Kamis, 12 Januari 2017

“GURU DAN TUNJANGAN PROFESI”



Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau hakikat dari segala sesuatu ialah materi. Karena itu materialisme mempersoalkan metafisika, namun metafisikanya adalah metafisika materialisme.Materialisme merupakan istilah dalam filsafat ontology yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, efistemologi, atau penjelasan historis. Maksudnya, suatu keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pada sisi ekstrem yang lain, materialisme adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran ( roh, kesadaran, dan jiwa ) hanyalah materi yang sedang bergerak.Materi merupakan hakikat yang nyata. Rohani, spritual atau supranatural bukalah sesuatu yang nyata adanya. Yang ada hanyalah materi, tak ada alam rohani atau alam spiritual. Materi dan alam semesta sama sekali tidak memiliki karakteristik-karakteristik pikiran dan tidak ada entitas-entitas nonmaterial. Realitas satu-satunya adalah materi. Setiap perubahan bersebab materi atau natura dan dunia filsafat,adaun tokoh tokohnya antara lain: Karl Marx (1818-1883),Thomas Hobbes (1588-1679 M),.Hornby (1974),Van Der Welj (2000).
Pendidikan merupakan proses kondisionisasi lingkungan (Sadullah, 2007:116). Pendidik memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol proses atau jalannya roda pendidikan. Sermentara peserta didik tidak punya kebebasan dalam proses pembelajaran; yang dilaksanakan dengan metode kondisionisasi. Kiranya dapat dipahami bahwa perubahan perilaku menjadi titik perhatian paham materialisme
Aliran materialisme ini kita kaitkan dengan guru pada masa kini,banyak guru yang hanya mengedepankan tunjangan profesi semata,tidak mengedepankan pembelajaran kepada siswa,dan kurang adanya komunikasi terhadap orang tua siswa.sehingga banyak siswa siswa yang melakukan penyimpangan sosial.Murid sekarang sulit dinasihati,Murid tidak cukup dinasihati sekali atau dua kali.padahal Teknologi komunikasi yang canggih sekarang membuat hubungan guru dengan orangtua bisa dilakukan melalui telepon, handphone, SMS bahkan melalui media jejaring sosial seperti facebook, maupun melalui Blackberry Messenger (BBM) yang notabene 24 jam bisa dilakukan.
Padahal tugas guru sudah di atur dalam Undang-undang pasal 1 No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa yang disebut sebagai Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Berdasarkan definisi di atas jelas bahwa tenaga kependidikan memiliki lingkup “profesi” yang lebih luas, yang di dalamnya mencakup tenaga pendidik. Pustakawan, staf administrasi, staf pusat sumber belajar, kepala sekolah adalah kelompok “profesi” yang masuk dalam kategori sebagai tenaga kependidikan. Sementara mereka yang disebut pendidik adalah orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan berhadapan dan berinteraksi langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu proses yang sistematis, terencana, dan bertujuan.
Pasal 39 Undang-Undang yang sama menyatakan bahwa (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dan (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Sedangkan menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pasal-pasal dalam PP No. 19 tahun 2005 yang mengatur tentang pendidikan adalah pasal 28 s.d 34. Dimana pendidik (guru) harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud dalam pernyataan tersebut adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
Tapi guru juga mempunyai hak sebagai wadah independen untuk meningkatkan kompetisi karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteran dan atau pengabdian, menetapkan kode etik guru, memperjuangkan aspirasi dan hak-hak guru.
Perhatian pemerintah terhadap tenaga pendidik khususnya Guru baik guru PNS maupun non PNS, sekarang ini semakin besar. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian beberapa tunjangan bagi guru untuk memberikan kesejahteraan yang lebih baik. Salah satu tunjangan yang diberikan kepada Guru PNS dan non PNS yang dibebankan pada APBN adalah TunjanganProfesi Guru dan Tunjangan Khusus Guru. Pemberian tunjangan tersebut diatur petunjuk pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen serta Tunjangan Kehormatan Profesor.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi dengan mengacu pada Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Dampak Positif Sertifikasi Guru        
Sertifikasi guru sangat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di sekolah-sekolah. Manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai berikut:[4]
  1. Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
  2. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan professional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.
  3. Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.
  4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Dampak Negatif Sertifikasi Guru
Pelaksanaan program sertifikasi tujuan dasarnya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena dengan meningkatnya kualitas pendidikan, maka akan dapat pula mendongkrak kualitas pendidikan bangsa Indonesia saat ini. Meski proses sertifikasi guru sudah memasuki periode keempat, bukan berarti kendala dan permasalahan yang menyertai sertifikasi guru sirna.dampaknya adalah sbb:
a.      Menjadi Sosok yang Certificate-Oriented
Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian portofolio ini kemudian menimbulkan polemik baru.Banyak para pengamat pendidikan yang menyangsikan keefektifan pelaksanaan sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan ada yang berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini berkaitan dengan temuan-temuan dilapangan bahwa adanya indikasi kecurangan dalam melengkapi berkas portofolio oleh para guru peserta sertifikasi.“Kecurangan dengan memalsukan dokumen portofolio itu memang ada.
b.      Miskin Keterampilan dan Kreatifitas
Guru bukanlah bagian dari sistem kurikulum, tetapi keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan bergantung pada kemampuan, kemauan, dan sikap professional tenaga guru (Soedijarto, 1993:136). Kalau dikaitkan persyaratan professional seorang guru yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yaitu, mampu merencanakan, mengembangkan, melaksanakan, dan menilai proses belajar secara relevan dan efektif maka seorang guru yang professional akan dengan mudah lolos sertifikasi berbasis portofolio tanpa harus memanipulasi berkasnya. Karena sebelumnya ia telah giat mengembangkan dirinya demi anak didiknya. Namun yang menjadi persoalan adalah mereka, para guru yang melakukan kecurangan dalam sertifikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar