Materialisme
adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari
segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika,
namun metafisikanya adalah metafisika materialisme.Materialisme merupakan
istilah dalam filsafat ontology yang menekankan keunggulan faktor-faktor
material atas spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi,
atau penjelasan historis. Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak
ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain,
materialisme adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran ( roh,
kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi yang sedang bergerak.Materi merupakan
hakikat yang nyata. Rohani, spritual atau supranatural bukalah sesuatu yang
nyata adanya. Yang ada hanyalah materi, tak ada alam rohani atau alam
spiritual. Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki
karakteristik-karakteristik pikiran dan tidak ada entitas-entitas nonmaterial.
Realitas satu-satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab materi atau
natura dan dunia filsafat,adaun tokoh tokohnya antara lain: Karl
Marx (1818-1883),Thomas
Hobbes (1588-1679 M),.Hornby
(1974),Van
Der Welj (2000).
Pendidikan
merupakan proses kondisionisasi lingkungan (Sadullah, 2007:116).
Pendidik memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses atau jalannya
roda pendidikan. Sermentara peserta didik tidak punya kebebasan dalam proses
pembelajaran; yang dilaksanakan dengan metode kondisionisasi. Kiranya dapat
dipahami bahwa perubahan perilaku menjadi titik perhatian paham materialisme
Aliran materialisme ini kita kaitkan dengan guru pada masa kini,banyak guru
yang hanya mengedepankan tunjangan profesi semata,tidak mengedepankan pembelajaran
kepada siswa,dan kurang adanya komunikasi terhadap orang tua siswa.sehingga
banyak siswa siswa yang melakukan penyimpangan sosial.Murid sekarang sulit dinasihati,Murid
tidak cukup dinasihati sekali atau dua kali.padahal Teknologi komunikasi yang canggih sekarang membuat hubungan guru dengan
orangtua bisa dilakukan melalui telepon, handphone, SMS bahkan melalui media
jejaring sosial seperti facebook, maupun melalui Blackberry Messenger (BBM)
yang notabene 24 jam bisa dilakukan.
Padahal tugas guru sudah di atur dalam Undang-undang pasal
1 No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa yang
disebut sebagai Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan
diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa tenaga
kependidikan memiliki lingkup “profesi” yang lebih luas, yang di
dalamnya mencakup tenaga pendidik. Pustakawan, staf administrasi, staf pusat
sumber belajar, kepala sekolah adalah kelompok “profesi” yang masuk
dalam kategori sebagai tenaga kependidikan. Sementara mereka yang disebut
pendidik adalah orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan berhadapan
dan berinteraksi langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu proses yang
sistematis, terencana, dan bertujuan.
Pasal 39 Undang-Undang yang sama menyatakan bahwa (1)
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan, dan (2) Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi.
Sedangkan menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pasal-pasal dalam PP No. 19 tahun 2005 yang mengatur
tentang pendidikan adalah pasal 28 s.d 34. Dimana pendidik (guru) harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud dalam pernyataan tersebut adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang
dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Tapi guru juga mempunyai hak sebagai wadah independen untuk meningkatkan
kompetisi karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteran dan
atau pengabdian, menetapkan kode etik guru, memperjuangkan aspirasi dan hak-hak
guru.
Perhatian pemerintah terhadap tenaga pendidik
khususnya Guru baik guru PNS maupun non PNS, sekarang ini semakin besar. Hal
ini ditunjukkan dengan pemberian beberapa tunjangan bagi guru untuk memberikan
kesejahteraan yang lebih baik. Salah satu tunjangan yang diberikan kepada Guru
PNS dan non PNS yang dibebankan pada APBN adalah TunjanganProfesi Guru dan
Tunjangan Khusus Guru. Pemberian tunjangan tersebut diatur petunjuk
pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2010 tentang
Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru
dan Dosen serta Tunjangan Kehormatan Profesor.
Sertifikasi
guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi dengan mengacu pada Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Dampak
Positif Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru sangat bermanfaat bagi perkembangan
pendidikan di sekolah-sekolah. Manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai
berikut:[4]
- Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
- Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan professional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.
- Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.
- Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Dampak
Negatif Sertifikasi Guru
Pelaksanaan program sertifikasi tujuan dasarnya
adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena dengan meningkatnya kualitas
pendidikan, maka akan dapat pula mendongkrak kualitas pendidikan bangsa
Indonesia saat ini. Meski proses sertifikasi guru sudah memasuki periode
keempat, bukan berarti kendala dan permasalahan yang menyertai sertifikasi guru
sirna.dampaknya adalah sbb:
a. Menjadi
Sosok yang Certificate-Oriented
Ternyata
implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian portofolio ini kemudian
menimbulkan polemik baru.Banyak para pengamat pendidikan yang menyangsikan
keefektifan pelaksanaan sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru.
Bahkan ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian
portofolio tak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru,
apalagi dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini
berkaitan dengan temuan-temuan dilapangan bahwa adanya indikasi kecurangan
dalam melengkapi berkas portofolio oleh para guru peserta
sertifikasi.“Kecurangan dengan memalsukan dokumen portofolio itu memang ada.
b. Miskin
Keterampilan dan Kreatifitas
Guru
bukanlah bagian dari sistem kurikulum, tetapi keberhasilan pelaksanaan
kurikulum akan bergantung pada kemampuan, kemauan, dan sikap professional
tenaga guru (Soedijarto, 1993:136). Kalau dikaitkan persyaratan professional
seorang guru yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yaitu, mampu
merencanakan, mengembangkan, melaksanakan, dan menilai proses belajar secara
relevan dan efektif maka seorang guru yang professional akan dengan mudah lolos
sertifikasi berbasis portofolio tanpa harus memanipulasi berkasnya. Karena
sebelumnya ia telah giat mengembangkan dirinya demi anak didiknya. Namun yang
menjadi persoalan adalah mereka, para guru yang melakukan kecurangan dalam
sertifikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar