Krisis Pendidikan
Di zaman modern ini, banyak bermunculan
berbagai macam krisis kehidupan manusia, terutama pada bidang pendidikan.
Dan sebagai manusia yang mempunyai akal pikiran kita dituntut untuk mampu
memecahkan berbagai macam problematika yang terjadi baik di masa kini
maupun problematika untuk menjawab tantangan di masa mendatang. Berbagai
macam teoripun bermunculan, seperti teori yang diungkapkan oleh para penganut
filsafat perenialisme, yang mana menurut mereka perenialisme memberikan jalan
keluar dan dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya.
Perenialisme diambil dari kata perennial,
yang diartikan sebagai continuing throughout the whole year atau lasting
for a very long time, yang bermakna abadi atau kekal. Dari makna tersebut
mempunyai maksud bahwa perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi.
Seperti yang telah dibahas, bahwa pada
masa ini begitu banyak terjadinya krisis kehidupan terutama pada bidang
pendidikan, salah satunya seperti kurangnya kemampuan peserta didik untuk
menguasai beberapa mata pelajaran. Hasil-hasil riset internasional yang penting
seperti PISA dan TIMNSS menunjukkan indonesia konsisten di bawah dalam
kemampuan siswa di bidang matematika, sains, dan membaca. Hampir rata-rata
banyak siswa yang tidak menyukai bidang matematika, sains dan membaca karena
menurut pandangan mereka bidang tersebut begitu sulit dan membosankan untuk
dipelajaran, terutama membaca. Padahal membaca itu sangat bermanfaat bagi
seseorang untuk menambahkan wawasan pengetahuan mereka. Tetapi rata-rata siswa
lebih suka membaca sesuatu yang menurut mereka menarik seperti komik, cerita
pendek (cerpen), novel, bahkan terkadang membaca itu kalah menariknya dengan
acara-acara stasiun televisi.
Padahal dalam proses belajar mengajar
siswa belum tentu dapat menyimak seluruh pelajaran yang Ia terima dan belum
tentu juga yang mereka simak dapat tertanam dipikiran mereka. Maka dari itu
para peserta didik diharapkan untuk terus membaca agar dapat mengasah
pengetahuan mereka serta sekaligus menambah wawasan pengetahuan mereka. Apalagi
sekarang teknologi sudah lebih maju dari zaman sebelumnya, siswa dapat mencari
semua hal pengetahuan dengan mudah dan cepat. Tetapi pada kenyataannya
rata-rata teknologi digunakan untuk hal-hal yang menyimpang atau untuk hal-hal
yang tidak berguna bagi kehidupan, yang biasanya dapat mengubah karakter siswa
menjadi kurang baik.
Sebenernya semua ini bukan sepenuhnya
kesalahan para peserta didik, mereka hanya kurang mendapatkan pengarahan dari
orang dewasa karena minimnya pengetahuan yang mereka miliki. Di sinilah proses
pendidikan sangat dibutuhkan untuk siswa sebagai pengembang kemampuan serta
pembentukan karakter dalam diri mereka. Tetapi terkadang terjadi penghambatan
dalam proses pendidikan, baik dari segi fasilitas, biaya dan sebagainya.
Guru adalah salah satu fasilitator pada
saat proses kegiatan belajar mengajar. Tetapi terkadang pada kenyataannya
sangat jarang ditemui guru yang benar-benar menjalankan profesinya. Rata-rata
mereka hanya memberi materi dengan ceramah sedangkan siswa hanya sebagai
pendengar yang belum tentu mendengarkan seluruh rangkaian materi yang sedang
dijelaskan tersebut. Guru pun belum tentu menanyakan atau memberi evaluasi
langsung kepada siswanya, setelah penyampaian materi. Sehingga siswa belum
tentu dapat memahami serta menguasai materi yang telah disampaikan. Padahal
pada dasarnya yang dinamakan proses belajar mengajar bukanlah seperti itu,
tetapi kenyataannya pada pendidikan banyak dijumpai hal-hal yang seperti itu.
Semua krisis-krisis kehidupan yang
muncul mungkin karena terjadinya perkembangan zaman dan teknologi. Pada aliran
perenialisme menurut Zuhairini sebgaimana dikutip Abdul Khodir dalam bukunya filsafat
pendidikan islam, menganggap bahwa zaman modern adalah zaman yang mempunyai
kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan sehingga banyak
menimbulkan krisis di segala bidang kehidupan manusia. Untuk menghadapi krisis
tersebut, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan regressive road to
culture, yaitu jalan kembali atau mundur kepada kebudayaan yang lama (masa
lampau), kebudayaan yang dianggap ideal dan telah teruji ketangguhannya. Di
sinilah pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam rangka mengembalikan
keadaan manusia modern kepada kebudayaan masa lampau yang ideal. Dengan proses
belajar mengajar siswa diberi tahu tentang nilai-nilai serta norma-norma yang
ideal, serta mengajarkan siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan intelektual,
dan pemikiran rasio mereka. Pendidikanpun harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiaanya pada kebudayaan yang telah teruji dan tangguh.
Tuntunan tertinggi dalam pembelajaran
menurut perenialisme, adalah adalah latihan dan disiplin mental. Ketika proses
belajar perlunya pembiasaan pada diri anak sejak dini dengan kecakapan
membaca, menulis, dan berhitung. Dari sini, siswa dilatih dan dibina cara
pemikirannya, sehingga hal ini membuat manusia menjadi dirinya sendiri yang
membedakannya dari mahluk yang lain.
Banyak yang berfikir bahwa tugas guru
dalam proses pembelajaran adalah sebagai prantara dalam penyampaian materi.
Tetapi menurut pandangan perenialisme, guru bukanlah sebuah prantara antara
dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses
belajar mengajar. Jadi, dalam proses pembelajaran bukan hanya murid yang belar,
tetapi guru juga belajar untuk mengasah pengetahuaanya kembali, dan menambah
wawasannya kembali.
Pada kenyataannya yang telah dibahas
pada pembahasan sebelumnya. Pada saat ini, belum atau jarang dijumpainya guru
yang benar-benar menjalankan profesinya sebagai guru. Sebenarnya begitu banyak
pelatihan yang diadakan oleh kementrian pendidikan dengan tujuan untuk
memberikan wawasan lebih kepada setiap guru. Tetapi pada kenyataannya begitu
minim guru atau peserta yang mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut. Padahal
jika guru mengikuti pelatihan tersebut, guru dapat lebih mengetahui kurikulum
apa yang sedang berjalan dan digunakan, guru juga dapat lebih memahami
posisinya atau profesinya sebagai guru yang lebih berkualitas.
Bila guru tidak mengikuti sebuah
pelatihan pun berdampak juga kepada siswanya atau proses belajar mengajarnya. Karena
minimnya pengetahuan serta kurangnya penguasaan guru pada kurikulum yang sedang
berjalan atau digunakan. Sehingga pemberian atau penyampaian materi menjadi
terhambat atau menjadi tidak sesuai dengan yang direncanakan oleh pemerintah.
Selain masalah tersebut, terdapat juga
masalah pada siswa seperti kurangnya nilai-nilai dan norma-norma pada diri
mereka. Banyak terjadinya masalah pada pelajar seperti tauran antar
siswa/sekolah, pergaulan bebas, beredarnya narkotika dalam kalangan pelajar.
Bahkan kenyataannya siswa sekolah dasar juga sudah ada yang merokok. Semua itu
karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang tertanam dalam diri siswa.
Begitu banyaknya krisis kehidupan di
Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan. Bagi para penganut perenialisme,
aliran ini sangat tepat untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan.
Karena perenialisme mengajak kita untuk kembali atau mundur kebudayaan lama
(masa lampau). Selain itu aliran ini berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma
yang bersifat kekal dan abadi.
Menurut Plato, manusia secara kodrat
memiliki tiga potensi: nafsu, kemauan, dan pikiran. Maka pendidikan hendaknya
berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan pada masyarakat, agar kebutuhan
yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Dengan demikian keadaan
pendidikan disesuaikan pada potensi manusia yang memiliki nafsu, kemauan dan
pikiran. Sehingga pendidikan dapat terpenuhi dengan baik.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar