Kamis, 12 Januari 2017

Akar Permasalahan Rendahnya Mutu Pendidikan dan Rendahnya Relevansi Pendidikan di Indonesia.


Menurut republika.co.id (2012), ada tujuh penyebab yaitu 1. pembelajaran hanya pada buku paket yang menjadi acuan, guru jarang sekali mencari sumber referensi lain,  2. metode berceramah satu arah inilah yang banyak dipakai oleh guru, 3. kurangnya sarana belajar didaerah-daerah pelosok, 4 .aturan yang mengikat, sekolah lebih cenderung menggunakan kurikulum dari pemerintah seharusnya sekolah juga mempunyai kurikulum sendiri sesuai dengan karakteristiknya, 5. Guru tidak menanamkan diskusi dua arah, 6. Metode pertanyaan terbuka tidak dipakai, 7. Budaya mencontek, tidak hanya dilakukan oleh siswa namun gurupun melakukannya pada tes-tes pegawai negeri.
        Dalam artikel Imanuel M. Rustijono’s Site (Kualitas pendidikan Indonesia dan permasalahannya, 10 september 2011) menyatakan permasalahanya adalah sebagian besar siswa Indonesia mengakui bahwa yang mereka kejar nilai bukan ilmu, artinya mereka lebih mendahulukan nilai baru memikirkan ilmu. Ada dua alasan kenapa hal ini terjadi yaitu sistem dan lingkungan. Sistem pendidikan Indonesia menuntut nilai yang tinggi bukan ilmu yang tinggi. Memang sistem pendidikan di seluruh dunia menuntut nilai yang tinggi, namun guru-guru di luar negeri bisa menanamkan konsep yang lebih kuat bahwa ilmu adalah yang terpenting dan nilai adalah nomor 2. Inilah yang tidak mampu diatasi guru di Indonesia, sehingga pola pikir siswa terpengaruh dengan sistem yang ada bahkan siswa terpicu untuk melakukan hal-hal negatif untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Lebih parahnya lagi, beberapa orang tua tidak menyadarkan anaknya dan malah melakukan hal-hal buruk lainnya agar anaknya bisa memperoleh nilai yang tinggi. Tentu saja hal ini terjadi karena sistem pendidikan dan orientasi siswa Indonesia telah rusak sejak dulu. Sehingga kerusakan ini terus berlanjut seperti rantai hingga sekarang, dan segelintir orang yang justru menikmatinya. Artinya lingkungan disekitar siswa juga mendukung konsep ini karena dari dahulu kala konsep inilah yang tertanam. Hingga perguruan tinggi, konsep ini terus tertanam pada sebagian mahasiswa, padahal perguruan tinggi adalah tempat ilmu bukan nilai.
        Satu lagi konsep pendidikan yang salah adalah : siswa diberi tugas untuk menguasai, menghafal, dan menuliskannya lagi dikertas dengan konsep pemikiran yang sama bukan menguasai, mengerti, dan menuliskannya lagi dengan pengembangan konsep pemikiran sendiri dan menambahkan hal-hal baru. Hal ini berpengaruh bagi mental siswa dan pola pikir mereka. Banyak siswa yang hanya menjadi pengikut dan tidak menjadi pencipta. Padahal kebanggaan suatu bangsa adalah ketika bangsa tersebut mampu menciptakan dan membuat pengaruh bagi dunia. Dalam pelaksanaannya pendidikan Indonesia sering menanamkan konsep yang salah, dan hal ini perlu diubah. Tenaga pendidik Indonesia masih banyak yang tidak memenuhi standar, baik ilmu yang dimiliki maupun kepribadian. Sebenarnya tenaga pendidik Indonesia banyak yang kompeten bahkan berlevel Internasional, masalahnya adalah mereka bekerja di luar negeri dengan alasan gaji yang rendah dan perintah tidak peduli dengan hal ini. Hal inilah yang jadi akar permasalahan pendidikan selain konsep pendidikan yang salah. Tenaga pendidik yang tersisa di Indonesia adalah tenaga pendidik dengan kualitas standar, dan tenaga pendidik yang berkualitas tinggi sangat sedikit presentasenya. Ditambah lagi setelah dari pendidikan tinggi, orang yang ingin mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar sangat sedikit, sehingga yang menjadi tenaga pengajar benar-benar sedikit dan kebanyakan justru tidak memenuhi kuota pendidik yang ada, sehingga pada akhirnya direkrutlah tenaga pendidik yang biasa-biasa saja (hal ini sering terjadi di lembaga pendidikan negeri). Di lain hal, tenaga pendidik berkualitas yang mampu direkrut tidak ditempatkan secara merata di Indonesia, namun kebanyakan ditempatkan di pulau Jawa. Hasilnya, pendidkan yang diterima di Indonesia Timur cukup jauh bedanya dengan yang diterima di Indonesia Barat
Mayoritas penduduk Indonesia tidak merasakan perguruan tinggi. Kenapa? Alasannya adalah biaya, apalagi tingkat kemiskinan Indonesia yang tinggi, dan dana beasiswa dan keringanan biaya pendidikan tinggi yang terkesan ditutup-tutupi baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Masalah rumit lainnya adalah negara yang lebih maju yang sadar dengan potensi siswa dan masyarakat Indonesia. Banyak siswa-siswa berprestasi Indonesia yang diberikan beasiswa cukup besar bahkan biaya hidup selama di begara tersebut. Begitu juga halnya dengan kaum akademisi dari Indonesia, banyak yang dibayar mahal untuk mengajar di luar negeri. Hasilnya Indonesia terpuruk dan banyak potensi yang disia-siakan. Pada dasarnya sumber daya manusia Indonesia tidak kalah dengan luar negeri, bahkan dalam Olimpiade Internasional, Indonesia sudah sering mendapat juara, namun kesadaran pemerintah dalam merekrut dan memperhatikan orang-orang seperti inilah yang membuat banyak kaum terdidik dan kompeten Indonesia yang bekerja di luar negeri dimana kehidupan dan harta mereka terjamin.

Untuk mengatasi problem pendidikan Indonesia diatas :
         yaitu yang pertama kita harus merubah pola pikir tentang nilai yang didahulukan bukan ilmu, konsep yang harus ditanamkan adalah memperoleh nilai yang bagus bukan yang tinggi. Karena dalam KBBI, bagus berarti baik sekali dan tinggi berarti jauh diantaranya dari sebelah bawah dan bahkan ada definisi negatif yaitu sombong. Guru harus menekankan kata bagus bukan kata tinggi, dan perlu ada penjelasan bahwa ilmu lebih penting daripada nilai yang tinggi sebab dalam dunia pekerjaan hal yang diperlukan adalah ilmu bukan nilai yang tinggi. Orang dengan nilai yang tinggi namun tidak berilmu akan jatuh dengan sendirinya, namun orang dengan nilai yang tidak terlalu tingi tetapi ia berilmu akan sukses dikemudian hari.
        Yang kedua harus ditanamkan konsep siswa belajar untuk menciptakan sesuatu, bukan hanya mengikuti apa yang tertulis dibuku. Jika konsep ini berhasil ditanamkan, perubahan besar akan terjadi dan kemajuan bangsa akan naik pesat, karena mental pencipta adalah aset berharga bagi suatu bangsa dan sangat dihargai diseluruh dunia.
        untuk membuat kualitas pendidikan Indonesia maju dan berkembang dibutuhkan gerakan dari seluruh elemen bangsa, pemerintah, mahasiswa, masyarakat umum, tenaga pendidik dan organisasi-organisasi non-pemerintah. Perlu perubahan konsep dan paradigma mengenai hakikat pendidikan. Terlebih lagi transparansi dana dan bantuan pendidikan, karena keinginan masyarakat untuk memperoleh pendidikan sangat dipengaruhi oleh transparansi biaya. Sebagai kaum muda adalah suatu keharusan untuk membawa perubahan dan angin segar bagi segala aspek dimana kita terlibat, mulai dari hal kecil kita bawa perubahan, dari suatu tulisan kita bawa pergerakan. (artikel Imanuel M. Rustijono’s Site).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar