Kamis, 12 Januari 2017

MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT


Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Dr. Oemar A. Hosein mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: Pembimbing ke Filsafat Metafisika, filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran-pikiran dan kematangan hati, sekalipun menghadapi maut.
Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidupi, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menerapkan nilai, menerapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru.
Berbeda dengan pendapat Soemadi Soejabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajam pikiran maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun Metafisika (hakikat keaslian).
Manfaat mempelajari filsafat ada bermacam-macam. Namun sekurang-kurangnya ada 4 macam faedah, yaitu :
1.      Agar terlatih berpikir serius
2.      Agar mampu memahami filsafat
3.      Agar mungkin menjadi filsafat
4.      Agar menjadi warga negara yang baik
 Berfilsafat ialah berusaha menemukan kebenaran tentang segala sesuatu dengan menggunakan pemikiran secara serius. Plato menghendaki kepala negara seharusnya filosuf. Belajar filsafat merupakan salah satu bentuk latihan untuk memperoleh kemampuan memecahkan masalah secara serius, menemukan akar persoalan yang terdalam, menemukan sebab terakhir satu penampakkan.
Dengan uraian diatas jelaslah bagi kita bahwa secara kongkrit manfaat mempelajari filsafat adalah :
1.      Filsafat menolong mendidik,
2.      Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari.
3.      Filsafat memberikan pandangan yang luas
4.      Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri
5.      Filsafat memberikan dasar,-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, Ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.

DINAMIKA HIDUP DIKALANGAN REMAJA SAAT INI


A
pa yang tersirat dalam benak kita ketika kita mendengar kata “REMAJA”?  tentu kita akan berfikir bahwa mereka adalah sekelompok orang yang berusia 13-17 tahun yang sedang tumbuh berkembang, beranjak dewasa dari tingkat proses kematangan jiwa sampai kematangan diri. Remaja bisa dikatakan sebagai pribadi yang masih mengalami suatu keadaan yang dinamakan labil yang berarti dirinya masih belum mampu mengkondisikan atau mengontrol emosi untuk sesuatu hal yang ada di lingkungannya dan cenderung sering ikut terbawa kedalam hal hal yang berbau negative yang bisa menjerumuskan hidupnya kedalam bahaya surganya dunia. Banyaknya remaja saat ini tidak menyadari akan bahaya yang mengancam kelangsungan masa depannya itu sejak dini, tetapi mereka menyadari hal itu sebagai sesuatu hal yang lumrah, sebagai suatu gaya hidup, dan kerap terjadi pada remaja seusia mereka.
            Banyak remaja saat ini lebih cenderung memikirkan segala sesuatunya yang bersifat matrealistis. Apapun hal yang ada di hidupnya pasti dikaitkan pada kemampuan material yang dia miliki. Kasus ini terjadi pada beberapa remaja yang memiliki kemampuan material yang tidak terlalu tinggi, tetapi dia hidup dan bergaul di lingkungan yang berkasta yang segala sesuatunya diukur dari kemampuan material dan derajat hidup pun diukur dari tingginya strata sosial yang dimiliki oleh ayah ibunya. Hal yang terjadi demikian mengakibatkan seorang remaja yang berstrata sosial rendah  yang sedang tumbuh berkembangan dan mengalami kelabilan emosi menjadi gelap mata dan ia memiliki keinginan besar untuk menjadi seseorang yang berkecukupan dengan cara yang salah. Dikalangan remaja yang memiliki kelas sosial tinggi umumnya sering memerkan kekayaan orang tuanya dengan cara seperti membawa kendaraan mewah ke sekolah, menggunakan barang-barang bermerek (tas, pakaian, sepatu, dll), membawa gedget gedget terbaru yang sedang tenar atau hits di jaman ini.
            Hal yang dilakukan para remaja kalangan atas itu umumnya menyebabkan beberapa remaja yang katakanlah berstrata sosial rendah yang kurang mendapat didikan moral, pemahaman pendidikan agama dari keluarganya, dan kelabilan emosi yang umumnya dimiliki seorang remaja mengakibatkan ia cenderung bersifat iri hati dan memiliki keinginan untuk hidup seperti remaja yang berkalangan atas itu, namun mereka kerap kali melakukan hal yang mengarah kepada sesuatu yang negative karena mereka tidak berpikir panjang atas apa yang akan terjadi kedepannya dengan apa yang dia akan lakukan saat ini. Ini bisa terjadi karena kurangnya pengarahan dari orang tua bahwa dirinya terlahir dan hidup di dalam sebuah keluarga yang sederhana dan tidak memiliki kelebihan materi yang bisa di perlihatkan kepada orang lain seperti halnya remaja yang ada di kalangan atas itu. Tidaklah ia harus menyombongkan kekayaan orang tuanya karena kekayaan itu sifatnya sementara dan bukan miliknya pribadi, toh walaupun memang kekayaan itu diwariskan hanya pada dirinya, tetapi jika dia tidak berusaha untuk mendapatkan pekerjaan layak dan mendapatkan penghasilan tetap, harta kekayaan yang diwariskan itu akan habis begitu saja tanpa adanya sisa untuk masa depannya kelak.
            Remaja yang pada dasarnya mengalami kelabilan dalam proses kehidupannya dan ditambah dengan adanya pengaruh oleh lingkunga pergaulannya terutama di sekolah yang sifatny tidak mendidik atau cenderung matrealistis akan membuat jiwanya terguncang dengan keadaan material yang kurang tetapi ia ingin hidup seperti teman-temannya yang bekecukupan lebih dalam segala hal. Jalan pintas yang kerap dilakukan remaja saat ini untuk menunjang eksistensinya di kalangan teman temannya yang memiliki kelebihan materi itu dengan cara meminjam uang sana sini yang akhirnya membuatnya terlilit hutang dimana mana, memeras orang tuanya sendiri agar mampu memberikannya uang sejumlah yang dia minta setiap harinya untuk menunjang penampilannya di sekolah di depan teman-temannya, dan ada cara yang lebih tidak terpuji lagi yaitu, menjual harga diri atau kesucian mahkota dirinya pada segelintir pria hidung belang yang haus akan belaian seorang remaja belia dan mampu memberikan kepuasan material kepada sang remaja yang menjual kehormatan pada dirinya.
            Hal itu kerap terjadi di kalangan remaja saat ini karena tuntutan kehidupan di dalam lingkungan pergaulannya yang menuntut dirinya harus bisa tampil modis, terkini, dan menggunakan barang-barang bermerek yang harganya tidak mungkin terjangkau oleh anak anak seusia itu yang hanya diberi uang saku beberapa puluh ribu rupiah (anak berkecukupan sederhana). Hal itulah yang membuat sebagian remaja gelap mata dan lebih memilih untuk menggadaikan atau menjual harga diri dan kehormatannya kepada pria hidung belang diluaran sana. Bahkan ada beberapa kasus di luaran sana yaitu karena si remaja sudah terlalu nyaman di dalam pelukan harta pria hidung belang yang tidak jarang sudah beristri menjadikan remaja itu sebagai istri simpanannya atau selir di kehidupannya. Tetapi ada beberapa remaja juga yang berganti-ganti pria hidung belang karna pada satu pria hidung belang ia belum merasa cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang hedonis. Ada pula kasus ia berganti ganti pria hidung belang karna pada pria hidung belang yang satu sudah tidak dapat diandalkan lagi kecukupan materinya untuk menunjang gaya hidupnya yang serba mewah.
            Dinamika kehidupan remaja saat ini yang menuntut keharusan setiap pribadinya untuk tampil modis, terkini, dan menggunakan segala sesuatunya yang bermerek tidak lepas dari adanya globalisasi yang menerpa pergaulan remaja di Indonesia yang berkiblat pada pergaulan yang kebarat-baratan. Sifat hidup yang hedonis membuat mereka memutar otak untuk bagaimana caranya memenuhi tuntutan hidup seperti itu terutama remaja-remaja di kota besar sampai-sampai mereka rela mengorbankan harta terpenting dalam hidupnya untuk masa depannya kelak pada seorang pria hidung belang yang tidak bertanggung jawab. Tetapi semua hal ini tidak semata mata kesalahan pada pria hidung belang itu, karena mereka ini tidak mungkin melayani atau memberikan kemewahan yang serta merta kepada remaja itu kalau para remaja itu sendiri tidak menawarkan diri dan mencari penghasilan sampingan dari cara yang sangat tidak terpuji bagi remaja seusia itu.
            Pada hakikatnya yang kita ketahui, seorang remaja yang sedang tumbuh berkembang emosi jiwanya haruslah fokus dalam jenjang pendidikannya untuk bisa mencapai kelulusan di tingkat sekolah yang sedang ia emban, bukan malah menjadikan sekolah sebagai ajang dan sarana untuk memamerkan kekayaan yang dimiliki oleh orang tua kepada teman-teman sebayanya dan membuat timbulnya rasa iri diantara teman-teman sebayanya itu yang membuat mereka yang salah kaprah memilih jalan pintas yang menyesatkan masa depan mereka hanya untuk menikmati kenikmatan dunia yang sesaat dan fana ini.
            Dalam hal ini peran orang tua sangatlah dibutuhkan sebagai pihak primer yang terlibat di dalam faktor internal tumbuh kembangnya seorang anak, terutama seorang remaja yang pada saat seusia ini butuh bimbingan dan arahan di dalam segala hal di hidupnya agar ia tidak terjerat lembah menyesatkan yang hanya membuatnya berfikir matrealistis bukan pada saatnya. Orang tua perlu memberikan pemahaman secara edukatif, keagamaan, seputar gaya hidup pergaulan saat ini dan memberikan pemahaman tentang kondisi ekonomi keluarga saat ini agar anak mampu memahami dan meresapi apa yang dia miliki saat ini sifatnya milik orang tua dan hanya sementara, karena pada saat nanti usianya mencapai usia kerja, ia akan paham bagaimana sulitnya orang tua mencari nafkah untuk membiayai hidupnya dengan semua anggota keluarga yang dia miliki dan akan dia sadari bahwa tidak mudah mengumpulakan satu rupiah per harinya untuk mencukupi kebutuhan pokok hidupnya dan seluruh anggota keluarganya. Jadi baikanya ia bisa melihat ke arah itu bahwa tugasnya sebagai seorang remaja hanyalah menuntut ilmu setinggi tingginya, fokus dalam belajar mengejar cita cita bukan malah fokus untuk mencari uang tambahan untuk memenuhi tuntutan hidup yang hedonis di kalangan teman-temannya.
            Pentingnya pendidikan dan pemahaman keagamaan dalam pendidikan pertumbuhan hidupnya untuk membuatnya mengeti bahwa apa yang dilakukannya itu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan adalah salah dan dosa. Jika ia dikenalkan dengan Tuhannya dan mengerti bahwa setiap kealahan yang ia lakukan dengan sengaja yang sifatnya merugikan dan tidak bermanfaat bagi orang lain itu adalah dosa yang tidak terasa yang ia buat sendiri untuk membahagiakan hidupnya di dunia. Sedangkan, kehidupan ini tidak hanya di dunia, tetapi kelak manusia akan hidup kekal di akhirat yang mana segala amal perbuatannya di dunia akan ditimbang dan dibalas pada hari akhir nanti.
Jadi disarankan kepada para orang tua untuk bisa lebih menanamkan hal hal positif yang sifatnya mampu diterima remaja-remaja saat ini dan mengarahkan mereka untuk bergaul dengan teman teman yang sekiranya baik untuk pergaulan dirinya di rumah maupun di sekolah. Orang tua berhak mengenal setiap teman bermain anaknya tanpa harus over protective (proteksi berlebihan) pada anak dalam memilih teman. Biarlah ia memilih teman sepergaulannya sesuai dengan kepuasan anak itu, tetapi dibarengi dengan pengarahan dan pemahaman tentang pergaulan yang mengarah ke arah positive atau negative.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr. Bakhtiar Amsal, M.A., Filsafat Ilmu, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010
Drs. Susanto.A, M.Pd., Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011
Dr. Ismail Fu’ad Farid & Dr. Mutawali Abdul Hamid, Cara Mudah Belajar Filsafat, Jogjakarta: IRCiSoD, 2012
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu,  Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan kerangka Teori Ilmu Pengetahuan , Yogyakarta : Belukar, 2004 .
Drs. H. Ahmad Syadali dan Drs. Muzakir, Filsafat Umum,  Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997.
Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2005
aAchmadi Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009

ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME GURU SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER AGAR SISWA DAPAT MANDIRI


Aliran eksistensialisme agak sedikit rumit di badingkan aliran aliran filsafat yang lainnya karena di dalamnya pun banyak sekali aliran aliran yang berbeda. Tapi ada sesuatu yang sangat menonjol dari aliran ini, yaitu memfokuskan pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Eksistensialisme barasal dari kata dasar eksistensi (existency) yaitu dua buah kata yunani yaitu ex yang artinya keluar dan sistere yang berati berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari diri sendiri. Eksistensialisme adalah suatu gerakan filsafat yang mengusung ide bahwa manusia menciptakan makna dan hakekat hidup mereka sendiri. Oleh karena itu filsafat harus mengacu pada manusia yang konkrit, yaitu manusia sebagai eksistensi. Sebagai contoh, manusia aktif dan sibuk di dunia luar. Seolah – olah dia berada di luar dirinya sendiri, namun karena dia keluar dari dirinya itulah dia menjadi dirinya sediri. Eksistensialisme menyeruak dunia filsafat semenjak Perang Dunia II (Sutrisno : 1987). Diantara para tokohnya adalah Heidegger, Gabriel Marcel, Nietsze, Kieerkegaard, Sartre, Jaspers, dan Levinas. Yang dianggap bapak Eksistensialisme adalah Soren Kiekeergaard.
Dalam perkembangannya eksistensialisme, Sartre memetakannya ke dua kubu. Pertama adalah kubu Katolik seperti Jaspers dan Marcel yang bergerak menuju Tuhan. Kubu lainnya adalah eksistensialis ateis yaitu Sartre, Heidegger, dan eksistensialis Perancis lainnya (Bertens :1987) .
Tetapi ada kesamaan dalam pemikiran kaum eksistensialis itu, yaitu :
1.      Motif pokoknya adalah eksistensi, cara khas manusia berada. Pusat perhatian adalah manusia.
2.      Bereksistensi adalah dinamis, menciptakan dirinya secara aktif, berbuat, menjadi, merencanakan. Manusia, setiap saat, selalu berubah kurang atau lebih dari keadaan sebelumnya. Tidak ada 'state of being'.
3.      Manusia dipandang terbuka, sebagai realitas yang belum selesai. Pada hakikatnya, manusia terikat kepada dunia sekitar, terutama kepada sesama manusia
4.      Memberikan tekanan pada pengalama eksistensial kongkrit manusia misalnya kepada kematian, penderitaan, kesalahan, perjuangan. (Hadiwijono : 1980).
 
Sebagai pembetuk aliran eksistensialisme Jean Paul Sartre  mengemukakan metode yang digunakan adalah metode fenomenologi realistik. 
Fenomenologi sediri adalah kajian terhadap fenomena dan apa – apa yang nampak. Lorens Bagus megartiak fenomeologi adalah kajian ilmu tentang segala gejala gejala yang nampak dan menampakan diri pada kesadaran kita. Fenomenologi adalah studi yag mempelajari manusia sebgai fenomena ( Edmund Husser ). 
Fenomenologi berkonsentrasi pada pengalaman pribadi termasuk bagian dari individu – individu yang ada saling memberikan pengalaman satu sama lainnya melalui kegiatan komunikasi langsung atau komunikasi dalam dialog. Sebagai mana kodratnya, manusia selalu beriteraksi dengan manusia lain. tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungannya. Sehingga tidak salah lagi jika sartre menguakan metode ini pada eksistensialisme. Dengan metode ini eksistensialisme dapat memaknai dan mengartikan hidupnya sendiri  dengan cara berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesama manusia  di dunia.
             Aspek yang aksiologi berhubungan dengan nilai (etika dan estetika).  Seperti pada dasarnya nilai itu bersifat objektif dalam arti lain bertitik tumpu pada objeknya, pada aliran eksistensialisme manusia adalah objek penilaian dengan subjek sebagai standar dan tolak ukur penilaian.
             Seperti yang telah disampaikan sebelumya eksistensialisme memberi kebebasan individu dalam menentukan eksistensi atau pencapaian dirinya sehinngga nilai untuk seorang individu berobjek pada individu lain dan bersubjek kepada dirinya. Standar dan prinsip yang bervariasi pada tiap subjek menimbulkan penilaian yang berbeda pada setiap objek. Eksistensialisme memegang etika sebagai tuntunan moral bagi kepentingan pribadi tanpa menyakiti orang lain. Nilai  keindahan ditentukan secara individual pada tiap orang oleh dirinya ( Sikun Pribadi ).
             Penerapan eksistensialisme dalam dunia pendidikan adalah membantu manusia secara individual dalam arti lain membantu individu secara langsung untuk mencapai eksistesinya dii dunia dengan cara mencari minat dan bakat individu dengan kegiatan aktivitas dan tidak memugkiri perbedaan pengalaman dan kebiasaan individu.
             Eksistensialisme sebagai filsafat sangat menekankan individulitas dan pemenuhan diri secara pribadi. Setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya dengan pendidikan, Sikun Pribadi (1671) mengemukakan bahwa eksistensialisme berhubungan sangat erat dengan pendidikan karena keduanya bersinggungan satu sama lain pada masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup, hubungan antar manusia, hakikat kepribadian, dan kebebasan (kemerdekaan).
             Dengan perubahan kurikulum tingkat satuan pendidikan menjadi kurikulum pendidikan karakter atau biasa disebut sebagai kurikulum 2013 yang merevisi kurikulum sebelumnya menjadi lebih memfokuskan pada proses perkembangan siswa dalam sikap afektif dan psikomotor, sikap kognitif tentu saja tidak di lupakan, sehingga pendidikan di sekolah lebih di fokuskan pada budi pekerti dan hasil pembelajaran.
             Guru di tuntut untuk dapat memanfaatkan dan menggunkan sumber dan media pembelajaran sebaik mungkin. Pemanfaatan media dan sumber pembelajaran dengan sebaik mungkin dapat menstimulus siswa untuk kreatif dan mengeksplorasi sendiri tema pembelajaran yang di berikan guru, dengan demikian siswa dapat lebih mandiri dan lebih memahami tema, dibandingkan dengan metode kurikulum tingkat satuan pendidikan yang hanya memanfaat kan guru sebagai media dan sumber pembelajaran. Siswa diwajibkan berandil langsung dalam proses pembelajaran bukan hanya mendengarkan ceramah guru di depan kelas.
             Bimbingan guru tidak hanya berada didalam kelas tetapi guru harus ekstra mengontrol proses pembelajaran siswa di lingkungan pendidikan khususnya dan di lingkungan masyarakat pada umumnya, maka dari itu guru harus berkerja sama dengan orang tua murid agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Memegang teguh konsep kebebasan, siswa dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya tapi tidak serta merta membebaskan siswa, guru tetap berandil penuh dalam pembentukan karakter siswa. Guru memandang siswa sebagai individu yang aktif mengintrepretasikan pengalaman mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkunganna, guru harus mampu mentradisikan metode ini pada siswa yang berfungsi sebagai proses pemandirian siswa dalam belajar.
             Eksistensi individu muncul ketika siswa dapat megekspresikan dirinya dan ekspresi dapat muncul pada siswa ketika siswa berminat pada suatu kasus pembelajaran. Pada minat inilah siswa akan semangat mengikuti proses pembelajaran sehingga munculah bakat sedikit demi sedikit, seperti contoh anak yang tidak bisa bermain sepak bola tetapi dia sering memperhatikan teman temannya bermain sepak bola maka dengan sendirinya ia menyentuh bola, bermain sepak bola, bermain setiap hari karena ia senang dan merasa bebas saat bermain sepak bola bersama kawan – kawannya, semakin lama anak itu semakin lincah bermain sepakbola, tak lama kemudian munculah bakatnya sebagai pemain sepakbola. Seperti ini lah konsep pembelajaran yang harus diterapkan guru pada siswanya sehingga timbulah bakat dan eksistensinya. 
             Eksistensi  siswa akan muncul dan kemampuan bakat akan terasah dengan sendirinya karena konsep eksistensi mengutamakan minat tanpa pemaksaan kepada siswa sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan dirinya dengan bebas tetapi tetap pada nilai etika dan estetika yang berlaku di masyarakat. 
“Faire, et en faisant, se faire” (untuk dilakukan, dan dalam proses melakukan, untuk menjadi).

Teori Kebenaran dan Pandangan Filsuf



Pada umumnya ada beberapa teori kebenaran yaitu teori kebenaran saling berhubungan, teori kebenaran saling berkesucian, serta teori kebenaran inkerensi.
Teori kebenaran saling berhubungan, yang mendapat bahwa suatu proposisi itu benar apabila hal tersebut mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar. Dengan kata lain yaitu apabila proposisi itu mempunyai hubungan dengan proposisi yang terdahulu yang benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat melalui fakta sejarah dan logika. Sedangkan teori kebenaran saling kesucian memiliki pandangan bahwa suatu proposisi itu bernilai benar apabila proposisi itu saling berkesucian dengan kenyataan atau realitas. Kebenaran demikian dapat dibuktikan secara langsung pada dunia kenyataan. Berbeda dengan teori kebenaran inherensi, bahwa sesuatu proposisi memiliki nilai kebenaran apabila memiliki akibat atau konsekuensi-konsekuensi yang bermanfaat, maksudnya ialah tersebut dapat dipergunakan.
Menurut Plato kebenaran yang utama adalah yang di luar dunia ini. Maksudnya ialah suatu kesempurnaan tidak dapat dicapai di dunia ini. Berbeda halnya dengan Aurelius Augustinus (354-430) yang menegaskan bahwa pikiran dapat mencapai kebenaran dan kepastian. Sekalipun berpikir pada dirinya ada batasnya, namun dengan berpikir orang dapat mencapai kebenaran yang tiada batasnya, yang kekal abadi. Hasil pemikiran itu diungkapkan dalam pertimbangan-pertimbangan yang bersifat abadi, yang perlu mutlak dan tidak dapat berubah. Kenyataan ini sudah selayaknya bersifat rohani bukan badani, serta menjadi sumber segala hidup dan pikiran.
Pada abad ke-17 dari paham rasionalisme, yaitu Rere Descortes (1596-1650) menegaskan bahwa yang harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah. Apa yang jelas dan terpilah-pilah itu tidak mungkin didapatkan dari apa yang berada di luar kita.
Pada abad ke-20 muncul paham progmalisme yang salah seorang tokohnya ialah Willian James (1842-1910), yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang multak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas daripada akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu tiada kebenaran yang mutlak yang ada adalah kebenaran-kebenaram yaitu apa ynag benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat berubah oleh pengalaman berikutnya. Walaupun demikian, keseluruhan teori dan paham yang telah diungkapkan di atas belum cukup mengupas kebenaran yang integral.
Sumber:
Sudarsono, Drs. 2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta

Filsafat Tiga Hewan Dalam Al Qur'an

Tiga jenis binatang kecil yang menjadi nama tiga surat dalam Alquran adalah semut ‘Alnaml’, laba-laba ‘Alankabut’, dan lebah ‘Alnahl’. Ketiga binatang itu punya ciri yang khas dan unik.

Semut menghimpun makanannya sedikit demi sedikit tanpa henti. Karena ketamakannya menghimpun makanan, binatang ini berusaha –dan sering berhasil– memikul sesuatu yang lebih besar dari badannya.

Laba-laba adalah binatang dengan sarang paling rapuh (QS 29:41). Meski demikian, sarang ini bukanlah tempat yang aman. Binatang kecil apa pun yang tersangkut di sana akan terjebak, disergap pemilik sarang, lalu tewas.

Sementara lebah memiliki insting –yang dalam bahasa Allah disebut “atas perintah Tuhan, ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal” (QS 16:68). Lebah sangat disiplin dalam pembagian kerja. Segala hal yang tidak berguna disingkirkan dari sarang. Dia tidak akan menggangu kecuali ada yang menggangunya, bahkan sengatan lebah pun bisa dijadikan obat.

Di zaman ini jelas ada yang berbudaya seperti semut: menumpuk dan menghimpun ilmu (tanpa mengolahnya) dan materi (tanpa disesuaikan dengan kebutuhannya). Budaya semut adalah “budaya mumpung”. Ada juga yang “berbudaya seperti laba-laba”, yang sifatnya boros. Budaya ini juga banyak terjadi di kalangan masyarakat modern. Mereka cenderung menyerap produk-produk baru yang belum tentu dibutuhkan.
Orang berbudaya seperti budaya laba-laba sangat merugikan orang lain dan tidak mensyukuri nikmat yang telah didapatkannya, ia tidak lagi berpikir tentang sekitarnya dan mereka tidak lagi membutuhkan berpikir apa, siapa, kapan, dan di mana. Apa yang ia pikirkan hanyalah untuk kepentingan dan kesenangan pribadi.
Budaya terakhir adalah “budaya lebah”. Budaya ini harus jadi cermin bagi seorang Muslim karena budaya lebah tidak merusak dan tidak merugikan orang lain, bahkan sangat dibutuhkan. Budaya lebah diibaratkan Nabi saw sebagai “Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali bermanfaat dan berguna bagi orang lain, dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya.”

Filsafat Naturalisme

Naturalisme mempunyai beberapa pengertian, yaitu dari segi bahasa, Naturalisme berasal dari dua kata, “Natural” artinya “Alami” dan “Isme” artinya “Paham”. Aliran naturalisme dapat juga disebut sebagai “Paham Alami”. Maksudnya, bahwa setiap manusia yang terlahir ke bumi ini pada dasarnya memiliki kecenderungan atau pembawaan yang baik dan tak ada seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk. Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah kebalikan dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam (Titus dalam makalah Ahmad, 2012).
Naturalisme lahir pada abad ke-17 dan mengalami perkembangan pada abad ke-18. Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang sains. Ia berpandangan bahwa “Learned heavily on the knowledge reported by man’s sense” (pembelajaran yang hebat dalam ilmu pengetahuan berasal dari akal pikiran manusia). Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau, filsuf Perancis yang hidup pada tahun 1712-1778. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa, justru dapat merusak pembawaan baik anak itu, sehingga aliran ini sering disebut negativisme. Selain Rosseau, ada juga Plato dan Aristoteles yang menganut paham yang sama. Plato berpandangan (Tafsir, 2012 : 58-59) bahwa ajaran idea yang lepas dari objek, yang berada di alam idea, bukan hasil abstraksi.
FILSAFAT NATURALISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
Tokoh lain adalah Aristoteles. Ia termasuk tokoh filsafat yang rasional. Pemikiran filsafatnya lebih maju karena dasar-dasar sains diletakkan. Ia berpendapat bahwa makhluk hidup di dunia ini terdiri atas dua prinsip, yaitu prinsip matter dan form. Matter memberikan substansi sesuatu, sedangkan form memberikan pembungkusnya. Form disebut juga materi yaitu badan, sedangkan matter disebut juga rohani. Badan material manusia pasti mati, sedangkan yang memberikan bentuk kepada materi adalah jiwa. Jiwa manusia mempunyai beberapa fungsi yaitu memberikan hidup vegetatif (seperti jiwa tumbuh-tumbuhan), lalu memberikan hidup sensitif (seperti jiwa binatang) akhirnya membentuk hidup intelektif. Oleh karena itu jiwa intelektif manusia mempunyai hubungan baik dengan dunia materi maupun dengan dunia rohani, maka Aristoteles membedakan antara bagian akal budi yang pasif dan bagian akal budi yang aktif. Bagian akal budi yang pasif berhubungan dengan materi, dan bagian akal budi yang yang aktif berhubungan dengan rohani. Mayer dalam Tafsir (2012 : 61) memberikan contoh lainnya, kepercayaan pada Tuhan. Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada Tuhan. Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan (tidak mempedulikan) dengan alam ini.
Implikasi Filsafat Naturalisme dalam Pendidikan
Berbagai aliran filsafat ini memengaruhi berbagai bidang dalam kehidupan termasuk bidang pendidikan. Pendidikan merupakan wadah yang memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter seseorang, baik pendidikan dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan pendidikan formal. Adapun naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi penganut paham naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar utama dalam keberadaan aliran filsafat naturalisme karena belajar merupakan sesuatu yang natural. Paham naturalisme memandang guru tidak
mengajar subjek, melainkan mengajar murid. Spencer (Wakhudin dalam makalah Ahmad, 2012) juga menjelaskan tujuh prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme, adalah:
Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam; Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik; Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak; Memperbanyak ilmu pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan; Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak; Praktik mengajar adalah seni menunda; Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif; (hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik). Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M.Arifin dan Aminuddin R. dalam makalah Ahmad, 2012), yaitu : Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan pengalaman di dalam dirinya secara alami. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai fasilitator, menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Serta memberikan tanggung jawab belajar pada diri anak didik sendiri.
Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan menyediakan lingkungan belajar yang beorientasi pada pola belajar anak didik. Anak didik diberi kesempatan menciptalan lingkungan belajarnya sendiri. Dengan demikian, aliran naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang bersifat paedosentris, artinya, faktor kemampuan anak didik menjadi pusat kegiatan proses belajar dan mengajar. Nampaknya, paham aliran naturalis, saat ini diterapkan dalam kurikulum baru yang sedang digulirkan oleh pemerintah, yaitu kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 ini proses pendekatan proses pembelajaran berupa pendekatan saintifik. Intinya, pendekatan tersebut menitikberatkan pada penggalian potensi-potensi siswa atau dikenal dengan istilah student centered, namun tanpa mengabaikan landasan utama pendidikan yaitu prinsip religius. Peran guru selama proses pembelajaran hanya sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator bagi siswa. Dengan pendekatan tersebut, diharapkan dapat terbentuk generasi-generasi berakhlak baik, aktif sebagai pelopor, dan kreatif dalam menciptakan inovasi-inovasi. Sebelum terlahir kurikulum baru, prinsip naturalis ini sebetulnya sudah berimplikasi dalam pendidikan, namun
hanya sebatas pendidikan di luar negeri. Seperti halnya Bobby The Potter yang mencetuskan model pendidikan Quantum Learning. Ia menjadikan alam sebagai tempat pembelajaran. Peserta didik dengan bebas mengeksplorasi apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan di alam. Guru menempatkan dirinya sebagai mitra peserta didik dalam berdiskusi menyelesaikan problem yang ditemukan di alam. Model pendidikan seperti itu sangat cocok diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada khususnya.

Filosofi Lingkaran


Apa definisi lingkaran itu??

Dalam arti hidup lingkaran mempunyai banyak makna seperti contohnya, dalam ilmu matematika. Lingkaran merupakan sebuah bangun datar yang memiliki simetri lipat tak terhingga. Mengapa?? Karena jika lingkaran itu dilipat lipat, ia akan tetap menjadi lingkaran walaupun bentuk sekecil-kecilnya bagaikan atom.

Kembali lagi dalam lingkaran dalam kehidupan. Menurut kalian, apa arti lingkaran dalam kehidupan kalan?? Apa hanya itu berisi makanan atau minuman saja?? Atau hiasan kata kata dan puitis yang kalian buat untuk seseorang?? Atau, yang lebih parahnya, Apakah lingkaran itu kosong bagaikan hidup di ruang hampa (orang stress). Mari kita lihat definisinya.

Menurut saya, lingkaran adalah suatu hal yang mengikat keseluruhan dari kehidupan yang kita bina. Entah itu positif atau negatif, suka duka, maupun canda dan tawa. Karena, menurut sifatnya, lingkaran itu bulat. Sama seperti roda kehidupan. Kadang kita diatas, kadang pula kita dibawah. Apakah itu telah menjadi hukum atau hanya filosofi yang saya buat??

Dalam kehidupan nyata Tuhan Yang Maha Esa telah memberi cobaan entah itu cobaan nikmat maupun cobaan kesengsaraan. Kenikmatan dapat berupa kekayaan, jabatan, bahkan nilai yang bagus. Sungguh sangat elok apabila dipikirkan layaknya mendapat sebuah mahkota dari seorang raja. Namun, cobaan kesengsaraan mungkin seperti terjatuh didalam coberan yang sangat bau. Mengapa saya mengatakan comberan yang sangat bau?? Comberan itu berarti kotor. Bau disitu adalah sebuah frase yang mengikat dari kata comberan tersebut. Kotor bisa dihubungkan dengan hinaan, kemiskinan, ataupun hal hal yang kita hendaki di kehidupan nyata.Apakah kita hanya berdiam diri layaknya katak dalam tempurung?? Dan hanya pasrah pada 2 nasib tersebut?? Jawabannya adalah TIDAK. Mengapa??

Kita sebagai manusia sudah mempunyai hak asasi, akal pikiran, tingkat martabat yang tinggi sehingga kita dapat memperbaiki itu semua walaupun dalam kenyataanya roda itu berputar. Yang sudah dijelaskan di atas. Dalam arti ini Tuhan menganugrahkan semua itu agar kita menjadi lebih baik. Karena, seorang pencipta selalu menginginkan yang terbaik bagi yang diciptakannya. Contoh, seorang ilmuwan yang menghasilkan suatu percobaan pasti ingin percobaan itu menjadi yang terbaik. Begitupun dengan Tuhan.

Bagaimana cara kita memperbaiki diri kita tersebut dan membuat lingkaran yang sangat bagus tanpa goresan sedikitpun?? Garis tidak selalu lurus (180 derajat). Banyak orang beranggapan bahwa garis yang telah terukir itu sangat lurus. Namun mungkinkah mereka melihat ketelitian dengan akurat?? Tentu TIDAK. Mereka hanya berpikir garis tersebut itu sangat lurus. Meski pada kenyataannya belum tentu lurus.

Apa makna dari kutipan tadi??
Bahwasanya lingkaran dan perumpaan garis di atas adalah sebuah kutipan akan kehidupan kita. Apabila kita menimbun kesalahan yang sangat kecil, tanpa menyadari kesalahan tersebut. Nantinya, yang sedikit itu akan menjadi sebuah kebiasaan yang sama dan terulang-ulang seperti menggoreskan tinta di kertas yang polos. Bagaimana cara kita membuat lingkaran itu hampir sempurna (karena manusia tidak ada yang sempurna).

Yang pertama: Ikhtiar dan doa, percayalah pada Tuhan mu (bukan ESQ LHO!!!)
Tuhan itu pencipta kita. Seharusnya kita patuh padanya. Dengan kepatuhan itu., akan membantu kita dalam menggambar lingkaran tersebut.

Yang kedua: Percaya Diri. Believe in YOURSELF.
Karena, pesimis hanya dapat menjadikan seseorang bagaikan pengemis (menanti kehokian)

Yang ketiga: Carilah sahabat yang membimbing menuju Surga. FIND IT!!!!
Itu akan membuat kita terbawa kedalam Akhlakul Karimah sahabat kita tersebut. Karena Tuhan mencintai orang-orang yang baik LHOO!!!! (Kaya saya FIrman) APA SIH....

Yang keempat: Biasakanlah berpamitan dan minta restu pada orang tua (Bukan sok tua Lho!!!) Apa sih...
Karena doa restu orang tua restu Tuhan juga

Referensi
http://busur9.blogspot.co.id/2010/11/lingkaran.html