Kamis, 12 Januari 2017

DINAMIKA HIDUP DIKALANGAN REMAJA SAAT INI


A
pa yang tersirat dalam benak kita ketika kita mendengar kata “REMAJA”?  tentu kita akan berfikir bahwa mereka adalah sekelompok orang yang berusia 13-17 tahun yang sedang tumbuh berkembang, beranjak dewasa dari tingkat proses kematangan jiwa sampai kematangan diri. Remaja bisa dikatakan sebagai pribadi yang masih mengalami suatu keadaan yang dinamakan labil yang berarti dirinya masih belum mampu mengkondisikan atau mengontrol emosi untuk sesuatu hal yang ada di lingkungannya dan cenderung sering ikut terbawa kedalam hal hal yang berbau negative yang bisa menjerumuskan hidupnya kedalam bahaya surganya dunia. Banyaknya remaja saat ini tidak menyadari akan bahaya yang mengancam kelangsungan masa depannya itu sejak dini, tetapi mereka menyadari hal itu sebagai sesuatu hal yang lumrah, sebagai suatu gaya hidup, dan kerap terjadi pada remaja seusia mereka.
            Banyak remaja saat ini lebih cenderung memikirkan segala sesuatunya yang bersifat matrealistis. Apapun hal yang ada di hidupnya pasti dikaitkan pada kemampuan material yang dia miliki. Kasus ini terjadi pada beberapa remaja yang memiliki kemampuan material yang tidak terlalu tinggi, tetapi dia hidup dan bergaul di lingkungan yang berkasta yang segala sesuatunya diukur dari kemampuan material dan derajat hidup pun diukur dari tingginya strata sosial yang dimiliki oleh ayah ibunya. Hal yang terjadi demikian mengakibatkan seorang remaja yang berstrata sosial rendah  yang sedang tumbuh berkembangan dan mengalami kelabilan emosi menjadi gelap mata dan ia memiliki keinginan besar untuk menjadi seseorang yang berkecukupan dengan cara yang salah. Dikalangan remaja yang memiliki kelas sosial tinggi umumnya sering memerkan kekayaan orang tuanya dengan cara seperti membawa kendaraan mewah ke sekolah, menggunakan barang-barang bermerek (tas, pakaian, sepatu, dll), membawa gedget gedget terbaru yang sedang tenar atau hits di jaman ini.
            Hal yang dilakukan para remaja kalangan atas itu umumnya menyebabkan beberapa remaja yang katakanlah berstrata sosial rendah yang kurang mendapat didikan moral, pemahaman pendidikan agama dari keluarganya, dan kelabilan emosi yang umumnya dimiliki seorang remaja mengakibatkan ia cenderung bersifat iri hati dan memiliki keinginan untuk hidup seperti remaja yang berkalangan atas itu, namun mereka kerap kali melakukan hal yang mengarah kepada sesuatu yang negative karena mereka tidak berpikir panjang atas apa yang akan terjadi kedepannya dengan apa yang dia akan lakukan saat ini. Ini bisa terjadi karena kurangnya pengarahan dari orang tua bahwa dirinya terlahir dan hidup di dalam sebuah keluarga yang sederhana dan tidak memiliki kelebihan materi yang bisa di perlihatkan kepada orang lain seperti halnya remaja yang ada di kalangan atas itu. Tidaklah ia harus menyombongkan kekayaan orang tuanya karena kekayaan itu sifatnya sementara dan bukan miliknya pribadi, toh walaupun memang kekayaan itu diwariskan hanya pada dirinya, tetapi jika dia tidak berusaha untuk mendapatkan pekerjaan layak dan mendapatkan penghasilan tetap, harta kekayaan yang diwariskan itu akan habis begitu saja tanpa adanya sisa untuk masa depannya kelak.
            Remaja yang pada dasarnya mengalami kelabilan dalam proses kehidupannya dan ditambah dengan adanya pengaruh oleh lingkunga pergaulannya terutama di sekolah yang sifatny tidak mendidik atau cenderung matrealistis akan membuat jiwanya terguncang dengan keadaan material yang kurang tetapi ia ingin hidup seperti teman-temannya yang bekecukupan lebih dalam segala hal. Jalan pintas yang kerap dilakukan remaja saat ini untuk menunjang eksistensinya di kalangan teman temannya yang memiliki kelebihan materi itu dengan cara meminjam uang sana sini yang akhirnya membuatnya terlilit hutang dimana mana, memeras orang tuanya sendiri agar mampu memberikannya uang sejumlah yang dia minta setiap harinya untuk menunjang penampilannya di sekolah di depan teman-temannya, dan ada cara yang lebih tidak terpuji lagi yaitu, menjual harga diri atau kesucian mahkota dirinya pada segelintir pria hidung belang yang haus akan belaian seorang remaja belia dan mampu memberikan kepuasan material kepada sang remaja yang menjual kehormatan pada dirinya.
            Hal itu kerap terjadi di kalangan remaja saat ini karena tuntutan kehidupan di dalam lingkungan pergaulannya yang menuntut dirinya harus bisa tampil modis, terkini, dan menggunakan barang-barang bermerek yang harganya tidak mungkin terjangkau oleh anak anak seusia itu yang hanya diberi uang saku beberapa puluh ribu rupiah (anak berkecukupan sederhana). Hal itulah yang membuat sebagian remaja gelap mata dan lebih memilih untuk menggadaikan atau menjual harga diri dan kehormatannya kepada pria hidung belang diluaran sana. Bahkan ada beberapa kasus di luaran sana yaitu karena si remaja sudah terlalu nyaman di dalam pelukan harta pria hidung belang yang tidak jarang sudah beristri menjadikan remaja itu sebagai istri simpanannya atau selir di kehidupannya. Tetapi ada beberapa remaja juga yang berganti-ganti pria hidung belang karna pada satu pria hidung belang ia belum merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang hedonis. Ada pula kasus ia berganti ganti pria hidung belang karna pada pria hidung belang yang satu sudah tidak dapat diandalkan lagi kecukupan materinya untuk menunjang gaya hidupnya yang serba mewah.
            Dinamika kehidupan remaja saat ini yang menuntut keharusan setiap pribadinya untuk tampil modis, terkini, dan menggunakan segala sesuatunya yang bermerek tidak lepas dari adanya globalisasi yang menerpa pergaulan remaja di Indonesia yang berkiblat pada pergaulan yang kebarat-baratan. Sifat hidup yang hedonis membuat mereka memutar otak untuk bagaimana caranya memenuhi tuntutan hidup seperti itu terutama remaja-remaja di kota besar sampai-sampai mereka rela mengorbankan harta terpenting dalam hidupnya untuk masa depannya kelak pada seorang pria hidung belang yang tidak bertanggung jawab. Tetapi semua hal ini tidak semata mata kesalahan pada pria hidung belang itu, karena mereka ini tidak mungkin melayani atau memberikan kemewahan yang serta merta kepada remaja itu kalau para remaja itu sendiri tidak menawarkan diri dan mencari penghasilan sampingan dari cara yang sangat tidak terpuji bagi remaja seusia itu.
            Pada hakikatnya yang kita ketahui, seorang remaja yang sedang tumbuh berkembang emosi jiwanya haruslah fokus dalam jenjang pendidikannya untuk bisa mencapai kelulusan di tingkat sekolah yang sedang ia emban, bukan malah menjadikan sekolah sebagai ajang dan sarana untuk memamerkan kekayaan yang dimiliki oleh orang tua kepada teman-teman sebayanya dan membuat timbulnya rasa iri diantara teman-teman sebayanya itu yang membuat mereka yang salah kaprah memilih jalan pintas yang menyesatkan masa depan mereka hanya untuk menikmati kenikmatan dunia yang sesaat dan fana ini.
            Dalam hal ini peran orang tua sangatlah dibutuhkan sebagai pihak primer yang terlibat di dalam faktor internal tumbuh kembangnya seorang anak, terutama seorang remaja yang pada saat seusia ini butuh bimbingan dan arahan di dalam segala hal di hidupnya agar ia tidak terjerat lembah menyesatkan yang hanya membuatnya berfikir matrealistis bukan pada saatnya. Orang tua perlu memberikan pemahaman secara edukatif, keagamaan, seputar gaya hidup pergaulan saat ini dan memberikan pemahaman tentang kondisi ekonomi keluarga saat ini agar anak mampu memahami dan meresapi apa yang dia miliki saat ini sifatnya milik orang tua dan hanya sementara, karena pada saat nanti usianya mencapai usia kerja, ia akan paham bagaimana sulitnya orang tua mencari nafkah untuk membiayai hidupnya dengan semua anggota keluarga yang dia miliki dan akan dia sadari bahwa tidak mudah mengumpulakan satu rupiah per harinya untuk mencukupi kebutuhan pokok hidupnya dan seluruh anggota keluarganya. Jadi baikanya ia bisa melihat ke arah itu bahwa tugasnya sebagai seorang remaja hanyalah menuntut ilmu setinggi tingginya, fokus dalam belajar mengejar cita cita bukan malah fokus untuk mencari uang tambahan untuk memenuhi tuntutan hidup yang hedonis di kalangan teman-temannya.
            Pentingnya pendidikan dan pemahaman keagamaan dalam pendidikan pertumbuhan hidupnya untuk membuatnya mengeti bahwa apa yang dilakukannya itu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan adalah salah dan dosa. Jika ia dikenalkan dengan Tuhannya dan mengerti bahwa setiap kealahan yang ia lakukan dengan sengaja yang sifatnya merugikan dan tidak bermanfaat bagi orang lain itu adalah dosa yang tidak terasa yang ia buat sendiri untuk membahagiakan hidupnya di dunia. Sedangkan, kehidupan ini tidak hanya di dunia, tetapi kelak manusia akan hidup kekal di akhirat yang mana segala amal perbuatannya di dunia akan ditimbang dan dibalas pada hari akhir nanti.
Jadi disarankan kepada para orang tua untuk bisa lebih menanamkan hal hal positif yang sifatnya mampu diterima remaja-remaja saat ini dan mengarahkan mereka untuk bergaul dengan teman teman yang sekiranya baik untuk pergaulan dirinya di rumah maupun di sekolah. Orang tua berhak mengenal setiap teman bermain anaknya tanpa harus over protective (proteksi berlebihan) pada anak dalam memilih teman. Biarlah ia memilih teman sepergaulannya sesuai dengan kepuasan anak itu, tetapi dibarengi dengan pengarahan dan pemahaman tentang pergaulan yang mengarah ke arah positive atau negative.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr. Bakhtiar Amsal, M.A., Filsafat Ilmu, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010
Drs. Susanto.A, M.Pd., Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011
Dr. Ismail Fu’ad Farid & Dr. Mutawali Abdul Hamid, Cara Mudah Belajar Filsafat, Jogjakarta: IRCiSoD, 2012
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu,  Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan kerangka Teori Ilmu Pengetahuan , Yogyakarta : Belukar, 2004 .
Drs. H. Ahmad Syadali dan Drs. Muzakir, Filsafat Umum,  Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997.
Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2005
aAchmadi Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar