Kamis, 12 Januari 2017

Essai : Titip Harap Untuk Regenerasi Terbaik

  Eksistensialisme  menjadi salah satu ciri pemikiran filsafat abad XX yang sangat mendambakan adanya otonomi dan  kebebasan manusia yang sangat besar untuk mengaktualisasikan dirinya. Dari perspektif eksistensialisme, pendidikan sejatinya adalah upaya pembebasan manusia dari belenggu-belenggu yang mengungkungnya sehingga terwujudlah eksistensi manusia ke arah yang lebih humanis dan beradab. Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.
            Mahasiswa sebagai insan intelektual  yang menduduki lapisan kedua dalam masyarakat. Lapisan pertama adalah rakyat sipil dan lapisan ketiga dalam hal ini adalah pemerintah. Mahasiswa memiliki peran sebagai penghubung dari kedua lapisan ini. Ilmu, non-political importance membuat mahasiswa menjadi insan yang berpenglihatan luas dalam memandang dan mengkritisi segala persoalan bangsa ini dan segala kebijakan yang ada untuk kepentingan rakyat. Belajar dari sejarah, perubahan-perubahan besar bangsa ini dimulai oleh mahasiswa. Tahun ’45 perjuangan yang dilakukan oleh Bung Karno dibantu oleh mahasiswa Stovia, berakhirnya rezim Soeharto dipelopori mahasiswa-mahasiswa yang merasakan bahwa rakyat tertekan dan terotorisasi dalam negaranya sendiri. Pergerakan mahasiswa penting untuk control sosial dalam suatu bangsa terhadap pemerintahnya. Mahasiswa Indonesia harus memiliki cara yang relevan dan intelek dalam pergerakannya.
Kenapa harus mahasiswa? Mahasiswa memiliki bekal berupa ilmu untuk memahami fenomena-fenomena yang ada dalam suatu bangsa dan dapat menjelaskannya secara ilmiah sesuai bidang keilmuan mereka terhadap masyarakat dan lingkungannya sehingga masyarakat dapat memahami suatu fenomena itu baik atau buruk, menguntungkan atau merugikan sehingga masyarakat tidak lagi mudah ditunggangi oleh kepentingan politik kelompok tertentu. Pergerakan mahasiswa dapat dipahami dalam arti luas. Pergerakan mahasiswa zaman rezim Soeharto, zaman tuntutan mahasiswa terhadap reformasi, aksi bakar ban, turun ke jalan, dan blokade lalu lintas sudah tidak lagi menjadi pergerakan mahasiswa yang relevan untuk masa kita sekarang. Aksi seperti ini bisa saja relevan setelah adanya kajian, pemahaman yang sekiranya aksi turun ke jalan dirasa perlu, namun tetap posisinya harus menjadi last option bagi konteks pergerakan mahasiswa. Mahasiswa sebagai kaum intelektual bukan lah tipe masyarakat yang langsung turun ke jalan untuk menyuarakan suara mereka yang belum tentu mereka pahami apa yang mereka bela dan suarakan. Sudah barang tentu mahasiswa mengkaji terlebih dahulu permasalahan yang ada sesuai dengan ilmu yang mereka miliki, pahami, dan jangan sampai seorang mahasiswa tidak memiliki argument yang kuat dan pemahaman saat mereka melakukan aksi dalam pergerakan mahasiswa. Bergeraklah sebagai insane intelek sebagai pilihan-pilihan awal dengan melalui tulisan di media massa, memberikan penyuluhan dalam masyarakat tentang fenomena-fenomena bangsa ini, dan mengajar karena Bung Karno dan tokoh nasiona kita lainnya memulai perjuangannya dengan mengajar, tentu saja mengajar disini memiliki arti dan cakupan yang luas. Ajarkan bangsa ini dan cerdaskan bangsa ini.
Mahasiswa memiliki kelebihan tersendiri, yaitu mata yang masih jernih yang belum tertutup berbagai  kepentingan tertentu yang menjadikannya munafik dalam membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Mereka masih muda, cerdas, dan tidak terikat kepentingan politik tertentu sehingga ideaqlisme mereka terjaga. Mahasiswa pada masa kita sekarang, sepatutnya tidak lagi melakukan pergerakan dengan cara-cara dramatis seperti layaknya image yang timbul di masyarakat tentang apa itu pergerakan mahasiswa. Bagi kaum intelektual ini, langkah yang relevan harus lebih ditujukan pada pergerakan lewat media massa dengan tulisan, melakukan penyuluhan terhadap masyarakat, dan langkah lainnya yang sifatnya menyadarkan masyarakat Indonesia dan membuka mata mereka terhadap segala fenomena kebijakan pemerintah yang ada, bukan dengan aksi “Chaotic” di jalan-jalan. Mahasiswa sebagai ujung tombak kebangkitan bangsa ini. Bangsa ini tidak lumpuh,  tidak juga mati. Bangsa ini hanya tertidur dan menunggu untuk dibangunkan. Mahasiswa bangunkan bangsa kita tercinta dari tidur panjangnya untuk mencengkram dunia.
Sebagai seorang pembelajar dan bagian masyarakat , maka mahasiswa memiliki peran yang kompleks dan menyeluruh sehingga dikelompokkan dalam tiga fungsi : agent of change, social control and iron stock. Dengan fungsi tersebut, tentu saja tidak dapat dipungkiri bagaimana peran besar yang diemban mahasiswa untuk mewujudkan perubahan bangsa. Ide dan pemikiran cerdas seorang mahasiswa mampu merubah paradigma yang berkembang dalam suatu kelompok dan menjadikannya terarah sesuai kepentingan bersama. Sikap kritis mahasiswa sering membuat sebuah perubahan besar dan membuat para pemimpin yang tidak berkompeten menjadi gerah dan cemas. Dan satu hal yang menjadi kebanggaan mahasiswa mahasiswa adalah semangat membara untuk melakukan sebuah perubahan.
Sebagai agen perubahan, mahasiswa bertindak bukan ibarat pahlawan yang datang ke sebuah negri lalu dengan gagahnya sang pahlawan mengusir penjahat-penjahat yang merajalela dan dengan gagah pula sang pahlawan pergi dari daerah tersebut diiringi tepuk tangan penduduk setempat.
       Mahasiswa bukan hanya sekedar agen perubahan seperti pahlawan tersebut, mahasiswa sepantasnya menjadi agen pemberdayaan setelah peubahan yang berperan dalam pembangunan fisik dan non fisik sebuah bangsa yang kemudian ditunjang dengan fungsi mahasiswa selanjutnya yaitu social control, kontrol budaya, kontrol masyarakat, dan kontrol individu sehingga menutup celah-celah adanya kezaliman. Mahasiswa bukan sebagai pengamat dalam peran ini, namun mahasiswa juga dituntut sebagai pelaku dalam masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa merupakan bagian masyarakat.
Idealnya, mahasiswa menjadi panutan dalam masyarakat, berlandaskan dengan pengetahuannya, dengan tingkat pendidikannya, norma-norma yang berlaku disekitarnya, dan pola berfikirnya. Namun, kenyataan dilapangan berbeda dari yang diharapkan, mahasiswa cenderung hanya mndalami ilmu-ilmu teori di bangku perkuliahan dan sedikit sekali diantaranya yang berkontak dengan masyarakat, walaupun ada sebagian mahasiswa yang mulai melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui program-program pengabdian masyarakat.
       Mahasiswa yang acuh terhadap masyarakat mengalami kerugian yang besar jika ditinjau dari segi hubungan keharmonisan dan penerapan ilmu. Dari segi keharmonisan, mahasiswa tersebut sudah menutup diri dari lingkungan sekitarnya sehingga muncul
sikap apatis dan hilangnya silaturrahim seiring hilangnya harapan masyarakat kepada mahasiswa. Dari segi penerapan ilmu, mahasiswa ynag acuh akan menyianyiakan ilmu yang didapat di perguruan tinggi, mahasiswa terhenti dalam pergerakan dan menjadi sangat kurang kuantitas sumbangsih ilmu pada masyarakat.
        Lalu jika mahasiswa acuh dan tidak peduli dengan lingkungan, maka harapan seperti apa yang pantas disematkan pada pundak mahasiswa. Mahasiswa sebagai iron stock berarti mahasiswa seorang calon pemimpin bangsa masa depan, menggantikan generasi yang telah ada dan melanjutkan tongkat estafet pembangunan dan perubahan. Untuk menjadi iron stock, tidak cukup mahasiswa hanya memupuk diri dengan ilmu spesifik saja. Perlu adanya soft skill lain yang harus dimiliki mahasiswa seperti kepemimpinan, kemampuan memposisiskan diri, interaksi lintas generasi dan sensitivitas yang tinggi. Pertanyaannya, sebagai seorang mahasiswa, apakah kita sudah memiliki itu semua ?
Maka komplekslah peran mahasiswa itu sebagai pembelajar sekaligus pemberdaya yang ditopang dalam tiga peran: agent of change, social control, and iron stock. Hingga suatu saat nanti, bangsa ini akan menyadari bahwa mahasiswa adalah generasi yang ditunggu-tunggu bangsa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar