A. Pendidikan Berbasis
Masyarakat
Pendidikan
adalah hak bagi setiap insan, pendidikan harus dapat memberikan suatu nilai
lebih dalam masyarakat. Pendidikan
seharusnya dapat dimaknai sebagai ruang terbuka maksudnya semua orang harus
mendapatkan haknya dalam hal pendidikan. Adapun salah solusi dalam mendapatkan
pendidikan yaitu dengan diadakannya pendidikan secara nonformal bagi
masyarakat. Hal ini merupakan kunci bagaimana pendidikan berbasis masyarakat
tersebut juga bisa diterapkan tentunya dengan menyesuaikan kondisi pada
masyarakat setempat.
Mark K. Smith berpendapat bahwa Pendidikan berbasis
masyarakat adalah suatu proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan
individual atau kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang di dalam wilayah
geografi, dan dapat berbagi mengenai kepentingan umum.
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat merupakan
impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat
(Sihombing, U., 2001). Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa Pendidikan
Berbasis Masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya
partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk
menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek PBM tersebut adalah untuk
mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing
dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan. Konsep Pendidikan
Berbasis Masyarakat merupakan impelementasi dari masyarakat, oleh masyarakat,
dan untuk masyarakat (Sihombing, U., 2001).
B. Pendidikan Berbasis Masyarakat dalam Konteks
Pembelajaran
Penulis melihat bahwa PBM lebih berorientasi
pada keterlibatan atau peran masyarakat dalam pendidikan yang dikelolanya. Untuk mengaitkannya dengan pembelajaran yakni dalam konteks teori
pembelajaran, PBM dapat mengakomodasi berbagai teori-teori pembelajaran. Teori
kecerdasan majemuk (multiple intteligence), belajar sosial (social
learning), dan sebagainya, dapat diterapkan dalam PBM.
Hal-hal yang terkait dengan PBM dalam konteks pembelajaran adalah
sebagai berikut
1.
Proses
belajar terjadi secara spontan dan alamiah,
2.
Belajar
dengan melakukan (learning by doing) dan belajar berbasis pengalaman (experience-based
learning),
3.
Melibatkan
aktivitas mental dan fisik,
4.
Belajar
berbasis kompetensi (competence-based learning)
5.
Pemecahan
masalah (problem solving),
6.
Berlangsung
dalam interaksi aktif dalam lingkungan
7.
Aktualisasi
diri,
8.
Menyenangkan
dan mencerdaskan, dan
9.
Produktif.
Hal-hal tersebut di atas
tidaklah mutlak semuanya ada dalam PBM yang dikembangkan oleh masyarakat,
karena masyarakat memiliki kecenderungan dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam
upaya memberdayakannya dirinya. Di satu sisi masyarakat mungkin mengembangkan
PBM yang beorientasi pada pengembangan kemampuan (skill), sementara di
sisi lain masyarakat juga mungkin mengembangkan pendidikan yang beorientasi
pada pengembangan intelektual dan moral.
C. Beberapa Contoh Lembaga Pendidikan Berbasis
Masyarakat
Ada beberapa contoh yang dapat dijadikan model
dalam konteks PBM yakni pesantren dan lembaga kursus yang dikelola oleh
masyarakat. Lembaga-lembaga ini merepresentasikan model PBM. Lembaga-lembaga
yang dimaksud akan diuraikan secara ringkas berikut ini.
Pertama adalah pesantren. Pesantren sebagai
salah satu lembaga pendidikan Islam Indoensia merupakan bentuk nyata dari PBM.
Dalam sistem dan lingkup pesantren segala dilaksanakan dan diselengggrakan oleh
semua pihak di pesantren tersebut. Kyai sebagai sentral dalam pesantren
merupakan representasi dari masyarakat yang memiliki otoritas dan wewenang
untuk mengatur segala hal dalam pesantrennya bersama para pengurus (yayasan).
Struktur yang ada dalam pesantren tidak dibangun dari basis pemerintah
melainkan dari kepentingan masyarakat itu sendiri. Manajemen, kurikulum,
pembiayaan, metode, dan sebagainya dikembangkan sendiri oleh pesantren tanpa
campur tangan dari pemerintah. Pemerintah dalam hal ini hanya sebagai pengawas
dan secara struktural membawahi pesantren.
Kedua, selain pesantren,
contoh PBM di sini adalah lembaga-lembaga kursus yang diselenggarakan oleh
masyarakat seperti kursus bahasa Inggris di daerah kecamatan Pare kabupaten
Kediri-Jawa Timur. Dalam lembaga-lembaga pendidikan tersebut, semua penyelenggaraan
mulai dari perencanaan hingga evaluasi, murni merupakan inisiatif dari
masyarakat (pemilik dan pengelola lembaga kursus).
D. Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
PBM pada dasarnya dikembangkan dan dilaksanakan
dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.
Melalui lembaga-lembaga PBM, masyarakat berupaya untuk memperbaiki kehidupannya
secara terus-menerus melalui pemberdayaan dengan sarana pendidikan dan
pelatihan. Dari sini kemudian berkembang model-model atau bentuk PBM. Beberapa
contoh dari lembaga PBM adalah TKA/TPA, lembaga kursus yang dikelola
masyarakat, pesantren, dan sebagainya.
Dalam PBM masyarakatlah yang menjadi tuan atau
pemilik di rumahnya sendiri. Pihak lain dalam hal ini pemerintah hanya bisa
menjadi mitra atau rekan yang berfungsi untuk memfasilitasi, mendanai, atau
mendampingi segala kegiatan yang ada kaitannya dengan PBM, tanpa ada unsur
memaksakan kepentingan.
PBM merupakan mekanisme yang memberikan peluang
bagi setiap orang dalam masyarakat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan
teknologi melalui pembelajaran seumur hidup.PBM
merupakan wujud dari demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan
pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Masyarakat mempunyai kesempatan
untuk mengembangkan dan memberdayakan dirinya sendiri melalui pendidikan yang
dikembangkan oleh masyarakat. Pada aspek tertentu PBM hanya dapat eksis dan
berjalan dengan baik manakala suasana kehidupan yang demokratis telah tumbuh
dan berkembang dengan baik serta masyarakat mampu dan memiliki kesadaran
pentingnya pemberdayaan.
Dalam konteks kepemilikan, PBM dianggap sebagai
berbasis masyarakat jika segala hal yang terkait di dalamnya berada di tangan
masyarakat, seperti perencanaan hingga pelaksanaan. Sebaliknya, jika semua
penyelenggaraan pendidikan ditentukan pemerintah maka disebut pendidikan
berbasis pemerintah atau negara (state-based education) atau jika
semuanya ditentukan oleh sekolah maka disebut pendidikan berbasis sekolah (school-based
education). Dalam konteks Indonesia, PBM menurut Nielsen merujuk pada
pengertian yang beragam yaitu:
1.
Peran
serta masyarakat dalam pendidikan.
2.
Pengambilan
keputusan yang berbasis sekolah.
3.
Pendidikan
yang diberikan oleh sekolah swasta atau yayasan.
4.
Pendidikan
dan pelatihan yang diberikan oleh pusat pelatihan milik swasta.
5.
Pendidikan
luar sekolah yang disediakan oleh pemerintah.
6.
Pusat
kegiatan belajar masyarakat.
7.
Pendidikan
luar sekolah yang diberikan oleh organisasi akar rumput seperti LSM dan
pesantren.
Konsep PBM menurut Umberto Sihombing adalah
dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. atau pendidikan yang
berada di masyarakat, untuk menjawab kebutuhan belajar masyarakat, dikelola
oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat, dan
menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar
maupun bermasyarakat. Adapun definisi umum PBM adalah pendidikan yang sebagian
besar keputusan-keputusannya dibuat oleh masyarakat. Jadi, PBM lebih banyak
melibatkan peran masyarakat dari pada pemerintah.
E. Tujuan Pendidikan Berbasis Masyarakat
Tujuan PBM biasanya mengarah pada isu-isu
masyarakat seperti pelatihan karir, perhatian terhadap lingkungan, pendidikan
dasar, pendidikan keagamaan, penangan masalah kesehatan, dan sebagainya. Tujuan
PBM hakikatnya adalah pemberdayaan masyarakat ke arah yang lebih baik demi
terwujudnya masyarakat yang unggul dalam segala bidang. Melalui PBM, masyarakat
diberdayakan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Pemberdayaan dan
pendidikan ini berlangsung terus-menerus dan seumur hidup (long life
education).
Sementara implikasi PBM terhadap masyarkat itu sendiri adalah
1. Masyarakat diberdayakan,
2. Masyarakat diberi peluang untuk mengembangkan
kemampuan, dan
3. Masyarakat diberi kebebasan mendesain,
merencanakan, membiayai, mengelola, dan menilai diri.
Masyarakat melalui PBM akan mampu mengembangkan
potensi dan kemampuannya kearah perubahan. PBM menjadi model dalam pemberdayaan
masyarakat yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
F. Peran dan Relasi Pemerintah dan Masyarakat
dalam Pendidikan Berbasis Masyarakat
Peran pemerintah atau hubungan antara
pemerintah dan masyarakat dalam PBM hendaknya didasarkan pada hubungan
kemitraan (partnership) artinya pemerintah tidak lebih dari sekedar
pelayan, fasilitator, pendamping, mitra, dan penyandang dana bagi PBM. Dengan
hubungan seperti ini pemerintah tidak mendominasi, memonopoli, dan sebagainya
atas lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat.
Peran Pemerintah dalam PBM adalah
1. sebagai pelayan masyarakat,
2. sebagai fasilitator,
3. sebagai pendamping,
4. sebagai mitra, dan
5. sebagai penyandang dana.
Sementara peran masyarakat dalam PBM adalah
1.
sebagai
perencana,
2.
sebagai
pelaksana,
3.
sebagai
pengambil kebijakan, dan
4.
sebagai
evaluator.
Partisipasi masyarakat
sebagai kekuatan kontrol dalam pelaksanaan berbagai program pemerintah menjadi
sangat penting. Di bidang pendidikan partisipasi ini lebih strategis lagi.
Karena partisipasi tersebut bisa menjadi semacam kekuatan kontrol bagi pelaksanaan
dan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Apalagi saat ini Depdiknas mulai
menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah. Karena itulah gagasan tentang
perlunya sebuah Komite Sekolah yang berperan sebagai semacam lembaga yang
menjadi mitra sekolah yang menyalurkan partisipasi masyarakat (semacam lembaga
legislatif) menjadi kebutuhan yang sangat nyata dan tak terhindarkan. Dengan
adanya komite sekolah, kepala sekolah dan para penyelenggara serta pelaksana
pendidikan di sekolah secara substansial akan bertanggung jawab kepada komite tersebut.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite sekolah/madrasah.
Kalau selama ini garis
pertanggungjawaban kepala sekolah dan penyelenggara pendidikan di sekolah
bertanggungjawab kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Dirjen Dikdasmen.
Selama ini Komite Sekolah memang telah dibentuk oleh Pemerintah, tetapi
perannya terbatas hanya untuk mengawasi dana Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Komite Sekolah yang baru ini tentu tidak terbatas hanya untuk mengawasi dana
JPS saja, melainkan juga berperan bagi upaya peningkatan mutu pendidikan di
sekolah, berfungsi untuk terus menjaga transparansi dan akuntabilitas sekolah,
serta menyalurkan partisipasi masyarakat pada sekolah.
Tentu saja Komite Sekolah ini mesti diawali
dengan melakukan upaya optimalisasi organisasi orang tua siswa di sekolah.
Upaya ini sangat penting lagi di saat keadaan budaya dan gaya hidup generasi
kita sudah mulai tidak jelas sekarang ini. Dengan adanya upaya ini jalinan
antara satu sisi, orang tua, dan di sisi lain sekolah, bisa bersama-sama
mengantisipasi dan mengarahkan serta bersama-sama meningkatkan kepedulian
terhadap anak-anak di usia sekolah. Dengan demikian, pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan
(BP3) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
nomor 0293/U/1993 juga perlu disesuaikan dengan nuansa dan paradigma
perkembangan pendidikan nasional. Karena itu, Komite Sekolah yang baru ini adalah
gabungan peran dari Komite Sekolah JPS, Organisasi Orang Tua Siswa dan BP3.
komite Sekolah yang baru ini bertujuan membantu kelancaran penyelenggaraan
pendidikan di sekolah dalam upaya ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan
dan mengembangkan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut
tentu saja Komite Sekolah mesti melakukan berbagai upaya dalam mendayagunakan
kemampuan yang ada pada orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitarnya,
termasuk LSM-LSM yang memiliki concern di bidang pendidikan. Agar independensi
komite ini tetap terjaga, maka tampaknya keanggotaan tidak lagi memasukkan
aparat sekolah dan pemerintahan. Keanggotaan Komite Sekolah adalah orang tua
siswa, tokoh masyarakat, pakar dan pengamat pendidikan, LSM-LSM, dan mungkin
juga perwakilan-perwakilan dari organisasi masyarakat dan pemuda yang ada.
Hal-hal yang dapat
didukung orang tua dalam mencapai tujuan pendidikan menurut Sergiovanni dalam
Sagala, (2004) adalah pengembangan kecintaan untuk belajar, pemikiran kritis dengan
kecakapan memecahkan masalah, apresiasi atau penghargaan estetika, kreativitas,
dan kompetensi perseorangan.
G. Implementasi pendidikan berbasis masyarakat
Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur
pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana
dan Sumber daya lain yang tata cara nmengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan
sumber daya lainnya.
1. Bantuan teknis, yaitu
penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta
pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
2. Subsidi dana
penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang
bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi.
3. Sumber daya lain dalam
penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan
tenaga kependidikan dan sarana dan prasarana pendidikan.
secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah
Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. 2001 adalah: peran sebagai pelayan masyarakat, peran sebagai fasilitator, peran sebagai pendamping, peran sebagai mitra dan peran sebagai penyandang dana
secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah
Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. 2001 adalah: peran sebagai pelayan masyarakat, peran sebagai fasilitator, peran sebagai pendamping, peran sebagai mitra dan peran sebagai penyandang dana
H. Kendala dalam Implementasi pendidikan berbasis
masyarakat.
Kendala dalam mengimplementasikan Pendidikan Berbasis
Masyarakat menurut Sagala, S., 2004 adalah:
1.
Sistem perencanaan, pengangguran dan
pertanggungjawaban keuangan yang dianut pemerintah masih dari atas ke bawah
(top down).
2.
Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau
kekuatan energi masyarakat.
3.
Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri
bertindak sebagai pelayan.
4.
Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat
beragam, sedangkan sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan
bersifat standar.
5.
Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-halyang bersifat kebutuhan badani /
kebendaan.
6.
Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
7.
Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang
seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
8.
Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang
pendidikan masih kurang.
9.
Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan
tenaga kependidikan.
Egoisme
sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang
kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan
berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing.
referensi :
http://phairha.blogspot.co.id/2012/10/pendidikan-berbasis-masyarakat.html
http://ichasulaiman.blogspot.co.id/2015/02/pendidikan-berbasis-masyarakat.html
http://seputarpendidikan003.blogspot.co.id/2013/06/pendidikan-berbasis-masyarakat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar