Kamis, 12 Januari 2017

filosofi PAYUNG

Tinggal di negara tropis seperti Indonesia membuat kita akrab dengan yang namanya hujan. Maklum, ada dua musim yang melungkupi yakni hujan dan kemarau.
Saat musim penghujan tiba air ada di mana-mana. Air yang turun dari langit mengguyur bumi. Dia membawa berkah bagi petani yang menanam tumbuhan bahan baku pangan. Air membasahi mereka yang nekat berlarian di tengah hujan tanpa melindungi diri dengan paying atau jas hujan.
Payung dan jas hujan tak menghentikan jatuhnya air dari langit. Dia melindungi sang pemakai dari basah kuyup. Mencegah dari rasa dingin berlebih yang dapat meremukkan daya tahan tubuh. Payung dan jas hujan menjadi pelengkap untuk sang pengguna tetap dapat berjalan di tengah guyuran hujan.
Saat berkendara di jalan raya kita dihujani oleh perilaku berlalulintas jalan yang merisaukan. Ibarat hujan, perilaku ugal-ugalan di jalan mengguyur keseharian kita.
Ugal-ugalan adalah perilaku melanggar aturan yang berlaku, yakni Undang Undang (UU) No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Mari kita cukil sedikit hujan di jalan raya itu.
Pertama, berkendara tanpa memakai lampu utama atau lampu rem yang menyilaukan.
Kedua, memacu kendaraan melampaui batas kecepatan maksimal alias ngebut.
Ketiga, melanggar marka, rambu, serta alat pemberi isyarat lampu lalu lintas seperti mendahului di tikungan jalan dengan melibas marka jalan.
Keempat, menelepon atau mengoperasikan game di ponsel sambil berkendara.
Kelima, melawan arus kendaraan hingga melintas di trotoar karena enggan antre.
Perilaku ugal-ugalan alias melanggar aturan itu berisiko memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan. Hal itu terbukti bila melihat data yang dilansir Korkantas Mabes Polri. Kecelakaan itu berujung pada raibnya produktifitas para korban dan tentu saja merenggut masa depan para korban yang meninggal dunia.
Kelakuan melanggar aturan tersebut salah satunya lahir dari keengganan pengguna jalan untuk antre. Menghadapi kemacetan, malas antre, mencari solusi seperti melibas bahu jalan, merangsek trotoar hingga melawan arus walau hal itu melanggar aturan.
Perilaku-perilaku itu hadir tiap hari bagai hujan. Datang bertubi-tubi dan menjadi pemicu kedua terbesar terjadinya kecelakaan di jalan atau setara dengan sekitar 70-an kecelakaan per hari.
Bila tak ingin basah kuyup oleh hujan perilaku tadi kita butuh payung yang melindungi. Payung tadi bernama perilaku berkendara aman dan selamat atau yang kondang disebut road safety (keselamatan jalan). Fondasi utama road safety adalah perilaku yang memprioritaskan keselamatan saat berkendara. Cara yang efektif adalah dengan senantiasa mengikuti aturan yang berlaku dan perilaku sudi berbagi ruas jalan. Pada gilirannya, senantiasa fokus dan waspada ketika berkendara sehingga konsentrasi dapat terus terjaga.
Di sisi lain, payung tadi juga diperkuat oleh kemampuan berkendara yang mumpuni. Di sisi ini maupun di bagian lain terkait perilaku harus terus dilatih, diterapkan, dan pada ujungnya menjadi sebuah habit.
Payung itu mampu membendung hujan tak membuat kita basah kuyup di tengah hujan perilaku yang datang mengguyur jalan raya kita. Sesekali percikan air membasahi bagian wajah atau kaki, tapi tidak membuat basah kuyup apalagi sampai masuk angin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar