Kamis, 12 Januari 2017

Aliran Empirisme

Empirisme merupakan salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal. Istilah Empirisme di ambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Filsafat empirisme tentang teori makna amat berdekatan dengan aliran positivism logis dan filsafat Ludwig Wittegenstein. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu harus dipahami lewat penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris, jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah yang dapat diindra, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama. Penganut empirisme berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia, yang jelas-jelas mendahului rasio. Tanpa pengalaman, rasio tidak memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran tertentu. Kalaupun menggambarkan sedemikian rupa, tanpa pengalaman hanyalah khayalan belaka.
 John Locke (1632-1704 M), salah seorang penganut empirisme, yang juga “ Bapak Empirisme” mengatakan bahwa pada waktu manusia dilahirkan, keadaan akalnya masih bersih, ibarat kertas yang kosong yang belum bertuliskan apapun. Pengetahuan baru muncul ketika indra manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan. Kertas tersebut mulai bertuliskan berbagai penglaman indrawi. Seluruh sisa pengetahuan diperoleh dengan jalan menggunakan serta membandingkan ide-ide yang diperoleh dari pengindraan serta refleksi yang pertama dan sederhana. Tokoh-Tokoh Empirisme Francis Bacon (1210-1292 M) Menurut Francis Bacon, pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang melalui persentuhan indrawi dan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata Bacon selanjutnya bahwa kita sudah terlalu lama di pengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma diambil kesimpulan. Menurut Bacon, ilmu yang benar adalah yang telah terakumulasi antara pikiran dan kenyataan, kemudian diperkuat oleh sentuhan indrawi. Thomas Hobbes (1588-1679 M) Tokoh ini dilahirkan sebelum waktunya ketika ibunya tercekam rasa takut oleh ancaman penyerbuan armada Spanyol ke Inggris. Ia belajar di Universitas Oxford, kemudian menjadi pengajar pada suatu keluarga terpandang. Hubungan dengan keluarga tersebut memberi kesempatan kepadanya untuk membaca buku-buku, bepergian ke negri asing dan berjumpa dengan tokoh-tokoh penting. Simpatinya pada system kerajaan terjadi saat Inggris dilanda perang saudara yang mendorongnya untuk lari ke Perancis. Di sanalah, ia mengenal filsafat Descartes dan pemikir-pemikir Perancis lainnya. Karena sangat terkesan dengan ketetapan sains, ia berusaha mensiptakan filsafat atas dasar matematika. Hobbes menolak tradisi skolastik dalam filsafat dan berusaha menerapkan konsep-konsep mekanik dari alam fisika kepada pikirannya tentang manusia dan kehidupan mental. Hal ini mendorongnya untuk menerima materialisme, mekanisme, dan determinisme. Karya utamanya dalam filsafat adalah Leviathan (1651), mengekspresikan pandangannya tentang hubungan antara alam, manusia dan masyarakat. Hobbes melukiskan manusia-manusia ketika mereka hidup di dalam keadaan yang ia namakan state of nature (keadaan alamiah) yang merupakan kondisi manusia sebelum di cetuskannya suatu Negara atau masyarakat beradab. Kehidupan dalam masa alamiah adalah buas dan singkat, karena merupakan keadaan perjuangan dan peperangan yang terus-menerus. Karena manusia menginginkan kelangsungan hidup dan perdamaian, ia mengalihkan kemauannya pada kemauan Negara dalam suatu kontrak social yang membenarkan kekuasaan tertinggi yang mutlak. Sebagaimana umumnya penganut empirisme, Hobbes beranggapan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan, yaitu penggabungan data-data indrawi yang sama dengan cara berlain-lainan. Tentang dunia dan manusia, ia dapat dikatakan sebagai penganut materialistis. Oleh karena itu, ajaran Hobbes merupakan system materialistis yang pertama dalam sejarah modern. Berbeda dengan Francis Bacon yang meletakkan eksperimen-eksperimen sebagai metode penelitian, Hobbes memandangnya sebagai doktrin. Filsafat Hobbes mewujudkan suatub system yang lengkap mengenai keterangan tentang “Yang Ada” secara mekanis. Dengan demikian, ia merupakan seorang materialis di bidang ajaran tentang antropologi serta seorang absolute di bidang ajaran tentang negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar