki, kemudian ia akan menilai objek-objek yang berkenaan
dengan jenis kelaminnya secara positif dan bertindak secara konsisten dengan
identitas jenis kelaminnya.
·
Teori Skema Gender.
Teori ini(Bem, 1974), merupakan
kombinasi dari teori belajar sosial dan teori perkembangan kognitif. Pengaruh
lingkungan sosial dan peran individu keduanya dipadukan dalam pembentukan peran
gender melalui skema gender. Teori skema gender berasumsi bahwa sex typing
adalah fenomena yang dipelajari, oleh karena itu dapat dihindari atau
dimodifikasi.
Dengan demikian skema gender merupakan sejumlah persepsi (kognisi) dan proses belajar individu terhadap atribut-atribut dan perilaku yang sesuai jenis kelaminnya atau menurut label yang diberikan komunitas sosial atau kebudayaan kepadanya (Bem, 1981b).
Dengan teori ini dapat pula diketahui bahwa jenis kelamin
tidak selalu berhubungan dengan peran gendernya. Kebudayaanlah yang membuat
gender yang menjadi kognisi penting di antara berbagai kategori sosial yang ada
(ras, etnik, dan religiusitas). Mayoritas kebudayaan mengajarkan perkembangan
individu yaitu: pertama, mengajarkan jaringan subtansi dari asosiasi-asosiasi
yang dapat dilayani sebagai skema kognisi; kedua, mengajarkan dikotomi tertentu
tentang laki-laki dan perempuan secara intensif dan ekstensif dalam setiap
daerah pengalaman manusia. Manusia menunjukkan pentingnya fungsi perbedaan
gender sebagai dasar perbedaan adanya norma, tabu dan susunan kelembagaan
(Bem,1981a).
Dengan demikian skema gender merupakan sejumlah persepsi (kognisi) dan proses belajar individu terhadap atribut-atribut dan perilaku yang sesuai jenis kelaminnya atau menurut label yang diberikan komunitas sosial atau kebudayaan kepadanya (Bem, 1981b).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar