Pepatah lama
mengatakan “banyak jalan menuju Roma”, Untuk menggambarkan tentang cara atau
metode apapun dalam mencapai segala tujuan. Sebuah tujuan kaitanya dengan
pembahasan ini adalah untuk mengungkap hakikat realitas yaitu kebenaran sejati.
Diantara jalan untuk mencapai tujuan tersebut seperti yang telah dikelompokkan
oleh pemikir Islam terdahulu adalah melalui ilmu agama (irfan, teologi) dan
filsafat. Adapula pemikir lain yang pandanganya lebih empiris
mengelompokkan-Nya menjadi ilmu sains, filsafat dan mistik. Yang masing-masing
cabang ilmu ini memiliki metode tersendiri dalam menemukan hakikat ilmu atau
kebenaran sejati.
Telah kita
ketahui bahwa Islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi, yaitu dimensi
keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi,
sejarah, dan masih banyak lagi. Namun agar kita mengetahui berbagai dimensi
tersebut jelas memerlukan berbagai pendekatan yang digali dari berbagai disiplin
ilmu. Filsafat dan teologi atau yang biasa disebut ilmu kalam adalah dua
disiplin ilmu yang sama-sama membahas kebenaran dan sama-sama memakai mediasi
rasional untuk membahas kebenaran agama. Maka dari itu tentu akan sangat
menarik jika kita bisa mengkaji lebih dalam tentang metode kedua disiplin ilmu
ini didalam mengungkap kebenaran.
Teologi adalah
disiplin ilmu yang mencoba merefleksikan hubungan Allah dan manusia. Manusia
berteologi karena ingin memahami imannya dengan cara lebih baik, dan ingin
mempertanggungjawabkannya: “aku tahu kepada siapa aku percaya”. Teologi bukan
agama dan tidak sama dengan Ajaran Agama. Dalam teologi, adanya unsur penyelidikan
akal terhadap isi iman yang diharapkan memberi sumbangan substansial untuk
integrasi akal dan iman, iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan imtaq (iman
dan taqwa), yang pada gilirannya sangat bermanfaat bagi hidup manusia masa
kini.
Tentu saja
pengertian ini akan menjelaskan juga tentang makna filsafat didalam islam, yang
artinya teologi adalah filsafat metafisika agama islam. Karena
mediasi dan metode yang digunakan hampir sama atau bersinggungan, yaitu mediasi
akal untuk mengklarifikasi kebenaran iman yang dilandasi pada firman tuhan
yaitu wahyu, sehingga dalam hal-hal tertentu terjadi hubungan timbal balik yang
cukup baik antara teologi dan filsafat.
Hubungan timbal
balik ini bukan berarti keduanya bisa terus berjalan harmonis. Yang sering
muncul justru perbedaan-perbedaan, ketegangan dan pertentangan, bahkan itu
terjadi sejak awal. Setidaknya ini bisa dilihat pada perdebatan antara Abu
Sa`id al-Syirafi (893-979 M) seorang teolog Muktazilah dengan Abu Bisyr Matta
(870-940 M), guru filsafat al-Farabi yang beraliran Nestorian, sebagaimana yang
dikemukakan Oliver Leaman, adalah bukti nyata akan hal itu, meski isi
perdebatan tersebut sebenarnya baru menyangkut persoalan bahasa dan logika.
Hinga pada akhirnya pertentangan antara teologi dan filsfat ini semakin memanas
pada masa Al-Ghazali (1058-1111 M). Al-Ghazali mengkritik filsafat paripatetik
didalam karyanya yang paling fenomenal yaitu Tahafut al-falasifah, yang
mengakibatkan sebagian besar umat islam pada waktu itu mengkafirkan filsafat.
1. Pengartian
Metodologi
Sebelum
membahas metodologi filsafat dan ilmu kalam lebih jauh, alangkah baiknya kita
membahas definisi dan pengertian metodologi terlebih dahulu. Secara etimologi
metodologi berasal dari bahasa yunani yaitu“metodos” dan “logos”, kata ini
terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan
“hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai tujuan. logos artinya ilmu. Sehingga dapat diartikan metodologi
adalah ilmu-ilmu atau cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran
menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran,
tergantung dari realitas yang sedang dikaji.
Pembahasan
metodologi didalam pembahasan disiplin ilmu juga akan mengarah pada metode
penelitian, dan dalam pembahasan ini metode yang dimaksut bukanlah metode yang
sudah meluas pada pembahasan metode penelitian melainkan perbandingan
metodologi filsafat dan kalam secara umum yaitu cara atau pendekatan yang
menjadi ciri khas atau pembeda antara filsafat dan agama.
2. Metodologi
Filsafat
Sokrates
mengatakan bahwa peranan filsafat adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan
melalui usaha penjelasan konsep-konsep. Pernyataan ini menunjukkan bahwa
filsafat adalah ilmu yang menekankan pada kebenaran rasional melaui metode
argumentatif untuk menjelaskan konsep-konsep dalam usahanya menemukan
kebenaran. Secara umum Filsafat adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu
dengan menggunakan media akal atau argument rasional secara radikal, sistematis
dan mendalam. Dan pendekatan yang dipakai tentu saja adalah pendekatan rasional
yang dilandaskan pada prinsip yang paling utama yaitu prinsip logika. Logika
adalah jalan menemukan premis yang paling kuat atau premis aksiomatis. Premis
aksiomatis adalah premis yang tidak lagi memerlukan alasan. Prinsip logika ini
pada akhirnya merujuk pada berbagai premis aksioma, namun dari segala prinsip
yang ada, prinsip yang paling fundamental atau prinsip super aksiomatis adalah
prinsip non-kontradiksi.
Prinsip
aksiomatis atau prinsip non-kontradiksi inilah yang menjadi landasan dasar
rasionalitas filsafat untuk menemukan kebenaran atau supreme dari
prinsip-prinsip lain baik agama, kehidupan, mazhab, logika dan ilmu-ilmu
lain yang semuanya diturunkan dari prinsip ini. hukum non-kontradiksi
menetapkan bahwa semua hal atau semua prinsip berawal dari prinsip ada dan
tiada. Prinsip aksiomatis juga termasuk khodiyah badihiyah atau
pengetahuan yang semua orang meyakininya. Prinsip khodiyah badihiyah inilah
yang melahirkan pengtahuan-pengetahuan lain, yaitu prinsip-prinsip
non-aksiomatis atau khodiyah nadhoriyah.
Ketersusunan
yang dijalin melalui logika dari prinsip-prinsip non-aksiomatis hingga koheren
kepada prinsip-prinsip aksiomatis yang nantinya akan menghasilkan konklusi yang
benar. Benar itu berarti nyambung atau koheren atau valit, inilah yang biasa
disebut penalaran, inferensi, khiyas, argumentasi atau silogisme. Bagaimana
kita mengukur kebenaran adalah dengan logika penalaran atau ber-argumentasi.
Premis non-aksiomatis ini menghasilkan ilmu, sains ataupun agama. Didalam
penerapanya premis ini terbagi menjadi dua yaitu yang fisik dan metafisik, contoh
premis metafisik adalah “Cinta itu menyakitkan” dan contoh premis fisik adalah
“air itu cair”.
Prinsip
aksiomatis selanjutnya adalah sebab-akibat namun aksiomatis ini bisa dibedakan
menjadi dua pula yaitu yang pertama adalah aksiomatis dari sebab dan aksiomatis
dari akibat. Hukum aksiomatis sebab-akibat ini termasuk hukum aksiomatis
sekunder dan termasuk hukum aksiomatis kedua setelah hukum aksiomatis
non-kontradiksi. Premis-premis ini terbagi menjadi banyak, dan jika dibukukan
maka bisa disebut Ilmu. Premis aksiomatis ini didalam Epistemology dijadikan
dasar pengetahuan benar atau salah. Pengetahuan aksiomatis ini termasuk
pengetahuan husuli karena adanya elemen-elemen konsep.
3. Metodologi
Kalam
Ilmu
kalam sering juga disebut sebagai ilmu teologi, namun pengertian teologi sangat
luas. Karena dalam pembahasan ilmu lain seperti filsafat misalnya, juga
memiliki cabang tentang pembahasan teologi. Tentu teologi yang dimaksut disini
bukanlah teologi filsafat, melainkan teologi sebagaimana arti ilmu kalam.
Sedangkan pengertian ilmu kalam itu sendiri adalah ilmu yang membicarakan
bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan dengan bukti-bukti yang
yakin. Ini menjelaskan bahwa ilmu kalam bersumber pada kebenaran yang telah
diyakini atau juga wahyu.
Ilmu
kalam adalah ilmu yang menggunakan logika –disamping menggunakan
argumentasi-argumentasinaqliah– berfungsi untuk mempertahankan keyakinan
ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya. Pada dasarnya ilmu ini
menggunakan metode dealektika (jadaliah) dikenal juga dengan istilahdialog
keagamaan. Sebagai sebuah dialog keagamaan, ilmu kalam berisi
keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan melalui argumen-argumen
rasional. Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi
keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta
pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Pendekatan
ilmu kalam memunculkan pandangan-pandangan yang berbeda, karena ilmu kalam
bertolak atau berlandaskan pada keyakinan dan wahyu. Sementara keyakina dan
penafsiran wahyu ini berbeda-beda atau bisa dibilang subjektif. Hal inilah yang
mengakibatkan munculnya mazhab-mazhab kalam. Maka pendekatan ilmu kalam untuk
melihat Islam dari sisi ketuhanan, mau tidak mau harus bertolak dari pandangan
mazhab – mazhab kalam tersebut.
Contoh dari pendekatan ilmu kalam misalnya, seorang peneliti menyimpulkan bahwa
Islam adalah agama yang anti–demokrasi, karena jika melihat dari pandangan
mazhab Syi’ah Imamiyah, bahwa seorang pemimpin itu harus berdasarkan petunjuk
Allah swt, bukan pilihan manusia.
Dengan
demikian, pendekatan ilmu kalam pada dasarnya adalah menilai agama berdasarkan
pandangan mazhab tertentu. Akibatnya, kesimpulan yang dihasilkan akan
berbeda jika kita mengadopsi pandangan dari mazhab lain. Maka saya rasa, hal
paling penting ketika melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan
Teologis adalah menyebutkan pandangan mazhab mana yang kita jadikan sebagai
rujukan, agar tidak terjadi peng-general-an yang dapat menimbulkan pemahaman
yang keliru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar