Tiga
jenis binatang kecil yang menjadi nama tiga surat dalam Alquran adalah semut
‘Alnaml’, laba-laba ‘Alankabut’, dan lebah ‘Alnahl’. Ketiga binatang itu punya
ciri yang khas dan unik.
Semut
menghimpun makanannya sedikit demi sedikit tanpa henti. Karena ketamakannya menghimpun
makanan, binatang ini berusaha –dan sering berhasil– memikul sesuatu yang lebih
besar dari badannya.
Laba-laba
adalah binatang dengan sarang paling rapuh (QS 29:41). Meski demikian, sarang
ini bukanlah tempat yang aman. Binatang kecil apa pun yang tersangkut di sana
akan terjebak, disergap pemilik sarang, lalu tewas.
Sementara
lebah memiliki insting –yang dalam bahasa Allah disebut “atas perintah Tuhan,
ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal” (QS 16:68). Lebah
sangat disiplin dalam pembagian kerja. Segala hal yang tidak berguna
disingkirkan dari sarang. Dia tidak akan menggangu kecuali ada yang
menggangunya, bahkan sengatan lebah pun bisa dijadikan obat.
Di zaman
ini jelas ada yang berbudaya seperti semut: menumpuk dan menghimpun ilmu (tanpa
mengolahnya) dan materi (tanpa disesuaikan dengan kebutuhannya). Budaya semut
adalah “budaya mumpung”. Ada juga yang “berbudaya seperti laba-laba”, yang
sifatnya boros. Budaya ini juga banyak terjadi di kalangan masyarakat modern.
Mereka cenderung menyerap produk-produk baru yang belum tentu dibutuhkan.
Orang
berbudaya seperti budaya laba-laba sangat merugikan orang lain dan tidak
mensyukuri nikmat yang telah didapatkannya, ia tidak lagi berpikir tentang
sekitarnya dan mereka tidak lagi membutuhkan berpikir apa, siapa, kapan, dan di
mana. Apa yang ia pikirkan hanyalah untuk kepentingan dan kesenangan pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar