Kamis, 12 Januari 2017

Krisis Pendidikan

Krisis Pendidikan
Di zaman modern ini, banyak bermunculan berbagai macam krisis kehidupan  manusia, terutama pada bidang pendidikan. Dan sebagai manusia yang mempunyai akal pikiran kita dituntut untuk mampu memecahkan berbagai macam problematika yang terjadi baik di masa kini maupun  problematika untuk menjawab tantangan di masa mendatang. Berbagai macam teoripun bermunculan, seperti teori yang diungkapkan oleh para penganut filsafat perenialisme, yang mana menurut mereka perenialisme memberikan jalan keluar dan dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya.
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang diartikan sebagai continuing throughout the whole year atau lasting for a very long time, yang bermakna abadi atau kekal. Dari makna tersebut mempunyai maksud bahwa perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi.
Seperti yang telah dibahas, bahwa pada masa ini begitu banyak terjadinya krisis kehidupan terutama pada bidang pendidikan, salah satunya seperti kurangnya kemampuan peserta didik untuk menguasai beberapa mata pelajaran. Hasil-hasil riset internasional yang penting seperti PISA dan TIMNSS menunjukkan indonesia konsisten di bawah dalam kemampuan siswa di bidang matematika, sains, dan membaca. Hampir rata-rata banyak siswa yang tidak menyukai bidang matematika, sains dan membaca karena menurut pandangan mereka bidang tersebut begitu sulit dan membosankan untuk dipelajaran, terutama membaca. Padahal membaca itu sangat bermanfaat bagi seseorang untuk menambahkan wawasan pengetahuan mereka. Tetapi rata-rata siswa lebih suka membaca sesuatu yang menurut mereka menarik seperti komik, cerita pendek (cerpen), novel, bahkan terkadang membaca itu kalah menariknya dengan acara-acara stasiun televisi.
Padahal dalam proses belajar mengajar siswa belum tentu dapat menyimak seluruh pelajaran yang Ia terima dan belum tentu juga yang mereka simak dapat tertanam dipikiran mereka. Maka dari itu para peserta didik diharapkan untuk terus membaca agar dapat mengasah pengetahuan mereka serta sekaligus menambah wawasan pengetahuan mereka. Apalagi sekarang teknologi sudah lebih maju dari zaman sebelumnya, siswa dapat mencari semua hal pengetahuan dengan mudah dan cepat. Tetapi pada kenyataannya rata-rata teknologi digunakan untuk hal-hal yang menyimpang atau untuk hal-hal yang tidak berguna bagi kehidupan, yang biasanya dapat mengubah karakter siswa menjadi kurang baik.
Sebenernya semua ini bukan sepenuhnya kesalahan para peserta didik, mereka hanya kurang mendapatkan pengarahan dari orang dewasa karena minimnya pengetahuan yang mereka miliki. Di sinilah proses pendidikan sangat dibutuhkan untuk siswa sebagai pengembang kemampuan serta pembentukan karakter dalam diri mereka. Tetapi terkadang terjadi penghambatan dalam proses pendidikan, baik dari segi fasilitas, biaya dan sebagainya.
Guru adalah salah satu fasilitator pada saat proses kegiatan belajar mengajar. Tetapi terkadang pada kenyataannya sangat jarang ditemui guru yang benar-benar menjalankan profesinya. Rata-rata mereka hanya memberi materi dengan ceramah sedangkan siswa hanya sebagai pendengar yang belum tentu mendengarkan seluruh rangkaian materi yang sedang dijelaskan tersebut. Guru pun belum tentu menanyakan atau memberi evaluasi langsung kepada siswanya, setelah penyampaian materi. Sehingga siswa belum tentu dapat memahami serta menguasai materi yang telah disampaikan. Padahal pada dasarnya yang dinamakan proses belajar mengajar bukanlah seperti itu, tetapi kenyataannya pada pendidikan banyak dijumpai hal-hal yang seperti itu.
Semua krisis-krisis kehidupan yang muncul mungkin karena terjadinya perkembangan zaman dan teknologi. Pada aliran perenialisme menurut Zuhairini sebgaimana dikutip Abdul Khodir dalam bukunya filsafat pendidikan islam, menganggap bahwa zaman modern adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan sehingga banyak menimbulkan krisis di segala bidang kehidupan manusia. Untuk menghadapi krisis tersebut, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan regressive road to culture, yaitu jalan kembali atau mundur kepada kebudayaan yang lama (masa lampau), kebudayaan yang dianggap ideal dan telah teruji ketangguhannya. Di sinilah pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam rangka mengembalikan keadaan manusia modern kepada kebudayaan masa lampau yang ideal. Dengan proses belajar mengajar siswa diberi tahu tentang nilai-nilai serta norma-norma yang ideal, serta mengajarkan siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan intelektual, dan pemikiran rasio mereka. Pendidikanpun harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiaanya pada kebudayaan yang telah teruji dan tangguh.
Tuntunan tertinggi dalam pembelajaran menurut perenialisme, adalah adalah latihan dan disiplin mental. Ketika proses belajar perlunya pembiasaan  pada diri anak sejak dini dengan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung. Dari sini, siswa dilatih dan dibina cara pemikirannya, sehingga hal ini membuat manusia menjadi dirinya sendiri yang membedakannya dari mahluk yang lain.
Banyak yang berfikir bahwa tugas guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai prantara dalam penyampaian materi. Tetapi menurut pandangan perenialisme, guru bukanlah sebuah prantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar mengajar. Jadi, dalam proses pembelajaran bukan hanya murid yang belar, tetapi guru juga belajar untuk mengasah pengetahuaanya kembali, dan menambah wawasannya kembali.
Pada kenyataannya yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Pada saat ini, belum atau jarang dijumpainya guru yang benar-benar menjalankan profesinya sebagai guru. Sebenarnya begitu banyak pelatihan yang diadakan oleh kementrian pendidikan dengan tujuan untuk memberikan wawasan lebih kepada setiap guru. Tetapi pada kenyataannya begitu minim guru atau peserta yang mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut. Padahal jika guru mengikuti pelatihan tersebut, guru dapat lebih mengetahui kurikulum apa yang sedang berjalan dan digunakan, guru juga dapat lebih memahami posisinya atau profesinya sebagai guru yang lebih berkualitas.
Bila guru tidak mengikuti sebuah pelatihan pun berdampak juga kepada siswanya atau proses belajar mengajarnya. Karena minimnya pengetahuan serta kurangnya penguasaan guru pada kurikulum yang sedang berjalan atau digunakan. Sehingga pemberian atau penyampaian materi menjadi terhambat atau menjadi tidak sesuai dengan yang direncanakan oleh pemerintah.
Selain masalah tersebut, terdapat juga masalah pada siswa seperti kurangnya nilai-nilai dan norma-norma pada diri mereka. Banyak terjadinya masalah pada pelajar seperti tauran antar siswa/sekolah, pergaulan bebas, beredarnya narkotika dalam kalangan pelajar. Bahkan kenyataannya siswa sekolah dasar juga sudah ada yang merokok. Semua itu karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang tertanam dalam diri siswa.
Begitu banyaknya krisis kehidupan di Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan. Bagi para penganut perenialisme, aliran ini sangat tepat untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan. Karena perenialisme mengajak kita untuk kembali atau mundur kebudayaan lama (masa lampau). Selain itu aliran ini berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi.
Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi: nafsu, kemauan, dan pikiran. Maka pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan pada masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Dengan demikian keadaan pendidikan disesuaikan pada potensi manusia yang memiliki nafsu, kemauan dan pikiran. Sehingga pendidikan dapat terpenuhi dengan baik.
Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar