Mengapa Disebut Kota Bogor?
Pendapat bahwa Bogor berasal dari “buitenzorg”
adalah dugaan intelek yang mengira lidah orang Sunda sedemikian kakunya dengan
mengambil perumpaman melesetnya “Batavia” menjadi “Batawi”. Akan tetapi bila
kita perhatikan bagaimana orang Sunda mengucapkan “sikenhes” untuk “ziekenhuis”
(rumah sakit” atau “bes” untuk “buis” (pipa) atau “boreh” untuk “boreg”
(jaminan), maka merdasarkan gejala bahasa tersebut, seharusnya orang sunda
melafalkan “buitenzorg” menjadi “betensoreh”. Jadi dugaan “buitenzorg” menjadi
Bogor terlalu dikira-kira.
Pendapat kedua (“baghar atau baqar”) berdasarkan kenyataan adanya pengaruh bahasa Arab di daerah sekitar Pekojan. Orang Sunda akrab dengan bahasa Arab lewat agama Islam, akan tetapi belum pernah ada bunyi BA dari bahasa Arab menjadi BO. Selain itu, dugaannya mengandung kelemahan dari segi urutn waktu. Kata Bogor telah ada sebelum kebun raya dibuat, sedangkan arca sapi itu berasal dari kolam kuno Kotabatu yang dipindahkan ke dalam kebun raya oleh Dr. Frideriech dalam pertengahan abad 19.
Pendapat ketiga (asal kata “bokor”) juga
mengandung kelemahan karena bokor itu sendiri adalah kata Sunda asli yang
keasliannya cukup terjamin. Meskipun demikian, perubahan bunyi “K” menjadi “G”
tanpa menimbulkan perubahan arti dapat ditemui pada kata “kumasep” dan
“angkeuhan” yang sering diucapkan menjadi “gumasep” (merasa cakep/centil) dan
“anggeuhan” (saya harus tanya orang tua dulu nich artinya ). Jadi bisa saja
Bogor memang berasal dari Bokor. Akan tetapi, tak ada seorangpun yang biasa
mengartikan “Bogor” sama dengan “bokor”.
Pendapat keempat kita temukan dalam pantun Bogor yang sudah disebutkan diawal posting. Dalam lakon itu dikemukakan bahwa kata “bogor” berarti “tunggul kawung”. Keadaan yang sama dapat ditemui pada nama tempat “Tunggilis” yang terletak di tepi jalan antara Cileungsi dengan Jonggol. Kata “tunggilis” berarti tunggul pinang yang secara kiasan diartikan menyendiri atau hidup sebatang kara.
Masyarakat Cinta Bogor doc By : Taufik Hassunna
Foto : STASIUN BOGOR Tahun 1885 Sebuah riset tentang pergerakan orang di
wilayah Jabotabek menunjukkan bahwa dalam kurun waktu antara 1974-1994, Kota
Bogor hanya menyediakan pekerjaan bagi 37 persen angkatan kerjanya. Sisanya
sebesar 63 persen merupakan pekerja komuter yang bekerja di Jakarta dan
sekitarnya. Riset yang sama menyimpulkan bahwa dari sekitar 600.000 pergerakan
per hari yang masuk ke Jakarta, hampir 46 persen diantaranya berasal dari Bogor
(Muhammad, 2003). Angka angka ini merupakan indikator pendekat (proxy indicator)
yang menunjukkan besarnya proporsi pekerja komuter terhadap jalannya
perekonomian kota Bogor, walaupun survey khusus tentang hal ini masih belum
tersedia
Di Jawa Barat banyak tempat bernama Bogor,
seperti yang bisa ditemukan di Sumedang dan Garut. Demikian pula di Jawa Tengah
berdasar catatan Prof. Veth dalam buku “Java”. Dengan demikian memang agak
sulit menerima terori “buitenzorg”, “baghar” dan “bokor”.
Bogor selain berarti tunggul kawung, juga berarti daging pohon kawung yang biasa diajdikan sagu (di daerah Bekasi). Dalam bahasa Jawa “Bogor” berati pohon kawung dan kata kerja “dibogor” berarti disadap. Dalam bahasa Jawa Kuno, “pabogoran” berarti kebun kaeung. Dalam bahasa Sunda umum, menurut Coolsma, ?L”Bogor” berarti “droogetapte kawoeng” (pohon enau yang telah habis disadap) atau “bladerlooze en taklooze boom” (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata “pugur” atau “pogor”. Akan tetapi dalam bahasa Sunda “muguran dengan “mogoran” berbeda arti. Yang pertama dikenakan kepada pohon yang mulai berjatuhan daunnya karena menua, yang kedua berarti bermalam di rumah wanita dalam makna yang kurang susila. Pendapat desas-desus bahwa Bogor itu berarti “pamogoran” bisa dianggap terlalu iseng.
Nama Bogor dapat ditemui pada sebuah dokumen tertanggal 7 April 1752. Dalam dokumen tersebut tercantum nama Ngabei Raksacandra sebagai “hoofd van de negorij Bogor” (kepala kampung Bogor). Dalam tahun tersebut ibukota Kabupaten Bogor masih berkedudukan di Tanah Baru. Dua tahun kemudian, Bupati Demang Wirnata mengajukan permohonan kepada Gubernur Jacob Mossel agar diizinkan mendirikan rumah tempat tinggal di Sukahati di dekat “Buitenzorg”. Kelak karena di depan rumah Bupati Bogor tersebut terdapat sebuah kolam besar (empang), maka nama “Sukahati” diganti menjadi “Empang”.
Pada tahun 1752 tersebut, di Kota Bogor belum ada
orang asing, kecuali Belanda. Kebun Raya sendiri baru didirikan tahun 1817
sehingga teori “arca sapi” tidak dapat diterima sebagai asal-usul nama Bogor.
Letak Kampung Bogor yang awal itu di dalam Kebun Raya ada pada lokasi tanaman
kaktus. Pasar yang didirikan pada lokasi kampung tersebut oleh penduduk disebut
Pasar Bogor (papan nama “Pasar Baru Bogor” sebenarnya agak mengganggu rangkaian
historis ini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar