Diatas
puncak gunung kapur di Ciampea Bogor terdapat sebuah makom (petilasan), belum
diketahui pasti tempat tersebut petilasan siapa, tetapi makom tersebut berada
di puncak gunung kapur dimana puncaknya sendiri adalah batu-batu karang laut
seperti umumnya batu karang yang ada di laut. Mungkin dahulu daerah tersebut
memang sebuah bagian dari laut yang terendam sesudah jaman es mencair. Mungkin
juga di tempat tersebut sudah ada peradaban pada saat air laut mulai surut. Sayang
sekali cerita itu tidak didukung dengan fakta-fakta serta cerita-cerita
sejarah, atau mungkin fakta sejarah itu saat ini belum tergali/belum
ditemukan.Kampung Muara dekat tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah
ditemukan, dahulu merupakan sebuah “Kota pelabuhan sungai” yang bandarnya terletak
di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Menurut cerita, dahulu di dekat
gunung kapur tersebut memang merupakan suatu pelabuhan yang biasa dikenal
dengan nama dermaga, barangkali itulah sebabnya di sekitar Kampus IPB sekarang
disebut daerah Darmaga. Hingga awal abad ke 19 tempat tersebut memang masih
digunakan sebagai pelabuhan terutama oleh para pedagang bambu.
Kerajaan-kerajaan
yang berhubungan dengan sejarah kota Bogor diantaranya adalah: Kerajaan Salaka
Nagara, rajanya bernama Dewawarman (I – VIII), tidak diketahui pasti kapan
kerajaan ini berdiri, letak kerajaan Salaka Nagara ini diperkirakan berada di
sekitar Pandeglang Banten, namun ada juga yang beranggapan bahwa letak Salaka
Nagara ada di kaki gunung Salak di sebelah Barat kota Bogor. Menurut cerita
kerajaan ini didirikan oleh seseorang yang bernama Aki Tirem, yang kemudian
keturunannya mendirikan kerajaan Salaka Nagara, konon nama gunung Salak diambil
dari asal kata Salaka.
Pada
catatan sejarah India, para cendekiawan India telah menulis tentang nama
Dwipantara atau kerajaan Jawa Dwipa di pulau Jawa sekitar 200 SM. Dan dari
catatan itupun diketahui bahwa Kerajaan Taruma menguasai Jawa sekitar tahun 400
M. Salakanagara (kota Perak) pernah pula disebutkan dalam catatan yang disebut
sebagai ARGYRE oleh Ptolemeus pada tahun 150 M.Dari peninggalan sejarah yang
berhasil ditemukan hingga saat ini, asal mula kota Bogor dapat ditelusuri mulai
dari Ciaruteun, Ciampea. Di Ciaruteun terdapat sebuah prasasti peninggalan
kerajaan Taruma Nagara (358 – 669 M), prasasti tersebut diperkirakan dibuat
pada tahun 450 M, jauh sebelum Kerajaan Pajajaran dan Majapahit serta
kerajaan-kerajaan lainnya berdiri di Indonesia. Letak prasasti itu sendiri saat
ini sudah dipindahkan, semula prasasti itu berada di tengah-tengah sungai
Ciaruteun yang kemudian dipindahkan ke tepi karena prasasti tersebut beberapa
kali terbawa arus pada saat banjir bandang di sungai Ciaruteun.
Selain
itu di area yang sama terdapat pula prasasti lainnya yang biasa disebut dengan
prasasti Tapak Gajah. Prasasti ini diperkirakan dibuat bersamaan dengan
prasasti yang ada di sungai Ciaruteun. Arti dari isi prasasti ini kira-kira:
“Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti
Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa”. Di salahsatu
bagian kaki gunung Salak ada pula ditemukan sebuah prasasti di desa Jambu
kampung Pasirgintung kecamatan Nanggung, oleh karena itu biasa disebut dengan
Prasasti Jambu. Pada prasasti ini terukir 2 telapak kaki dan 2 baris huruf palawa
dalam bahasa sansekerta, kemungkinan prasasti ini dibuat pada masa yang hampir
bersamaan pula dengan dengan Prasasti Ciaruteun. Prasasti ini bertuliskan:
“Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya
bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak
dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak
kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu
menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi
merupakan duri bagi musuh-musuhnya”.
Pada
prasasti Ciaruteun dipahat juga sepasang telapak kaki serta tulisan dengan
huruf palawa dalam bahasa sansekerta, bunyi tulisan tersebut kira-kira “Inilah
telapak kaki yang mulia Sang Purnawarman Raja Negeri Taruma yang gagah berani,
yang menguasai dunia sebagai telapak kaki Dewa Wisnu”. Tidak diketahui dengan
pasti mengapa prasasti-prasasti tersebut ada di daerah itu, apakah karena pusat
pemerintahannya ada disana atau tempat tersebut merupakan salah satu tempat
penting pada masa itu yang berada dikawasan kerajaan.Pada masa Kerajaan Taruma
Nagara kerajaan ini diperintah oleh 12 orang raja, berkuasa dari tahun 358 –
669 M.Kerajaan Sunda, nama baru dari kerajaan Taruma Nagara, diperintah 28 orang
raja, tahun 669 – 1333 M. Pada masa ini, kerajaan tersebut dipecah menjadi 2
bagian, di sebelah Barat bernama kerajaan Sunda dan di sebelah Timur bernama
kerajaan Galuh dengan sungai Citarum sebagai batasnya.Kerajaan Kawali,
diperintah oleh 6 orang raja, tahun 1333 – 1482 M. Kerajaan-kerajaan diatas
adalah kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh “garis keturunan” yang sama.
Kerajaan
Taruma didirikan oleh Jayasingawarman, keturunan-keturunan raja Kerajaan Taruma
pergi ke luar wilayah kerajaan serta membentuk kerajaan-kerajaan baru di
wilayah lain. Ini terlihat dari berdirinya kerajaan-kerajaan baru yang lebih
“muda” usianya dibandingkan dengan kerajaan Taruma Nagara. Pada masa abad ke 7
hingga abad ke 14 kerajaan Sriwijaya berkembang di Sumatera. Penjelajah Tiongkok
yang bernama I Ching pernah mengunjungi ibukotanya yaitu Palembang sekitar
tahun 670. Pada abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan di
Jawa Timur yaitu Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, yang
bernama Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini
sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.
Mungkin karena senioritas atau karena kekerabatan atau juga karena sebab
lainnya, kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh tidak pernah dikuasai oleh kerajaan
Majapahit.
Ada
2 orang keturunan Taruma Nagara yang menjadi raja besar diluar tanah Sunda:
1.
Sanjaya / Rakeyan Jamri / Prabu Harisdama, raja ke 2 Kerajaan Sunda (723 –
732M), menjadi raja di Kerajaan Mataram (732 – 760M). Ia adalah pendiri
Kerajaan Mataram Kuno, dan sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya.
2.
Raden Wijaya, penerus sah Kerajaan Sunda ke – 27, yang lahir di Pakuan, menjadi
Raja Majapahit pertama (1293 – 1309 M).
Selain
itu dikisahkan pula bahwa Putri Sobakancana anak dari Linggawarman, raja Taruma
Nagara terakhir menjadi isteri Dapuntahyang Srijayanasa yang kemudian
mendirikan kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Di bawah kekuasaan Purnawarman
terdapat 48 raja-raja daerah yang kekuasaannya membentang dari Salakanagara
atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga
(sekarang Purbalingga) di Jawa Tengah. Secara tradisional Ci Pamali (Kali
Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa bagian Barat
pada masa silam.Kerajaan Galuh Pakuan (516 – 852 M), berada di sekitar wilayah
kota Ciamis sekarang. Pendiri kerajaan Galuh adalah keturunan raja Taruma
Nagara yang pergi menuju sekitar Selatan Jawa. Kerajaan Galuh didirikan oleh
cicit dari Manikmaya, menantu Suryawarman (raja Taruma Nagara ke 7). Ada
sebagian dari keturunan raja Galuh (yang juga keturunan Taruma Nagara) yang
kemudian kembali menuju Utara dan mendirikan kerajaan dengan nama baru Pakuan
Pajajaran. Sedangkan sebagian lainnya pergi menuju Timur untuk kemudian
mendirikan kerajaan-kerajaan baru di wilayah Jawa Tengah (Sanjaya, mendirikan
Mataram) dan Jawa Timur (Raden Wijaya, mendirikan Majapahit).
Kerajaan
Pakuan Pajajaran biasa disebut kerajaan Pajajaran saja (1482 – 1579 M). Pada
masa kejayaannya kerajaan ini diperintah oleh seorang raja yang sangat terkenal
yaitu Sri Baduga Maharaja dengan gelar Prabu Siliwangi dinobatkan sebagai raja
pada usia 18 tahun. Raja tersebut terkenal dengan “ajaran dari leluhur yang
dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan”.Pusat kota Pajajaran ini terdapat
di sekitar wilayah Batutulis sekarang, ini diketahui dari ditemukannya
sisa-sisa bekas bangunan istana yang ditemukan di sekitar wilayah itu. Ini
terungkap dalam ekspedisi yang dilakukan pihak VOC sebelum menguasai suatu
wilayah baru.Untuk kesejahteraan rakyatnya yang sebagian besar bertani dan juga
untuk menghalangi serangan pihak musuh maka pada masa itu dibuat sebuat sodetan
sungai yang sekarang dikenal dengan nama kali Cidepit dan Cipakancilan. Sungai
Cidepit dan Cipakancilan adalah sungai buatan yang sumber airnya berasal dari
sungai Cisadane.
Sama
seperti kerajaan sebelumnya, kerajaan Pajajaran sendiri pada masa kejayaannya
sudah menjalin hubungan dagang dengan negara-negara di Asia, Timur Tengah serta
Eropa. Pelabuhan lautnya ada di Sunda Kalapa yang kemudian berubah nama menjadi
Batavia dan kemudian berubah lagi menjadi Jakarta yang sekarang.Prabu Siliwangi
memiliki beberapa orang anak dari beberapa orang isteri. Dari istrinya yang
bernama Kentring Manik Mayang Sunda (beragama Islam) (puteri Prabu
Susuktunggal, raja kerajaan Sunda) keturunan-keturunannya pergi mengembara
serta membangun wilayah pesisir Utara di wilayah Karawang. Dari istrinya yang
bernama Subang Larang (beragama Islam) (puteri Ki Gedeng Tapa yang menjadi raja
Singapura), Prabu Siliwangi memiliki 3 orang anak yaitu Kian Santang, Lara
Santang dan Cakrabuana. Kian Santang adalah anaknya yang paling sakti serta
memiliki ilmu yang sangat tinggi, konon dalam menuntut ilmu Islam Kian Santang
mengembara hingga ke Timur Tengah. Ada juga kisah yang menceritakan bahwa Kian
Santang dapat pergi menuju Pelabuanratu melalui sebuah goa besar yang terdapat
di sungai Ciliwung (dulu bernama cihaliwung). Letak goa itu sendiri sampai
sekarang belum ada yang berhasil menemukannya, tetapi dari mitos yang berkembang
letak goa itu berada di leuwi sipatahunan, sebuah bagian sungai yang paling
dalam yang sekarang berada di tengah-tengah lokasi kebun raya Bogor. Bagi
kalangan spiritual, leuwi sipatahunan ini konon memiliki aura misteri yang
sangat kuat. Lara Santang mengembara hingga ke Sumatera dan daratan Asia,
menyebarkan agama Islam yang di Sumatera dikenal dengan nama Ibu Syarifah
Mudaif. Lara Santang adalah ibu dari Syarif Hidayatullah, raja Cirebon yang
pada tahun 1579 ikut menyerang ke Pajajaran. Cakrabuana mengembara di sekitar
wilayah Cirebon, menurut cerita versi Pajajaran beliau yang mendirikan asal
muasal kota Cirebon.
Perbedaan
yang mencolok antara Ibu Subang Larang dengan Ibu Kentring Manik Mayang Sunda
adalah keunggulannya yang berbeda; Ibu Subang Larang mencerminkan sosok ibu
yang idealnya seperti seorang ibu sedangkan Ibu Kentring Manik Mayang Sunda
mencerminkan sosok seorang wanita yang perkasa dan mandiri. Bagi sebagian orang
Bogor, Ibu Subang Larang-lah yang biasa disebut dengan nama Ibu Ratu bukan Nyai
Roro Kidul seperti yang diyakini sebagian masyarakat.Menurut cerita, Prabu
Siliwangi tidak meninggal dunia tetapi beliau menghilang (sunda:ngahiyang),
karena itulah makam Prabu Siliwangi tidak pernah ditemukan hingga saat ini.
Legenda masyarakat yang berkembang mengatakan bahwa Prabu Siliwangi menghilang
dan kadang-kadang menampakan diri dengan wujud seekor harimau besar. Mungkin
ini dihubungkan dengan seorang anggota ekspedisi pimpinan Scipio pada tahun
1687 yang diterkam harimau besar di tepi sungai Cisadane di sekitar prasasti
Batutulis.
Pada
masa masa kejayaan Kerajaan Pajajaran ada 4 orang patih Pajajaran yang
terkenal:
Ranggagading,
paling sakti dan bertindak sebagai pimpinan para patih, petilasan Ranggagading
dapat ditemukan di desa Cipinang Gading di Batutulis Bogor. Entah bagaimana
cerita ini bermula tapi ada sebagian orang yang mempercayai bahwa
Ranggagading-lah yang selama ini disebut-sebut sebagai patih Gajahmada di
kerajaan Majapahit.
Ranggawulung,
petilasannya ada di dekat kota Subang
Ranggadipa,
petilasannya ada di dekat kaki gunung kapur Ciampea
Ranggasukma,
hingga saat ini petilasannya belum ditemukan.
Di
sekitar kota Bogor banyak “nama-nama lama” peninggalan bekas kerajaan Pajajaran
pada saat masih berdiri, misalnya Lawang Gintung, Lawang Saketeng, Pamoyanan,
Pasirkuda, Cibalagung, Pagentongan, Balekambang, Panaragan, Pagelaran dan
lain-lain.Peninggalan kerajaan Pajajaran yang terkenal adalah prasasti
Batutulis, isi prasasti ini kira-kira berarti: “Semoga selamat, ini adalah
tanda peringatan untuk Prabu Ratu almarhum. Dinobatkan dia dengan nama Prabu
Guru Dewataprana dinobatkan dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di
Pakuan Pajajaran. Sri sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit pertahanan
Pakuan, dia putra Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu
Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusalarang. Dialah yang
membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, undakan untuk hutan Samida dan
Sahiyang Talaga Rena Mahawijaya. Dibuat dalam saka 1455.” Selain prasasti
banyak pula peninggalan-peninggalan kerajaan Pajajaran yang ditemukan di
sekitar komplek ini, salah satunya adalah bangunan sisa kerajaan Pajajaran
(ditemukan oleh Scipio, seorang ekspedisi Belanda pada tahun 1687) pada saat
sesudah dibumihanguskan pada tahun 1579 oleh Kerajaan Banten (Maulana Yusuf)
yang berkoalisi dengan Kesultanan Cirebon (Syarief Hidayatullah).
Kerajaan
Pajajaran dibumihanguskan oleh Kerajaan Banten dan Cirebon karena Raja
Pajajaran pada saat itu menolak untuk di-Islamkan, agama “resmi” kerajaan yang
dianut saat itu adalah agama Sunda (Sunda Wiwitan?). Konon agama Sunda memang
tidak mensyaratkan untuk membangun tempat peribadatan khusus, oleh karena itu
maka sisa-sisa peninggalan yang berupa bangunan mirip candi hampir tidak
ditemukan di Jawa Barat. Pada saat pembumihangusan, raja terakhir kerajaan
Pajajaran yang bernama Raga Mulya (1567 – 1579) ikut tewas terbunuh dan
sebagian dari para pangeran yang tidak terbunuh lari menuju pakidulan, Selatan
Bogor (desa Sirnaresmi di sekitar Pelabuanratu) untuk kemudian menuju ke arah
pakulonan, menuju ke Barat (sekarang propinsi Banten), menurut cerita ada
anggapan bahwa kemungkinan mereka inilah yang menjadi cikal bakal dari
masyarakat Badui yang kita kenal sekarang.Prasasti Batutulis dibuat oleh Prabu
Surawisesa pada tahun 1533 M dengan maksud memperingati jasa-jasa ayahandanya
Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi yang
sakti. Selain itu di Batutulis tersebut adalah tempat upacara dilantiknya
raja-raja Pajajaran yang disebut dengan upacara Kuwerabhakti.
Sri
Baduga Maharaja adalah raja Pajajaran terbesar yang memerintah dari tahun 1482
sampai 1521 M. Pelantikan Sri Baduga Maharaja sebagai raja Pajajaran itu
sendiri dilakukan pada saat Sri Baduga Maharaja memindahkan ibukota kerajaan
dari Galuh ke Pajajaran (Bogor) pada tanggal 3 Juni 1482. Maka tanggal itulah
yang kemudian secara resmi oleh pemerintah ditetapkan sebagai hari jadi kota
Bogor, walapun ada juga yang mengganggap bahwa tanggal tersebut terlalu “muda”
untuk dijadikan penetapan hari jadi sebuah kota sesusia kota Bogor.Konon
kehancuran kerajaan Pajajaran disebabkan pula oleh adanya penghianatan dari
“orang dalam” yang merasa tidak puas dengan kepemimpinan Raga Mulya
(Suryakancana). Setelah kehancuran kerajaan Pajajaran pada tahun 1579 dan
larinya para pangeran kerajaan maka terputuslah sejarah kerajaan ini. Sesuai
tradisi, kursi singgasana milik kerajaan Pajajaran oleh Maulana Yusuf ikut
diboyong menuju Banten yang secara simbolis menyatakan bahwa kerajaan Pajajaran
tidak akan berdiri lagi. Inipun menandakan bahwa kekuasaan kerajaan Pajajaran
sebenarnya telah beralih ke Maulana Yusuf dari Banten. Terlebih dengan
berdirinya VOC beberapa tahun kemudian yaitu tahun 1602 yang memanfaatkan
perbedaan pendapat dan perpecahan diantara kerajaan-kerajaan yang ada di
Indonesia, maka berakhirlah sudah masa kerajaan Pajajaran.
Pada
tahun 1681 Belanda menandatangani kesepakatan dengan kesultanan Cirebon dan
tahun 1684 Belanda menandatangani kesepakatan dengan kesultanan Banten. Maka
ditetapkanlah batas wilayahnya yaitu sungai Cisadane, untuk itu dilakukan
sebuah ekspedisi untuk mencari sisa-sisa kerajaan Pajajaran pada tahun 1687
seperti diceritakan diatas. Cerita ini sebagian bersumber dari catatan dan
fakta sejarah dan sebagian lagi dari sebuah cerita yang diceritakan dan
diceritakan lagi serta diceritakan lagi secara turun temurun oleh para pangeran
kerajaan yang berhasil melarikan diri hingga kemudian cerita ini berubah
menjadi sebuah cerita rakyat dan kemudian ada yang berkembang menjadi sebuah
mitos.
Tidak
seperti kisah sejarah “versi pemerintah” yang terdapat dalam buku-buku sejarah
SD, SMP dan SMA bahwa yang selama ini selalu disebut-sebut sebagai awal mula
peradaban di Indonesia (pulau Jawa) adalah Kerajaan Mataram kuno. Dalam buku
sejarah “versi pemerintah” tersebut sedikit sekali tulisan tentang kerajaan
Tarumanagara bahkan kerajaan Pajajaran tidak disebutkan samasekali. Maka dalam
uraian singkat ini kami mencoba menggali lebih dalam lagi ke masa sebelum adanya
Kerajaan Mataram agar tidak ada fakta sejarah yang diputarbalikan hanya demi
sebuah kepentingan segelintir orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar