Kamis, 12 Januari 2017

Filsafat dan Teologi

Pepatah lama mengatakan “banyak jalan menuju Roma”, Untuk menggambarkan tentang cara atau metode apapun dalam mencapai segala tujuan. Sebuah tujuan kaitanya dengan pembahasan ini adalah untuk mengungkap hakikat realitas yaitu kebenaran sejati. Diantara jalan untuk mencapai tujuan tersebut seperti yang telah dikelompokkan oleh pemikir Islam terdahulu adalah melalui ilmu agama (irfan, teologi) dan filsafat. Adapula pemikir lain yang pandanganya lebih empiris mengelompokkan-Nya menjadi ilmu sains, filsafat dan mistik. Yang masing-masing cabang ilmu ini memiliki metode tersendiri dalam menemukan hakikat ilmu atau kebenaran sejati.
Telah kita ketahui bahwa Islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi, yaitu dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, sejarah, dan masih banyak lagi. Namun agar kita mengetahui berbagai dimensi tersebut jelas memerlukan berbagai pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Filsafat dan teologi atau yang biasa disebut ilmu kalam adalah dua disiplin ilmu yang sama-sama membahas kebenaran dan sama-sama memakai mediasi rasional untuk membahas kebenaran agama. Maka dari itu tentu akan sangat menarik jika kita bisa mengkaji lebih dalam tentang metode kedua disiplin ilmu ini didalam mengungkap kebenaran.
Teologi adalah disiplin ilmu yang mencoba merefleksikan hubungan Allah dan manusia. Manusia berteologi karena ingin memahami imannya dengan cara lebih baik, dan ingin mempertanggungjawabkannya: “aku tahu kepada siapa aku percaya”. Teologi bukan agama dan tidak sama dengan Ajaran Agama. Dalam teologi, adanya unsur penyelidikan akal terhadap isi iman yang diharapkan memberi sumbangan substansial untuk integrasi akal dan iman, iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan imtaq (iman dan taqwa), yang pada gilirannya sangat bermanfaat bagi hidup manusia masa kini.
Tentu saja pengertian ini akan menjelaskan juga tentang makna filsafat didalam islam, yang artinya teologi adalah filsafat metafisika agama islam. Karena mediasi dan metode yang digunakan hampir sama atau bersinggungan, yaitu mediasi akal untuk mengklarifikasi kebenaran iman yang dilandasi pada firman tuhan yaitu wahyu, sehingga dalam hal-hal tertentu terjadi hubungan timbal balik yang cukup baik antara teologi dan filsafat.
Hubungan timbal balik ini bukan berarti keduanya bisa terus berjalan harmonis. Yang sering muncul justru perbedaan-perbedaan, ketegangan dan pertentangan, bahkan itu terjadi sejak awal. Setidaknya ini bisa dilihat pada perdebatan antara Abu Sa`id al-Syirafi (893-979 M) seorang teolog Muktazilah dengan Abu Bisyr Matta (870-940 M), guru filsafat al-Farabi yang beraliran Nestorian, sebagaimana yang dikemukakan Oliver Leaman, adalah bukti nyata akan hal itu, meski isi perdebatan tersebut sebenarnya baru menyangkut persoalan bahasa dan logika. Hinga pada akhirnya pertentangan antara teologi dan filsfat ini semakin memanas pada masa Al-Ghazali (1058-1111 M). Al-Ghazali mengkritik filsafat paripatetik didalam karyanya yang paling fenomenal yaitu Tahafut al-falasifah, yang mengakibatkan sebagian besar umat islam pada waktu itu mengkafirkan filsafat.
1.      Pengartian Metodologi
Sebelum membahas metodologi filsafat dan ilmu kalam lebih jauh, alangkah baiknya kita membahas definisi dan pengertian metodologi terlebih dahulu. Secara etimologi metodologi berasal dari bahasa yunani yaitu“metodos” dan “logos”, kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. logos artinya ilmu. Sehingga dapat diartikan metodologi adalah ilmu-ilmu atau cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.
Pembahasan metodologi didalam pembahasan disiplin ilmu juga akan mengarah pada metode penelitian, dan dalam pembahasan ini metode yang dimaksut bukanlah metode yang sudah meluas pada pembahasan metode penelitian melainkan perbandingan metodologi filsafat dan kalam secara umum yaitu cara atau pendekatan yang menjadi ciri khas atau pembeda antara filsafat dan agama.
2.      Metodologi Filsafat
Sokrates mengatakan bahwa peranan filsafat adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha penjelasan konsep-konsep. Pernyataan ini menunjukkan bahwa filsafat adalah ilmu yang menekankan pada kebenaran rasional melaui metode argumentatif untuk menjelaskan konsep-konsep dalam usahanya menemukan kebenaran. Secara umum Filsafat adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu dengan menggunakan media akal atau argument rasional secara radikal, sistematis dan mendalam. Dan pendekatan yang dipakai tentu saja adalah pendekatan rasional yang dilandaskan pada prinsip yang paling utama yaitu prinsip logika. Logika adalah jalan menemukan premis yang paling kuat atau premis aksiomatis. Premis aksiomatis adalah premis yang tidak lagi memerlukan alasan. Prinsip logika ini pada akhirnya merujuk pada berbagai premis aksioma, namun dari segala prinsip yang ada, prinsip yang paling fundamental atau prinsip super aksiomatis adalah prinsip non-kontradiksi.
Prinsip aksiomatis atau prinsip non-kontradiksi inilah yang menjadi landasan dasar rasionalitas filsafat untuk menemukan kebenaran atau supreme dari prinsip-prinsip lain baik agama, kehidupan, mazhab, logika  dan ilmu-ilmu lain yang semuanya diturunkan dari prinsip ini. hukum non-kontradiksi menetapkan bahwa semua hal atau semua prinsip berawal dari prinsip ada dan tiada. Prinsip aksiomatis juga termasuk khodiyah badihiyah atau pengetahuan yang semua orang meyakininya. Prinsip khodiyah badihiyah inilah yang melahirkan pengtahuan-pengetahuan lain, yaitu prinsip-prinsip non-aksiomatis atau khodiyah nadhoriyah.
Ketersusunan yang dijalin melalui logika dari prinsip-prinsip non-aksiomatis hingga koheren kepada prinsip-prinsip aksiomatis yang nantinya akan menghasilkan konklusi yang benar. Benar itu berarti nyambung atau koheren atau valit, inilah yang biasa disebut penalaran, inferensi, khiyas, argumentasi atau silogisme. Bagaimana kita mengukur kebenaran adalah dengan logika penalaran atau ber-argumentasi. Premis non-aksiomatis ini menghasilkan ilmu, sains ataupun agama. Didalam penerapanya premis ini terbagi menjadi dua yaitu yang fisik dan metafisik, contoh premis metafisik adalah “Cinta itu menyakitkan” dan contoh premis fisik adalah “air itu cair”.
Prinsip aksiomatis selanjutnya adalah sebab-akibat namun aksiomatis ini bisa dibedakan menjadi dua pula yaitu yang pertama adalah aksiomatis dari sebab dan aksiomatis dari akibat. Hukum aksiomatis sebab-akibat ini termasuk hukum aksiomatis sekunder dan termasuk hukum aksiomatis kedua setelah hukum aksiomatis non-kontradiksi. Premis-premis ini terbagi menjadi banyak, dan jika dibukukan maka bisa disebut Ilmu. Premis aksiomatis ini didalam Epistemology dijadikan dasar pengetahuan benar atau salah. Pengetahuan aksiomatis ini termasuk pengetahuan husuli karena adanya elemen-elemen konsep.
3.      Metodologi Kalam
Ilmu kalam sering juga disebut sebagai ilmu teologi, namun pengertian teologi sangat luas. Karena dalam pembahasan ilmu lain seperti filsafat misalnya, juga memiliki cabang tentang pembahasan teologi. Tentu teologi yang dimaksut disini bukanlah teologi filsafat, melainkan teologi sebagaimana arti ilmu kalam. Sedangkan pengertian ilmu kalam itu sendiri adalah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan dengan bukti-bukti yang yakin. Ini menjelaskan bahwa ilmu kalam bersumber pada kebenaran yang telah diyakini atau juga wahyu.
Ilmu kalam adalah ilmu yang menggunakan logika –disamping menggunakan argumentasi-argumentasinaqliah– berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dealektika (jadaliah) dikenal juga dengan istilahdialog keagamaan. Sebagai sebuah dialog keagamaan, ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan melalui argumen-argumen rasional. Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.
Pendekatan ilmu kalam memunculkan pandangan-pandangan yang berbeda, karena ilmu kalam bertolak atau berlandaskan pada keyakinan dan wahyu. Sementara keyakina dan penafsiran wahyu ini berbeda-beda atau bisa dibilang subjektif. Hal inilah yang mengakibatkan munculnya mazhab-mazhab kalam. Maka pendekatan ilmu kalam untuk melihat Islam dari sisi ketuhanan, mau tidak mau harus bertolak dari pandangan mazhab – mazhab kalam tersebut.
            Contoh dari pendekatan ilmu kalam misalnya, seorang peneliti menyimpulkan bahwa Islam adalah agama yang anti–demokrasi, karena jika melihat dari pandangan mazhab Syi’ah Imamiyah, bahwa seorang pemimpin itu harus berdasarkan petunjuk Allah swt, bukan pilihan manusia.
Dengan demikian, pendekatan ilmu kalam pada dasarnya adalah menilai agama berdasarkan pandangan mazhab tertentu. Akibatnya, kesimpulan yang dihasilkan akan berbeda jika kita mengadopsi pandangan dari mazhab lain. Maka saya rasa, hal paling penting ketika melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan Teologis adalah menyebutkan pandangan mazhab mana yang kita jadikan sebagai rujukan, agar tidak terjadi peng-general-an yang dapat menimbulkan pemahaman yang keliru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar