Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum
masehi oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota
Athena adalah kota yang berada dalam kondisi transisi
(peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru.
Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan
perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan
Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang
melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam
lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan
warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat
itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya
menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga.
Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya
pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang
kepercayaan dan nilai.
Proses mengetahui terjadi dalam
pikiran,manusia memperoleh pengetahuan melalui berpikir. Di samping itu,
manusia dapat pula memperoleh pengetahuan melalui intuisi. Bahkan
beberapa filsuf Idealisme percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat
kembali (semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat kembali). Plato
adalah salah seorang penganut pandangan ini. Ia sampai pada kesimpulan tersebut
berdasarkan asumsi bahwa spirit/jiwa manusia bersifat abadi, yang mana
pengetahuan sudah ada di dalam spirit/jiwa sejak manusia dilahirkan.
Para filsuf Idealisme sepakat
bahwa nilai-nilai bersifat abadi. Menurut penganut Idealisme Theistik nilai-nilai
abadi berada pada Tuhan. Baik dan jahat, indah dan jelek diketahui setingkat
dengan ide baik dan ide indah konsisten dengan baik dan indah yang absolut
dalam Tuhan. Penganut Idealisme Pantheistik mengidentikan Tuhan dengan
alam. Nilai-nilai adalah absolut dan tidak berubah (abadi), sebab nilai-nilai
merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam (Callahan and
Clark, 1983). Sebab itu dapat Anda simpulkan bahwa manusia diperintah oleh
nilai-nilai moral imperatif dan abadi yang bersumber dari Realitas Yang
Absolut.
Bagi aliran idealisme, peserta didik merupakan seorang
pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham
idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan
ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai
makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat
dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang
menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu
kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain
bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang
bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia,
mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu
membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan
idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia.
Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada
yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan
manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan
yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan
secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan
sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan
dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran
idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si
anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari
siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru
haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru
menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu
membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola
para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang
bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang
komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi
bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut
belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika
anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan
demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Guru menjadi agen penting dalam menolong siswa
mengembangkan potensinya semaksimal mungkin Guru idealis menyajikan bahan
belajar warisan budaya yang terbaik. Membuat siswa berperan dalam menyumbangkan
karya mereka untuk masyarakat. Guru idealis akan menekankan para siswa untuk
menggapai cita- cita tertinggi yang mampu ia raih. Menunjukkan jalan bagi siswa
untuk mencapai yang terbaik dalam hidup. Visi hidup haruslah tinggi sehingga
menginspirasi siswa untuk berjuang lebih keras. Siswa tidak boleh terpengaruh
dengan kondisi sosial yang tidak mendukung pencapaian cita- cita. Siswa
diajarkan untuk berani bermimpi kemudian berjuang keras untuk mewujudkan mimpi-
mimpinya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang
beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman
haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya
pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat
pendidikan idealisme sebagai berikut :
1). Tujuan
Pendidikan
Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk
karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial. Mengingat
bakatmanusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang
harus sesuaidengan bakatnya masing-masing sehingga kedudukan, jabatan, fungsi
dan tangung jawab setiap orang di dalam masyarakat/negara menjadi teratur
sesuai asas “the right man onthe right place” , dan lebih jauh dari itu
agar manusia hidup sesuai nilai dan norma yang diturunkan dari Yang Absolut.
2).
Kedudukan Siswa
Kedudukan
siswa yang dimaksud disini yaitu siswa bebas untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3). Peranan
Guru
Peranan guru yang dimaksud disini adalah guru dapat bekerja sama dengan
alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dalam
menciptakan lingkungan pendidikan siswa. Selain itu guru harus unggul
agar menjadi teladan bagi parasiswanya, baik secara moral maupun intelektual.
Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain
guru. Guru harus unggul dalam pengetahuan dan memahami kebutuhan-kebutuhan
serta kemampuan-kemampuan para siswa,
serta guru harus
mendemonstrasikan keunggulan moral dalam keyakinan dan tingkah lakunya. Guru
harus dapat melatih berpikir kreatif
dalam mengembangkan kesempatan bagi pikiran siswa untuk menemukan,
menganalisis, memadukan, mensintesa, dan menciptakan aplikasi-aplikasi
pengetahuan untuk hidup dan berbuat.
4).
Kurikulum
Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan
rasional, dan pendidikan praktis untuk memproleh pekerjaan. Kurikulumnya
diorganisasi menurut mata pelajaran dan berpusatpada materi pelajaran (subject
matter centered). Karena masyarakat dan Yang Absolut mempunyai peranan
menentukan bagaimana seharusnya individu hidup, maka isi kurikulum tersebut
harus merupakan nilai-nilai kebudayaan yang esensial dalam segala zaman. Sebab,
itu, mata pelajaran atau kurikulum pendidikan itu cenderung berlaku
sama
untuk semua siswa.
5). Metode
Metode yang di gunakan adalah metode dialek. Dimana metode
dialek itu merupakan metode yang dapat mendorong siswa untuk
memperluas cakrawala, yang dapat mendorong untuk berpikir reflektif, mendorong
pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berpikir
logis, memberikan kesempatan menggunakan
pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosial; meningkatkan minat terhadap
isi mata pelajaran, serta dapat mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai
peradaban manusia.
Dalam konsep ini, guru harus memandang anak sebagai
tujuan, bukan sabagai alat. Guru harus bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia
merupakan contoh yang baik untuk diterima oleh siswanya. Idealisme memiliki
tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, dimana tujuan itu berada di luar
kehidupan sekarang ini. Tujuan pendidikan idealisme akan berada di luar
kehidupan manusia itu sendiri, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita,
manusia yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi, yang berasal dari
Tuhan.
Daftar
Pusaka
Noor,
M., (Ed.). 1987. Filsafat dan Teori Pendidikan:
Jilid I Filsafat Pendidikan, Sub Koordinator Mata kuliah filsafat dan Teori
Pendidikan. Bandung:Fakultas Ilmu Pendidikan.
Syaripudin,
T. dan Kurniasih. 2008. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung:Percikan Ilmu.
Syam, M.
N.. 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar
Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya:Usaha Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar