Imam
Ghazali
pernah menderita keraguan ketika menjadi guru besar yang paling
tersohor di
universitas Nidhamiyyah. Kayu yang lurus dimasukkan ke dalam air
terilah bengkok.
Bayang-bayang yang tampaknya diam itu ternyata bergerak. Dari kasus itu
ia menjadi ragu
terhadap prestasi semua cabang ilmu (hukum/fikih, teologi/ilmu kalam,
dan
filsafat) melalui tasawuf, ia menemukan ilmu yang terang benderang.
Senior Ima a-Ghazali, Abu Hasan a-Asy’ari
menjadi ragu dalam ilmu kaam. Tuhan itu
bersifat atau tidak bersifat. Semula
mengikuti paham Tuhan itu tidak bersifat, setelah bertafakkur selama 40
hari ia merasa menemukan kebenaran (pengetahuan) bahwa Tuhan itu
bersifat. Sifat berbeda dari dzat,
tetapi sifat bukan sesuatu yang lain dari
dzat. Filosof Barat, Rene Descartes,
meragukan dirinya ada atau tiada. Ketika
meragukan segala sesuatu tentang diri
dan ia merasa ragu, atau benar-benar meragukannya,
yang paling tidak meragukan adalah ia
berpikir bahwa dirinya ragu. Dari sini berkesimpulan
bahwa dirinya ada karena dipirkan. Untuk itu ia mengatakan bahwa aku ada
karena
aku berpikir (cogito ergo zum) Jauh sebeum Descartes, Imam Abu Hasal
alAsy’ari, dan Imam a-Ghazali, al-Farabi telah menyusun teori orang
terbang atau teori orang menggantung.
- Orang tanpa busana, tidak ada anggota tubuh yang saling bersentuhan, dan tak ada anggota tubuh yang bersentuhan dengan sesuatu di luar tubuh. Pada saat demikian ini, pasti sadar bahwa dirinya ada. Ini membuktikan bahwa jiwa itu ada. Dari segi teori pengetahuan, ia menjadi tahu bahwa dirinya ada, artinya pengetahuan itu mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar