A. ONTOLOGI
Realisme adalah
reaksi terhadap keabstrakan dan ”kedunia-lainan” dari filsafat idealisme. Titik
tolak utama realisme adalah bahwa objek-objek dari indera muncul dalam bentuk
apa adanya ( Knight, 2007:81). Realisme adalah suatu aliran filsafat yang luas
yang meliputi materialisme disatu sisi dan sikap yang lebih dekat kepada
idealisme objektif di pihak lain. Realisme adalah pandangan bahwa objek-objek
indera adalah riil dan berada sendiri tanpa bersandar kepada pengetahuan lain
atau kesadaran akal. Diketahuinya atau menjadi objek pengalaman, tidak akan
mempengaruhi watak sesuatu benda atau mengubahnya. Benda-benda ada dan kita
mungkin sadar dan kemudian tidak sadar akan adanya benda-benda tersebut, tetapi
hal itu tidak mengubah watak benda-benda tersebut. Benda-benda atau bojek
memang mungkin memiliki hubungan dengan kesadaran, namun benda-benda atau objek
tersebut tidak diciptakan atau diubah oleh kenyataan bahwa ia diketahui oleh
subjek ( Titus, 1984:335-336 ).
Aliran Realisme
dalam filsafat bersanding dekat dengan aliran Idealisme meski dalam posisi yang
dikotomik. Dalam pengertian filsafat, realisme berarti anggapan bahwa objek
indera kita adalah real: benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan
bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannnya
dengan pikiran kita ( Titus, 1984:328 ). Realisme menegaskan bahwa sikap common
sense yang diterima orang secara luas adalah benar, artinya bahwa bidang alam
atau objek fisik itu ada, tak bersandar kepada kita, dan bahwa pengalaman kita
tidak mengubah fakta benda yang kita rasakan.
Realisme dalam
filsafat terdiri dari beberapa jenis, mulai dari personal realisme, realisme
Platonik atau konseptual atau klasik Asumsi yang dipakai adalah bahwa yang riil
itu bersifat permanen dan tidak berubah sehingga ide atau universal adalah
lebih riil daripada yang individual. Selain itu muncul pula jenis realisme yang
lebih menarik yang diwakili oleh Aristoteles menurutnya dunia yang riil adalah
dunia yang dirasakan sekarang, dan bentuk serta materi tak dapat dipisahkan.
Realitas justru terdapat dalam benda-benda kongkrit atau dalam perkembangan
benda-benda itu ( Titus, 1984:331).
Dalam filsafat pendidikan Realisme
mendefinisikan dirinya sebagai aliran filsafat pendidikan dengan basis dasar 3
kategori metafisika dan epistemologi bahwa dunia luar berdiri tanpa tergantung
keberadaan kita, realitas dapat diketahui melalui pikiran manusia. (Ornstein,
1985:191).
B. EPISTEMOLOGI
Aliran realisme
menyatakan bahwa pengetahuan seseorang diperoleh lewat sensasi dan abstraksi.
Sensasi dalam hal ini adalah digunakannya panca indera manusia untuk menemukan
pengetahuan bagi dirinya. Melalui panca inderanya maka manusia dapat menangkap
berbagai macam objek riil di luar dirinya dan kemudian dilanjutkan dengan
proses abstraksi, yaitu proses pengambilan kesan-kesan umum sehingga kesan ini
kemudian disimpan dalam kesadaran seseorang.
Epistemologi
Realis ini berbeda dengan epistemologi Idealis yang mengatakanbahwa mengetahui
berarti memikirkan kembali gagasan-gagasan yang sudah dimiliki dan tersembunyi
sehingga pengetahuan manusia bersifat apriori. Realisme justru menyatakan bahwa
pengetahuan manusia lebih banyak bersifat a posteriori, karena pengetahuan
diperoleh dari perjumpaan sumber dengan objek. Dari pertemuan antara subjek dan
objek yang diamati itulah lahir pengetahun mengenai objek yang dimaksud.
Dalam membangun
ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris.
Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa
pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan
pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Tradisi realisme mengakui bahwa
entitas yang bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan
symbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini sejajar dengan
filsafat modern dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi
sampai pendekatan structural.
Realisme melihat
adanya hubungan dealektik antara realitas subjek yang menyadari dan mengetahui
di satu pihak namun di pihak lain ada realitas lain yang berada di luar dirinya
sebagai sesuatu yangt dijadikan objek pengetahuan. Sebuah pengetahuan baru dapat
dikatakan benar apabila ada kesesuaian dengan dunia faktual, dapat diamati, dan
bersifat substantif. Aliran ini menekankan, bahwa sesuatu dikatakan benar jika
memang riil dan secara nyata memang ada.
Realisme membagi
realitas menjadi dua bagian, pertama yaitu; subjek sebagai realitas yang
menyadari dan mengetahui di satu sisi, dan yang kedua yaitu; realitas yang
berada di luar diri manusia yang dapat dijadikan objek pengetahuan di sisi
lain. Bertolak belakang dari pandangan idealisme yang menyatakan bahwa pikiran
manusia dimuati oleh kategori-kategorinya, seperti substansialitas dan
kausalitas tentang data indrawi, maka realisme berkeyakinan, bahwa dunia yang
kita terima bukanlah sebuah dunia yang kita ciptakan kembali secara mental,
tetapi merupakan sebuah dunia yang apa adanya. Substansialitas, kausalitas, dan
bentuk-bentuk alam adalah merupakan segi-segi dari benda-benda itu sendiri,
bukanlah semacam proyeksi dan pikiran.
Bagi kelompok
realisme, ide atau proposisi adalah benar ketika eksistensinya berhubungan
dengan segi-segi dunia. Sebuah hipotesis tentang dunia tidak dapat dikatakan
benar semata-mata karena ia koheren dengan pengetahuan. Jika pengetahuan baru
itu berhubungan dengan yang lama, maka hal itu hanyalah lantaran “yang lama”
itu memang banar, yaitu disebabkan pengetahuan lama koresponden dengan apa yang
terjadi pada kasus itu. Jadi koherasi tidak melahirkan kebenaran.
Realisme
berkeyakinan bahwa pengetahuan selalu dihasilkan dari proses pengamatan,
pemikiran, dan kesimpulan dari kemampuan manusia sebagai subjek dalam menyerap
dunia objek. Dengan demikian pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang
koresponden dengan dunia sebagaimana adanya. Dalam perjalanan waktu, ras
manusia telah menempatkan sejumlah pengetahuan yang kebenarannya telah dikonfirmasi
secara berulang-ulang. Pendekatan Realisme pada Pengetahuan, Ada beberapa
pendekatan realisme pada pengetahuan, yakni;
a. Menurut
Teori Asosiasinisme
Pikiran atau ide-ide (teori ini
dipengaruhi oleh filsafat empirisme John Locke) serta isi jiwa terbentuk dari
asosiasi unsur-unsur yang berupa kesan-kesan yang berasal dari pengamatan.
Kesan-kesan tersebut juga disebut tanggapan yang dapat diumpamakan sebagai
atom-atom dari jiwa.
b. Menurut
Teori Behaviorisme
Behaviorisme beranggapan bahwa tingkah
laku sebagai istilah dasar yang menunjuk pada hidup mental, sebab manusia
sebagai suatu organisme adalah totalitas mekanisme biologis. Dengan demikian
untuk mengetahui atau memahami sikap hidup mental seseorang maka kita harus
memahami organisme.
c. Menurut
Teori Koneksionisme
Koneksionisme mempunyai konsep-konsep
yang bersifat meningkatkan pandangan dari behaviorisme, karena dikatakan bahwa
manusia dalam hidupnya selalu membentuk tata jawaban (pattern of respons)
dengan jalan memperkuat atau memperlemah hubungan antara (conecctions between)
stimulus dan respons. Sehingga terjadi gabungan-gabungan hubungan stimulus dan
respon yang akhirnya menunjukkan kualitas tinggi-rendah atau kuat-lemah dan
disamping itu ada dua tipe epistemologi realisme, yaitu;
a. Neorealisme
Neorealisme secara psikologis lebih erat
dengan behaviorisme. Baginya pengetahuan diterima ditangkap langsung oleh
pikiran dunia realita. Oleh karena itu neorasionslisme menafsirkan badan
sebagai respon khusus yang berasal dari luar dengan sedikit atau tanpa adanya
proses intelek.
b. Critical
Realisme
Aliran ini menyatakan bahwa media antara
intelek dengan realitas adalah seberkas penginderaan dan pengamatan.
C. AKSIOLOGI
Aspek aksiologis banyak berkaitan dengan bidang nilai. Pertanyaan-pertanyaan
dasarnya adalah apakah nilai itu bersifat absolut ataukah justru bersifat
relatif ? Masalah nilai menjadi sangat penting dalam konteks filsafat
pendidikan. Dalam pendidikan tidak hanya berbicara mengenai proses transfer
pengetahuan, melainkan juga menyangkut penanaman nilai. Dalam kaitan dengan
nilai, pandangan Realisme menyatakan bahwa nilai bersifat absolut, abadi namun
tetap mengikuti hukum alam yang berlaku.
Melalui konsep nilainya tersebut kelompok realis juga menyatakan bahwa mata
pelajaran yang dilaksanakn disekolah pada intinya adalah untuk menerangkan
realitas objektif dunia, sehingga studi-studi disekolah lebih banyak didasarkan
pada kajian-kajian ilmu kealaman atau sains. Hal ini banyak dimaklumi mengingat
bahwa melalui sains lah realitas itu tergelar secara objektif dan menantang
manusia untuk memahaminya (Orsnstein , 1985:192).
Teori Nilai Menurut Realisme
Menurut realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual,
melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bisa dihayati oleh
subjek tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subjek
tersebut. Teori lain yang muncul dari realisme disebut determinismetis.
Dikatakan bahwa semua yang ada dalam alam ini, termasuk manusia, mempunyai
hubungan hingga merupakan rantai sebab akibat.
D. REFERENSI
file:///D:/ALIRAN%20FILSAFAT%20PENDIDIKAN%20PROGRESIVISME%20%20.htm
e-jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/civis/article/download/377/332
Tidak ada komentar:
Posting Komentar