Empirisme merupakan salah satu aliran dalam filosof yang
menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan
itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah Empirisme di ambil dari
bahasa Yunani empiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu
doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Filsafat empirisme tentang teori
makna amat berdekatan dengan aliran positivism logis dan filsafat Ludwig
Wittegenstein. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu harus dipahami
lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris, jiwa dapat
dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah
yang dapat diindra, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.
Penganut empirisme berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan
bagi manusia, yang jelas-jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak
memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu. Kalaupun menggambarkan sedemikian
rupa, tanpa pengalaman hanyalah khayalan belaka.
John Locke (1632-1704
M), salah seorang penganut empirisme, yang juga “ Bapak Empirisme” mengatakan
bahwa pada waktu manusia dilahirkan, keadaan akalnya masih bersih, ibarat
kertas yang kosong yang belum bertuliskan apapun. Pengetahuan baru muncul
ketika indra manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati
berbagai kejadian dalam kehidupan. Kertas tersebut mulai bertuliskan berbagai
penglaman indrawi. Seluruh sisa pengetahuan diperoleh dengan jalan menggunakan
serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi yang
pertama dan sederhana. Tokoh-Tokoh Empirisme Francis Bacon (1210-1292 M)
Menurut Francis Bacon, pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima
orang melalui persentuhan indrawi dan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata
Bacon selanjutnya bahwa kita sudah terlalu lama di pengaruhi oleh metode
deduktif. Dari dogma-dogma diambil kesimpulan. Menurut Bacon, ilmu yang benar
adalah yang telah terakumulasi antara pikiran dan kenyataan, kemudian diperkuat
oleh sentuhan indrawi. Thomas Hobbes (1588-1679 M) Tokoh ini dilahirkan sebelum
waktunya ketika ibunya tercekam rasa takut oleh ancaman penyerbuan armada
Spanyol ke Inggris. Ia belajar di Universitas Oxford, kemudian menjadi pengajar
pada suatu keluarga terpandang. Hubungan dengan keluarga tersebut memberi
kesempatan kepadanya untuk membaca buku-buku, bepergian ke negri asing dan
berjumpa dengan tokoh-tokoh penting. Simpatinya pada system kerajaan terjadi
saat Inggris dilanda perang saudara yang mendorongnya untuk lari ke Perancis.
Di sanalah, ia mengenal filsafat Descartes dan pemikir-pemikir Perancis
lainnya. Karena sangat terkesan dengan ketetapan sains, ia berusaha mensiptakan
filsafat atas dasar matematika. Hobbes menolak tradisi skolastik dalam filsafat
dan berusaha menerapkan konsep-konsep mekanik dari alam fisika kepada
pikirannya tentang manusia dan kehidupan mental. Hal ini mendorongnya untuk
menerima materialisme, mekanisme, dan determinisme. Karya utamanya dalam
filsafat adalah Leviathan (1651), mengekspresikan pandangannya tentang hubungan
antara alam, manusia dan masyarakat. Hobbes melukiskan manusia-manusia ketika
mereka hidup di dalam keadaan yang ia namakan state of nature (keadaan alamiah)
yang merupakan kondisi manusia sebelum di cetuskannya suatu Negara atau
masyarakat beradab. Kehidupan dalam masa alamiah adalah buas dan singkat,
karena merupakan keadaan perjuangan dan peperangan yang terus-menerus. Karena
manusia menginginkan kelangsungan hidup dan perdamaian, ia mengalihkan
kemauannya pada kemauan Negara dalam suatu kontrak social yang membenarkan
kekuasaan tertinggi yang mutlak. Sebagaimana umumnya penganut empirisme, Hobbes
beranggapan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan. Pengenalan
intelektual tidak lain dari semacam perhitungan, yaitu penggabungan data-data
indrawi yang sama dengan cara berlain-lainan. Tentang dunia dan manusia, ia dapat
dikatakan sebagai penganut materialistis. Oleh karena itu, ajaran Hobbes
merupakan system materialistis yang pertama dalam sejarah modern. Berbeda
dengan Francis Bacon yang meletakkan eksperimen-eksperimen sebagai metode
penelitian, Hobbes memandangnya sebagai doktrin. Filsafat Hobbes mewujudkan
suatub system yang lengkap mengenai keterangan tentang “Yang Ada” secara
mekanis. Dengan demikian, ia merupakan seorang materialis di bidang ajaran
tentang antropologi serta seorang absolute di bidang ajaran tentang negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar