Prasasti Batu Tulis Ciaruteun Dan Misterinya
Prasasti
ciaruteun merupakan prasasti peninggalan kerajaan tarumanegara yang cukup di
kenal di Indonesia, Batu prasasti yang terbuat dari batu alam ini berisikan
puisi empat baris beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta, yang berbunyi:
vikkrantasyavanipat
eh
srimatah
purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva
padadvayam
Yang berarti “inilah
(tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Visnu (pemelihara) ialah
telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah
berani di dunia”.
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut). Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat. Prasasti ini merupakan peninggalan sejarah yang harus dilestarikan. berikut sejarah mengenai batu tulis ciaruteun yang diambil dari beberapa sumber.
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut). Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat. Prasasti ini merupakan peninggalan sejarah yang harus dilestarikan. berikut sejarah mengenai batu tulis ciaruteun yang diambil dari beberapa sumber.
Dari
Prasasti Kebun Kopi I ( Tapak Gajah ) menuju Prasasti Batu Tulis berjarak
sekitar ± 200 meter dari lokasi Prasasti Kebun Kopi I. Situs Ciaruteun terletak
± 19 km sebelah barat daya dari Kota Bogor, dapat dicapai dengan
kendaraan roda empat ataupun roda dua hingga ke lokasi. Dapat menggunakan
trayek Bogor-Ciampea-Simpang Lebak Sirna-Ciaruteun Hilir (lokasi). Selain itu
mengunakan trayek Bogor-Ciampea (± 45 menit), dan sampai di Persimpangan Lebak
Sirna dilanjutkan dengan ojek motor ± 1,5 km sampai ke lokasi.
Prasasti
termasuk di dalam Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang. Secara geogrfis
terletak pada koordinat 106°41'28,5"BT dan 06°31'39,9" LS dengan
ketinggian 320 m di atas permukaan air laut. Area situs dibatasi oleh
tiga sungai, yaitu selatan: Sungai Ciaruteun, barat: Sungai Cianten, utara: Muara
Sungai Cianten dan Sungai Cisadane, barat: Sungai Cisadane. Dari Sungai Cianten
dan Cisadane terdapat perahu penyeberangan menuju situs. Tanah situs cukup
subur dan dimanfaatkan oleh penduduk dengan menanami padi, sayuran, bambu dan
tanaman keras lainnya. Di kawasan ini terdapat tiga buah prasasti, yaitu
Ciaruteun, Kebon Kopi (Tapak Gajah) dan Muara Cianten, serta tinggalan
megalitik antara lain batu dakon, menhir, batu datar arca megalitik.
Prasasti Ciaruteun diketahui berdasarkan laporan pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada tahun 1863 M, ditemukan terletak Sungai Ciaruteun, kira-kira 100 meter ke arah hilir muara Cisadane. Menurut informasi ketika terjadi banjir pada tahun 1894 M, prasasti tersebut bergeser sehingga tulisannya terbalik menghadap ke dasar sungai, kemudian pada tahun 1903 M letaknya diperbaiki. Pada tahun 1987 dipindahkan dari tengah Sungai Ciaruteun ke daratan (di atas Sungai) ± 150 meter sebelah utara. Semula batu prasasti berada di sungai Ciareteun termasuk daerah Kecamatan Ciampea. Tetapi sejak batu itu diangkat dan dicungkup di kampung Muara yang terletak di seberangnya (1981), termasuk di dalam Kecamatan Cibungbulang. Karena ditemukan pada alur Sungai Ciaruteun, prasasti ini dikenal dengan nama Prasasti Ciaruteun.
Prasasti Ciaruteun diketahui berdasarkan laporan pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada tahun 1863 M, ditemukan terletak Sungai Ciaruteun, kira-kira 100 meter ke arah hilir muara Cisadane. Menurut informasi ketika terjadi banjir pada tahun 1894 M, prasasti tersebut bergeser sehingga tulisannya terbalik menghadap ke dasar sungai, kemudian pada tahun 1903 M letaknya diperbaiki. Pada tahun 1987 dipindahkan dari tengah Sungai Ciaruteun ke daratan (di atas Sungai) ± 150 meter sebelah utara. Semula batu prasasti berada di sungai Ciareteun termasuk daerah Kecamatan Ciampea. Tetapi sejak batu itu diangkat dan dicungkup di kampung Muara yang terletak di seberangnya (1981), termasuk di dalam Kecamatan Cibungbulang. Karena ditemukan pada alur Sungai Ciaruteun, prasasti ini dikenal dengan nama Prasasti Ciaruteun.
Kemudian
Prasasti ini telah dialih aksara dan diterjemahkan oleh J.Ph. Vogel (1925) The
Earliest Sanskrit Inscription of Java, R.M. Ng. Poerbacaraka (1952). Prasasti
Ciaruteun ditulis dengan huruf Palawa dalam Bahasa Sangsakerta sebanyak 4 baris
masing-masing 8 suku kata Bunyi bacaannya :
vikkrantasyavanipat eh
vikkrantasyavanipat eh
srimatah
purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva
padadvayam
Terjemahannya:
"(Bekas) dua kaki yang seperti kaki Wisnu itu adalah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Tarumanegara, raja yang gagah berani di dunia ". Inskripsi tertulis pada sebongkah batu andesit dengan ukuran Tinggi: 151 cm, Diameter atas: 72 cm, Diameter bawah: 134 cm. Goresan berupa sepasang tapak kaki dan lukisan laba-laba yang dipahatkan di atas huruf. Tulisan terdiri dari 4 baris dituliskan dalam bentuk puisi India dengan irama anus tubuh. Dalam prasasti ini terdapat 2 telapak kaki yang yang disamakan dengan dengan tapak kaki Dewa Wisnu.
Berdasarkan isi prasasti dapat diketahui tiga hal yaitu: nama kerajaan Tarumanagara, nama raja Purnawarman dan (mungkin) dewa yang di-pujanya Wisnu. Tidak ada tanda-tanda yang menunjuk lokasi keraton. Hanya saja dapat dipastikan, daerah tempat ditemukannya tentu termasuk kawasan Tarumanagara. Prasasti ini tidak memuat pertanggalan dan dari bentuk tulisan diperkirakan dibuat pada abad ke-5 M.
"(Bekas) dua kaki yang seperti kaki Wisnu itu adalah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Tarumanegara, raja yang gagah berani di dunia ". Inskripsi tertulis pada sebongkah batu andesit dengan ukuran Tinggi: 151 cm, Diameter atas: 72 cm, Diameter bawah: 134 cm. Goresan berupa sepasang tapak kaki dan lukisan laba-laba yang dipahatkan di atas huruf. Tulisan terdiri dari 4 baris dituliskan dalam bentuk puisi India dengan irama anus tubuh. Dalam prasasti ini terdapat 2 telapak kaki yang yang disamakan dengan dengan tapak kaki Dewa Wisnu.
Berdasarkan isi prasasti dapat diketahui tiga hal yaitu: nama kerajaan Tarumanagara, nama raja Purnawarman dan (mungkin) dewa yang di-pujanya Wisnu. Tidak ada tanda-tanda yang menunjuk lokasi keraton. Hanya saja dapat dipastikan, daerah tempat ditemukannya tentu termasuk kawasan Tarumanagara. Prasasti ini tidak memuat pertanggalan dan dari bentuk tulisan diperkirakan dibuat pada abad ke-5 M.
Ada
dua hal yang walau pun pernah ramai diperdebatkan oleh para ahli, belum dapat
dipecahkan dari prasasti ini. Hal yang pertama ialah ukiran semacam hiasan yang
diduga sebagai huruf, bahkan disebut huruf-ikal. Kedua adalah sepasang tanda
menyerupai "labah-labah" di depan jejak kaki. Teori atau dugaan yang
dilontarkan bermacam-macam. Ada yang menduga sebagai labah-labah lambang
kekuasaan yang menguasai raja-raja daerah dengan "jaring-jaring benangnya";
ada yang menduganya sebagai lambang "matahari kembar" dan ada juga
yang menganggapnya sebagai lambang persatuan "surya-candra' (matahari dan bulan).
Tegasnya "huruf ikal" dan tanda "labah-labah" itu masih
diliputi rahasia masa silam. Prasasti berada tidak jauh dari dalam Kota Bogor,
dan kawasan telah menjadi milik pemerintah, dan telah ditata lingkungannya
serta prasasti ini dari masa Kerajaan Tarumanegara dari abad ke- 4-5 yang cukup
langka, maka sangat potensial apabila dijadikan sebagai objek wisata budaya,
khususnya bagi pelajar atau mahasiswa.
Lokasi:
Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang
Arah:
± 19 km sebelah baratdaya dari Kota Bogor. Dapat menggunakan trayek
Bogor-Ciampea-Simpang Lebak Sirna-Ciaruteun Hilir (lokasi). Selain itu mengunakan
trayek Bogor-Ciampea (± 45 menit), dan sampai di Persimpangan Lebak Sirna
dilanjutkan dengan ojek motor ± 1,5 km sampai ke lokasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar