Kamis, 12 Januari 2017

DARI RAGU MENUJU TAHU

Imam Ghazali pernah menderita keraguan ketika  menjadi guru besar yang paling tersohor di universitas Nidhamiyyah. Kayu yang lurus  dimasukkan ke dalam air terilah bengkok. Bayang-bayang yang tampaknya diam itu ternyata  bergerak. Dari kasus itu ia menjadi ragu terhadap prestasi semua cabang ilmu (hukum/fikih, teologi/ilmu kalam, dan filsafat) melalui tasawuf, ia menemukan ilmu yang terang benderang.  Senior Ima a-Ghazali, Abu Hasan a-Asy’ari menjadi  ragu dalam ilmu kaam. Tuhan itu bersifat atau  tidak bersifat. Semula mengikuti paham Tuhan itu tidak bersifat,  setelah bertafakkur selama 40 hari ia merasa  menemukan kebenaran (pengetahuan) bahwa  Tuhan itu bersifat. Sifat berbeda dari dzat, tetapi  sifat bukan sesuatu yang lain dari dzat.  Filosof Barat, Rene Descartes, meragukan dirinya  ada atau tiada. Ketika meragukan segala sesuatu  tentang diri dan ia merasa ragu, atau benar-benar  meragukannya, yang paling tidak meragukan  adalah ia berpikir bahwa dirinya ragu. Dari sini  berkesimpulan bahwa dirinya ada karena dipirkan. Untuk itu ia mengatakan bahwa aku ada karena aku berpikir (cogito ergo zum) Jauh sebeum Descartes, Imam Abu Hasal alAsy’ari, dan Imam a-Ghazali, al-Farabi telah  menyusun teori orang terbang atau teori orang menggantung.

-          Orang tanpa busana, tidak ada anggota tubuh yang saling bersentuhan, dan tak ada anggota  tubuh yang bersentuhan dengan sesuatu di luar  tubuh. Pada saat demikian ini, pasti sadar bahwa  dirinya ada. Ini membuktikan bahwa jiwa itu ada.  Dari segi teori pengetahuan, ia menjadi tahu bahwa dirinya ada, artinya pengetahuan itu mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar