Dikotomi
berasal dari bahasa Inggris, yaitu dichotomy yang berarti pembagian dua bagian,
pembelahan dua, bercabang dua bagian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dikotomi diartikan pembagian dalam dua kelompok yang saling bertentangan. Dikotomi
adalah memisahkan sesuatu yang padu menjadi dua hal yang berbeda sehingga
tampak bertentangan. Dikotomi pendidikan adalah memisahkan kelompok mata
pelajaran agama dan mata pelajaran umum untuk disampaikan kepada peserta didik
di sekolah/madrasah. Dikotomi dan dualisme memisahkan keilmuan menjadi dua
kelompok, yaitu ilmu pengetahuan keagamaan dan ilmu pengetahuan umum, namun dikotomi
lebih terfokus pada aspek isi atau konten materi , sedangkan dualisme itu lebih
mengarah pada sistem pengelolaan pendidikan, seperti madrasah di bawah naungan
Kementerian Agama dan sekolah di bawah payung Kementerian Pendidikan Nasional.
Dikotomi muncul berdasarkan kepentingan Belanda sebagai penjajah, seperti:
untuk meningkatkan pengetahuan mereka berkaitan dengan ilmu-ilmu umum dan
pengetahuan tentang masyarakat Indonesia, keperluan tenaga pembantu rumah
tangga dari penduduk pribumi sehingga mereka diberikan pendidikan secukupnya,
ingin mendapatkan simpati dari warga penduduk pribumi karena jasa pendidikan
yang diberikan, kepentingan misionaris, dan lain sebagainya. Dalam Islam,
kehadiran dikotomi keilmuan ternyata menjadi salah satu penyebab kemunduran
umat Islam dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu sejak abad ke-16
sampai abad ke-17, dan masa tersebut lebih dikenal dengan abad stagnasi
pemikiran Islam.
Menurut
Ikhrom ada empat dampak dari dikotomi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama yaitu
: Munculnya ambivalensi orientasi pendidikan Islam, dimana selama ini,
lembaga-lembaga semacam pesantren dan madrasah mencitrakan dirinya sebagai
lembaga pendidikan Islam dengan corak tafaqquh fi al-din yang menganggap
persoalan mu’amalah bukan garapan mereka; Munculnya kesenjangan antara sistem
pendidikan Islam dan ajaran Islam. Sistem pendidikan yang ambivalen
mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan ilmu-ilmu agama Islam dan
ilmu-ilmu umum. Pandangan tersebut jelas bertentangan dengan konsep ajaran
Islam sendiri yang bersifat integral, dimana Islam mengajarkan harus adanya
keseimbangan antara urusan dunia dan urusan akhirat; Terjadinya disintegrasi
sistem pendidikan Islam, dimana masing-masing sistem pendidikan (umum/Barat dan
agama/Islam) berusaha mempertahankan eksistensinya; Munculnya inferioritas
pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan sistem pendidikan Barat
yang pada kenyataannya kurang menghargai nilai-nilai kultural dan moral telah
dijadikan tolok ukur kemajuan dan keberhasilan sistem pendidikan Indonesia. Akibat
adanya dikotomi pendidikan yaitu pendidikan umum sebagai “rival” dari
pendidikan agama yang sangat kurang menerima asupan nilai keagamaan, yang berdampak
menggunakan pengetahuan untuk kejahatan, tawuran, pemikiran sekuler, ateis, dan
lain sebagainya. Semua itu adalah buah dari pendidikan atau pengetahuan umum
yang jauh dari sentuhan agama akibat dari adanya dikotomi. Tidak ada pendidikan
yang sempurna jika pola dikotomi masih digunakan, karena antara pengetahuan
agama dan pengetahuan umu saling memerlukan dan melengkapi satu sama lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar