Mat
3B/23(085719178409)
Neo Positivisme
Terhadap Pendidikan
Berfikir
merupakan penentu ada atau tidaknya keberadaan manusia. Dengan berfikir,
manusia akan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru yang akan berkembang dari
masa ke masa. Pengetahuan merupakan syarat mutlak bagi manusia untuk
mempertahankan keberadaanya. Filsafat dipandang sebagai bagian dari pendidikan.
Neo Positivisme merupakan aliran yang sudah tidak asing lagi
bagi dunia pendidikan. Aliran filsafat neo positivisme
merupakan aliran yang beranggapan bahwa segala pengetahuan di anggap benar
apabila dapat di buktikan kebenarannya. Positivisme
merupakan penyempurnaan dari aliran empirisme dan rasionalisme. Positivisme memandang
pentingnya pembuktian dan ukuran dalam ilmu pengetahuan. Positivisme menyatakan pengetahuan hanya bisa dihasilkan melalui
penetapan teori-teori melalui metode saintifik.
Positivisme memiliki pengaruh yang besar dalam dunia pendidikan, banyak doktrin yang
menyatakan bahwa Ilmu-ilmu manusia dan ilmu-ilmu alam berada di bawah
payung paradigma yang sama yaitu paradigma positivistik. Menurut Adian (2006), Doktrin ini mengajukan
kriteria-kriteria bagi ilmu pengetahuan, sebagai berikut:
a.
Mempunyai nilai
b.
Menggunakan metode verifikasi - empiris
c.
Bahasa yang digunakan harus analitik dan bisa
diperiksa secara empiris
d.
Bersifat eksplanasi
Jelas menurut
doktrin tersebut bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa berkembang hanya dengan
menggunakan asumsi-asumsi yang tidak dapat di buktikan kebenarannya. Kebenaran
diperoleh dari fakta-fakta yang telah dikumpulkan melalui metode ilmiah, lalu
dihubungkan benang merahnya sehingga menimbulkan suatu kesimpulan yang memiliki
nilai.
Tokoh
Neo Positivisme
Tokoh
terpenting dalam aliran positivisme adalah Auguste Comte (1798 -1857). Auguste
Comte, yang bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, di
lahirkan di Montpellier Prancis selatan pada 17 Januari 1798. Karena
peranannya yang amat penting dalam aliran ini, Auguste Comte mendapat julukan Bapak
Positivisme.
Perkembangan
positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. . Neo
Positivisme adalah sebuah filsafat yang berasal
dari Lingkaran Wina pada tahun 1920-an. Kaum Neo Positivisme disebut juga kaum
empiris logika. Pada umumnya disebut juga Mahzab Wina atau Kring Wina Serta kelompok yang turut
berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat
Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti
atomisme logi dan positivisme logis. Pokok bahasan positivisme contohnya
tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Menurut Auguste Comte, perkembangan
pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap, yaitu:
·
Tahap teologis
Pada tahap
ini manusia mengarahkan pandangannya kepada hakikat yang batiniah (sebab pertama).
Di sini manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Kepercayaan
atas kekuatan gaib di luar manusia sangat mendasari cara berpikir manusia
·
Tahap metafisis
Pola
berpikir manusia telah meninggalkan teologis, namun masih berpikir abstrak,
masih mempersoalkan hakikat dan segala yang ada, termasuk hakikat yang gaib
juga.
·
Tahap ilmiah/positif
Pada tahap
ini manusia telah mulai mengetahui dan sadar bahwa upaya pengenalan teologis dan
metafisis tidak ada gunanya. Sekarang manusia berusaha mencari hukum-hukum yang
berasal dari fakta-fakta pengamatan dengan memakai akal.
Manusia
membatasi dan mendasarkan pengetahuannya pada yang dapat dilihat, dapat diukur,
dan dapat dibuktikan. Contohnya pada zaman ini manusia sudah banyak yang
meninggalkan kepercayaan menyembah roh-roh nenek moyang, walau masih ada
segelintir manusia yang masih melakukan hal-hal tersebut. Dulu manusia meminta
kekayaan terhadap roh-roh ghaib tetapi sekarang lambat laun kepercayaan itu
mulai hilang. Manusia lebih baik bekerja untuk mendapatkan uang.
Pada tahapan positif, manusia lebih
percaya diri karena memiliki bekal untuk mempertahankan kehidupannya dengan
pengetahuan. Dengan pengetahuan yang terus berkembang manusia dapat lebih
memahami alam beserta kekayaan yang dimiliki oleh alam tersebut sehingga dapat
dimanfaatkan dengan searif mungkin.
Neo
Positivisme Dan Pendidikan
Pendidikan yang berlandaskan Neo Positivisme
menekankan pentingnya metode empiris-eksperimental dan menuntut adanya
penilaian objektivitas dalam setiap pembahasannya sehingga pendidikan di arahkan
pada tujuan yang realistik atau sesuai dengan kenyataannya. Pengembangan
kurikulum ditekankan pada proses terbentuknya peserta didik yang rasional dan
empiris. Pendidikan harus berlandaskan pada kebenaran yang pasti dan indrawi (
dapat dilihat, dirasakan, diamati dan lain-lain).
Dengan adanya penilaian objektivitas
diharapkan dapat menekan penilaian yang bersifat subjektif, karena penilaian
subjektivitas dianggap tidak sesuai dengan aliran neo positivisme. Penilaian
subjektivitas tidak dapat di pertanggung jawabkan keabsahannya.
Positivisme memiliki pengaruh yang
kuat pada metode ilmiah, karena hanya fakta-fakta saja yang dapat diterima. Pendidikan
harus mampu menjadi sarana di gunakannya metode ilmiah dalam setiap proses pembelajaran.
Dengan menggunakan metode ilmiah, manusia akan lebih menggunakan akal
fikirannya untuk membuktikan sesuatu agar dapat dinilai kebenarannya
dibandingkan hanya dengan meletakkan asumsi-asumsi yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Aliran Neo Positivisme memiliki
peranan yang sangat besar dalam pendidikan saat ini. Dengan menggunakan metode
ilmiah yang diterapkan dalam memahami realitas maka kebenaran dapat tercapai.
Namun kebenaran yang didapat merupakan kebenaran yang bersifat sementara hingga
di temukannya kembali kebenaran yang lebih hakiki lagi, sehingga kebenaran akan
memiliki kemungkinan akan terus terbaharui dari masa ke masa tergantung
peningkatan kemampuan manusia pada zamannya.
Positivisme menjadi tempat berkumpul
bagi kelompok ilmuan abad 20 yang dikenal dengan nama Vienna circle, terdiri
dari ilmuan ahli matematika, ahli logika symbol yang tertarik pada filsafat.
Perkumpulan ini melihat filsafat sebagai logika sains yang dikenal sebagai
positivisme logis. Model positivisme yang dikembangkan oleh Bertrand Rusell
yang meneruskan filsafat positivisme Comte yang merupakan letak dasar pendektan
kualitatif dalam perkembangan ilmu dengan meletakkan matematika sebagai
dasarnya.
Auguste Comte mengkategorikan ilmu dalam enam kategori kegunaan yang
sifatnya praktis, yaitu:
·
Menempatkan ilmu sebagai
dasar bagi ilmu pengetahuan.
·
Ilmu perbintangan
(astronomi) yang berfungsi menyusun hukum-hukum ilmu pasti dalam
hubungan dengan gejala benda-benda langit.
·
Ilmu alam (fisika).
Menurutnya, melalui observasi dan eksperimen, ilmu-ilmu fisika atau ilmu alam
menunjukkan hubungan-hubungan yang mengatur sifat umum benda yang dikaitkan
dengan masa.
·
Ilmu kimia
(chemistry) yang berfungsi untuk membuktikan adanya keterkaitan yang luas di
antara ilmu-ilmu seperi dalam ilmu hayat (biologi) dan bahkan dengan sosiologi.
Metode yang digunakan dalam bidang ini adalah observasi dan ekperimentasi.
·
Ilmu hayat
(fisiologi atau biologi). Jelasnya, pada tingkat ini, ilmu telah berhadapan
secara langsung dengan gejala-gejala kehidupan sebagai unsur yang lebih
kompleks.
·
Ilmu fisika sosial
(sosiologi). Fisika sosial berfungsi untuk menghadapkan ilmu pada hakikat
kehidupan yang lebih kompleks, lebih konkret, dan lebih khusus dalam ikatan dengan
suatu kelompok manusia.
Neo Positivisme beranggapan bahwa suatu hal
harus di buktikan dulu kebenarannya bukan hanya asumsi semata. Kehidupan
bergantung pada kebutuhan yang nyata, pasti, dan rasional.
Jika manusia hanya hidup dalam
asumsi yang tidak jelas kebenarannya
maka kehidupan manusia akan terombang-ambing dalam ketidakpastian Oleh karena itu masyarakat perlu memperdalam
pengetahuan yang bersifat empiris dan realistik untuk menjunjang kehidupannya.
Kritikan
terhadap Teori Neo Positivisme.
Max Horkheimer memberikan kritikan terhadap aliran neo positivisme,
yaitu:
1.
Positivisme mengabaikan pengaruh peneliti dalam
memahami realitas sosial dan secara salah menggambarkan objek studinya.
2.
Positivisme tidak memiliki elemen refleksif
yang mendorongnya berkarakter konservatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar