Kamis, 12 Januari 2017

Pengaruh Idealisme di Ruang Kelas

Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota Athena adalah kota yang berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.
Proses mengetahui terjadi dalam pikiran,manusia memperoleh pengetahuan melalui berpikir. Di samping itu, manusia dapat pula memperoleh pengetahuan melalui intuisi. Bahkan beberapa filsuf Idealisme percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat kembali). Plato adalah salah seorang penganut pandangan ini. Ia sampai pada kesimpulan tersebut berdasarkan asumsi bahwa spirit/jiwa manusia bersifat abadi, yang mana pengetahuan sudah ada di dalam spirit/jiwa sejak manusia dilahirkan.
Para filsuf Idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifat abadi. Menurut penganut Idealisme Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Baik dan jahat, indah dan jelek diketahui setingkat dengan ide baik dan ide indah konsisten dengan baik dan indah yang absolut dalam Tuhan. Penganut Idealisme Pantheistik mengidentikan Tuhan dengan alam. Nilai-nilai adalah absolut dan tidak berubah (abadi), sebab nilai-nilai merupakan bagian dari aturan-aturan yang sudah ditentukan alam (Callahan and Clark, 1983). Sebab itu dapat Anda simpulkan bahwa manusia diperintah oleh nilai-nilai moral imperatif dan abadi yang bersumber dari Realitas Yang Absolut.
Bagi aliran idealisme, peserta didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Guru menjadi agen penting dalam menolong siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin Guru idealis menyajikan bahan belajar warisan budaya yang terbaik. Membuat siswa berperan dalam menyumbangkan karya mereka untuk masyarakat. Guru idealis akan menekankan para siswa untuk menggapai cita- cita tertinggi yang mampu ia raih. Menunjukkan jalan bagi siswa untuk mencapai yang terbaik dalam hidup. Visi hidup haruslah tinggi sehingga menginspirasi siswa untuk berjuang lebih keras. Siswa tidak boleh terpengaruh dengan kondisi sosial yang tidak mendukung pencapaian cita- cita. Siswa diajarkan untuk berani bermimpi kemudian berjuang keras untuk mewujudkan mimpi- mimpinya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme sebagai berikut :
1). Tujuan Pendidikan
Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial. Mengingat bakatmanusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuaidengan bakatnya masing-masing sehingga kedudukan, jabatan, fungsi dan tangung jawab setiap orang di dalam masyarakat/negara menjadi teratur sesuai asas “the right man onthe right place” , dan lebih jauh dari itu agar manusia hidup sesuai nilai dan norma yang diturunkan dari Yang Absolut.
2). Kedudukan Siswa
Kedudukan siswa yang dimaksud disini yaitu siswa bebas untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3). Peranan Guru
Peranan guru yang dimaksud disini adalah guru dapat bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan siswa. Selain itu guru harus unggul agar menjadi teladan bagi parasiswanya, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru harus unggul dalam pengetahuan dan memahami kebutuhan-kebutuhan serta kemampuan-kemampuan para siswa,  serta guru  harus mendemonstrasikan keunggulan moral dalam keyakinan dan tingkah lakunya. Guru harus dapat  melatih berpikir kreatif dalam mengembangkan kesempatan bagi pikiran siswa untuk menemukan, menganalisis, memadukan, mensintesa, dan menciptakan aplikasi-aplikasi pengetahuan untuk hidup dan berbuat.
4). Kurikulum
Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk memproleh pekerjaan. Kurikulumnya diorganisasi menurut mata pelajaran dan berpusatpada materi pelajaran (subject matter centered). Karena masyarakat dan Yang Absolut mempunyai peranan menentukan bagaimana seharusnya individu hidup, maka isi kurikulum tersebut harus merupakan nilai-nilai kebudayaan yang esensial dalam segala zaman. Sebab, itu, mata pelajaran atau kurikulum pendidikan itu cenderung berlaku
sama untuk semua siswa.
5). Metode
Metode yang di gunakan adalah metode dialek. Dimana metode dialek itu merupakan  metode  yang dapat mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, yang dapat mendorong untuk berpikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berpikir logis,  memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosial; meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, serta dapat mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia.
Dalam konsep ini, guru harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sabagai alat. Guru harus bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia merupakan contoh yang baik untuk diterima oleh siswanya. Idealisme memiliki tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, dimana tujuan itu berada di luar kehidupan sekarang ini. Tujuan pendidikan idealisme akan berada di luar kehidupan manusia itu sendiri, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi, yang berasal dari Tuhan.
Daftar Pusaka
Noor, M., (Ed.). 1987. Filsafat dan Teori Pendidikan: Jilid I Filsafat Pendidikan, Sub Koordinator Mata kuliah filsafat dan Teori Pendidikan. Bandung:Fakultas Ilmu Pendidikan.
Syaripudin, T. dan Kurniasih. 2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:Percikan Ilmu.

Syam, M. N.. 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya:Usaha Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar